Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Happy reading 💗
Hujan masih turun begitu deras, membuat sebagian orang terpaksa tetap berada di rumah. Seperti halnya dua manusia yang tengah tertidur diatas kasur. Yang satu tidur diatas paha, yang satu lagi tidur sambil bersandar.
Keduanya begitu nyenyak tertidur, hingga terdengarlah suara adzan berkumandang berhasil membangunkan salah satunya.
Nafisa mengerjap-ngerjapkan matanya—menyesuaikan cahaya yang masuk. Pahanya terasa berat, ia menatap kebawah dan menemukan wajah suaminya yang tertidur pulas. Senyum tipis terbit dibibirnya.
Jantungnya berdetak tidak karuan, Pertama kalinya bagi Nafisa bisa menatap suaminya selama ini. Biasanya, ia hanya menatap Zayyan sebentar dan memalingkan wajah karena takut dengan mata setajam elang itu ketika menatapnya. Tapi sekarang, entah kemana perginya rasa takut itu.
Matanya menelisik dari rambut, lalu turun sampai kealis. Karena penasaran, tangannya menyentuh alis tebal itu. Nafisa terkekeh, merasa lucu dengan kelakuannya. Sepertinya, tangan itu tidak mau lepas dari wajah suaminya. Buktinya, ia malah turun sampai kehidung. Nafisa sedikit kaget, hidung suaminya mancung sekali. Saat tangan itu akan bergerak lagi untuk turun menuju bibir, dengan sigap, tangan lain menyentuhnya.
"Ngapain?" tanya Zayyan dengan suara serak—khas bangun tidur. Netranya menatap Nafisa dalam.
Nafisa gelagapan, ia berusaha menarik tangannya dari genggaman Zayyan. Tapi tetap saja, tenaga lelaki itu lebih kuat darinya. Tidak ingin menyerah, ia menarik lagi tangannya.
Zayyan kehilangan kesabaran, lelaki itu bangun, lalu menarik tubuh istrinya dan langsung mengukungnya.
Mata perempuan itu mengerjap pelan, tubuhnya terasa lemas—energinya seperti terkuras begitu saja.
Tolong! Nafisa butuh oksigen sekarang, Zayyan malah mendekatkan wajahnya.Jarak diantara mereka semakin menipis, hal itu membuat Nafisa memejamkan matanya. Ingin mendorong Zayyan, tapi tangannya ditahan oleh lelaki itu. Ingin menendang Zayyan, tapi Nafisa masih memiliki akal yang sehat untuk tidak melakukan itu.
Harum mint menerpa penciuman hidungnya. UMMA! TOLONG! begitulah jeritannya dalam hati.
Berbeda dengan Nafisa yang sudah seperti orang kehabisan oksigen, Zayyan malah sedang mati-matian menahan tawanya. Bagaimana tidak? Melihat wajah istrinya yang sudah sangat memerah, menjadi hiburan tersendiri baginya.
Hidung mereka bersentuhan.
Katakan saja jika Nafisa lebay. Tapi ini memang kenyataan. Ia lupa cara untuk bernafas bagaimana!
Zayyan menggeser hidungnya—dengan posisi yang masih menempel pada kulit wajah Nafisa—lalu berbisik rendah ditelinga perempuan itu.
"Mau banget dicium?"
Nafisa langsung membuka matanya. Keduanya bertatapan dengan Zayyan yang tertegun. Lelaki itu terdiam saat melihat bulu-bulu lentik itu menempel pada kelopaknya. Bola matanya juga terlihat sangat jernih dan menenangkan jika dipandang.
"Mata lo... (Cantik) ada beleknya," lain dihati, lain juga dimulut. Apalagi jika bukan munafik.
Nafisa melotot, tenaganya seolah terisi dengan penuh. Ia mendorong bahu Zayyan dengan kepalanya. Lalu melepaskan tangannya dari genggaman lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAYYAN & NAFISA
General FictionNafisa, putri dari Kyai Zein dan Ummi Zahra harus menerima keputusan bahwa ia akan dijodohkan dengan lelaki pilihan Abinya. Menikah yang ia impikan adalah, hidup sederhana dengan keluarga bahagia yang shalih dan shalihah. Sederhana, bukan? tapi jika...