26. Z&N

1K 59 46
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Oke, cerita bentar, ya. Dulu, aku tuh selalu update tiap hari Senin, tapi karena sibuk, jadi updatenya acak. Nah, aku mau update kayak dulu lagi, tapi kayaknya menurutku itu kurang menguntungkan buat aku. Jadi, aku mau bikin target vote dan komen.

Vote = 50
Komentar = 30

(Gumoh noh gumoh diminta segitu)

Note : bukan hanya spam 'next' tapi bisa nggak kalau kalian komentar di tiap-tiap paragraf? Mau banget kayak karya author² lain yang tiap paragrafnya itu diisi.
Dan juga, setiap vote dan komentar itu dari orang² berbeda supaya gak ada silent reader.

Hayoloh, masa gak bisa? Aku liat-liat, yang baca ditiap bab bahkan 200-300  lebih, lho.

Nanti kalau target udah tercapai, aku bakal cepet-cepet update. Gimana? Deal?

Harus simbiosis mutualisme, dong. Okay?

Happy reading 💗

"Ekhem, ekhem."

"Uhuk, uhuk, aduh, seret."

"Ekhem."

Azka memutar bola matanya malas, mendengar Farhan yang dari tadi sengaja berdehem karena dua orang  dibelakang mereka.

"Ka, ambilin minum napa. Dari tadi juga udah ngode-ngode, gak pekaan amat," celetuk Farhan.

Azka mendengus tapi matanya tetap mengarah kedepan—fokus mengemudi mobil. "Lo ngode gue karena seret, atau ngode yang dibelakang, Han?"

Farhan cengengesan tidak jelas karena ditanya seperti itu. "Opsi kedua," jawabnya dengan raut wajah tengil sambil melirik kebelakang sekilas dan kembali menatap kedepan.

Zayyan tidak menghiraukan Azka dan Farhan. Tangannya sibuk mengusap kepala Nafisa yang berada dipelukannya.

"Mas?" panggil Nafisa.

"Hm."

"Mas sakit?"

Kening Zayyan mengerenyit heran. "Enggak, kenapa emang?"

Nafisa menggeleng. "Aneh aja, gitu. Mas, kan, galak, emosian, kasar, kok tiba-tiba lembut kayak gini?"

Zayyan meringis dalam hati, ia sadar, ia juga tahu atas semua sikap dan perilakunya yang disebutkan oleh Nafisa tadi. Tapi kan, waktu itu ia masih belum sadar dan tak acuh pada Nafisa. Namun, sekarang, ia akan perlahan membuka hati untuk istrinya ini.

Zayyan menangkup wajah Nafisa agar menatapnya. "Hm, gue tahu. Gue juga sadar. Gue bener-bener minta maaf sama kesalahan gue waktu itu—" Zayyan menjeda ucapannya.

"Gue mau belajar buka hati dan mulai  lupain masa lalu. Naf, lo mau kasih gue kesempatan dan mulai segalanya dari awal, lagi?" tanya Zayyan penuh harap.

Nafisa terdiam, ia meremat ujung jaket Zayyan sambil menelan salivanya susah payah.

"Aku udah maafin Mas, kok. Tapi kalau untuk ngasih kesempatan dan mulai segalanya dari awal ... Aku minta maaf."

Zayyan tersenyum getir, hatinya tiba-tiba terasa perih. Jadi, ini yang dirasakan Nafisa saat ia selalu menolak istrinya itu? Kepingan-kepingan masa lalu saat Nafisa berusaha mendekatinya walaupun sering terkena bentakan dan kekerasan terputar bak kaset rusak di otaknya. Perempuan ini selalu sabar dan sabar dalam menghadapinya. Tapi ia? Malah menyia-nyiakan perempuan sebaik Nafisa.

ZAYYAN & NAFISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang