CHAPTER 2

17.8K 1.3K 9
                                    

Lagi -lagi Rayyan termenung, memikirkan kejadian yang barusan terjadi, apa lagi rasa canggung yang ia rasakan saat berhadapan dengan kedua saudara pemilik tubuh ini kembali terasa.

Padahal di dunianya dulu, ia tidak sungkan untuk menggoda sang adik. Di saat seperti ini, ia jadi rindu dengan adik nakalnya itu.

Karena memikirkan hal ini secara terus menerus membuat kepalanya menjadi pusing.

‘Huh, tuh kan jadi pusing nih kepala.’ Batin Rayyan kesal, lalu memilih merebahkan tubuhnya di ranjang, apa lagi badannya yang terasa kurang sehat.

Rayyan terlelap tidak lama setelah itu, padahal ia adalah tipikal anak yang akan sulit untuk tidur cepat.

Di dalam mimpinya, Rayyan terasa di tarik ke dalam lubang hitam yang sangat besar,  bahkan tubuh yang terlelap itu mengeluarkan keringat yang membasahi kaos yang ia pakai.

Di mimpi itu, jiwa Rayyan terasa kosong, rasanya hampa, seperti tidak ada alasan bagi ia untuk bisa tinggal lebih lama di sana, saat kakinya melangkah menelusuri jalan yang tak berujung, ia merasakan sebuah tepukan dari belakang mengenai pundaknya.

Tubuhnya berbalik, menatap seseorang di depannya, walau pun di sana terasa gelap, namun entah mengapa dirinya dapat menatap iris berwarna coklat keemasan itu, sorot matanya yang teduh membuat hati Rayyan merasa iba.

“Hai Rayyan!” suara remaja itu dapat mengalihkan fokusnya.

“Siapa?” tanya Rayyan penasaran, apa lagi di sana hanya ada kegelapan, namun anehnya mata itu seperti berkilau dalam gelapnya malam.

“Aku Rayyan, pemilik asli tubuh yang kamu tempati.” Jawab pemuda itu sendu, lalu tiba-tiba gelapnya malam tergantikan dengan cahaya yang bersinar.

“lalu kenapa aku bisa berada di dalam tubuhmu?” tanya Rayyan bingung, ia tidak mengerti, sebenarnya apa alasan dirinya bisa berada di dunia ini.

“Entahlah, aku juga tidak mengetahuinya.” Jawab pemuda itu.

“he, bukankah kau penyebab aku masuk ke dalam tubuhmu?” tuduh Rayyan.

“Mungkin karena yang di Atas?” jawab pemuda itu ragu.

“kau....” decak Rayyan mulai kesal, ‘nih anak polos-polos bego ya’ batinnya menggerutu.

“Katakan apa maumu?” Tanya Rayyan karena melihat pemuda di depannya tipikal anak yang suka berbelit.

“Tidak ada, hanya saja kamu harus bersabar sampai kamu bisa kembali ke duniamu, dan ya maaf untuk saat ini dan seterusnya, sampaikan permintaan maafku pada semuanya, maaf jika tidak bisa mengatakannya langsung.” Ucapnya lirih.

Dapat Rayyan lihat bahwa remaja di depannya ini tengah menahan tangis, apa lagi mendengar suaranya yang bergetar seakan tidak sanggup mengucapkan semua kata itu.

“jadi aku bisa kembali ke duniaku?” pekik Rayyan senang, pemuda di depannya mengangguk sebagai jawaban.

“Oke, aku hanya harus bersabar kan?” tanya Rayyan yang mendapat anggukan lagi.

Rayyan memekik girang, akhirnya ia tidak perlu repot untuk memikirkan cara agar ia bisa kembali ke dunianya, tapi apa alasan Rayyan di hadapannya ini menyuruh dirinya agar bersabar? Ia jadi penasaran, namun tak ayal ia urungkan niatnya agar kembali bertanya.

“Baiklah Rayyan aku pamit, selamat tinggal!” pamitnya lalu menghilang, setelah pemuda itu pamit dan menghilang, tubuh Rayyan terasa di tarik kembali menuju alam sadarnya.

Tubuh Rayyan terkejut dalam tidurnya, saat dirinya melihat sekeliling, ternyata dirinya masih berada di dalam novel, apa lagi saat ia melihat sebuah selang infus yang menempel di punggung tangannya.

Namun saat dirinya ingin menarik selang itu secara paksa, tiba-tiba kepalanya terasa sakit, muncul kilasan-kilasan ingatan pemilik tubuh asli ini.

“Argh.....” erangnya keras, bahkan sampai terdengar di lantai bawah.

“Kenapa kamu jahat sekali Rayyan?” tanyanya lirih, lalu pingsan karena rasa sakit yang kuat menyerang kepalanya, apa lagi di iringi darah yang keluar dari lubang hidungnya.

“RAYYAN!” pintu kamar Rayyan di buka , menampilkan ayah serta bundanya yang terkejut mendengar teriakan dari sang anak.
.
.
.
.

Rayyan meringis tertahan saat masih merasakan rasa sakit di kepalanya, ya walau pun tidak sesakit yang ia alami tadi.

“Awsh...” kernyitnya.

“Akhirnya kamu bangun sayang, ada yang sakit?” tanya sang bunda yang sedari tadi menunggunya membuka mata.

“Tidak ada bunda.” Jawabnya pelan, ia merasa tidak punya muka menghadap sang bunda setelah mengingat ingatan Rayyan pemilik tubuh ini, apa lagi Rayyan asli sering berbohong atas apa yang telah terjadi, tapi apa alasannya ia melakukan hal itu?

“lebih baik kita ke rumah sakit saja, lihat lah wajah pucatmu itu!” suara bariton seorang pria yang tengah duduk di sofa mengalihkan perhatiannya.

Rayyan memandang sejenak pria itu, lalu berujar.

“Ayah, pernah kah ayah melihat wajah anakmu ini tidak pucat?” jawab Rayyan sarkas membuat suasana menjadi canggung.

Kenyataannya memang benar, tidak ada hari-hari pemilik tubuh ini merasakan tubuhnya sehat, yang ada hanya wajah sakit-sakitan yang membuat orang-orang menjadi iba saat melihatnya.

“Bukan seperti itu nak.. ayah hanya...” ucap sang bunda terpotong.

“Ayah dan bunda keluarlah, aku hanya ingin sendiri sekarang...” ujarnya lalu membelakangi mereka berdua.

Aryan dan Dian tidak bergeming, apa mereka salah ucap? Memang benar ucapan sang suami, bahwa wajah sang putra lebih pucat dari hari biasanya, tapi kenapa anaknya menjadi sensitif begini? Sudah lah lebih baik memberi waktu anaknya seorang diri agar mengembalikan mood Rayyan, Dian menarik tangan sang suami agar mengikutinya keluar dari kamar sang anak.

Di dalam selimut Rayyan menangis, kenapa dirinya menjadi cengeng seperti ini, bahkan hanya dengan mendengar perkataan itu membuat hatinya sakit.

Rayyan menangis sangat lama hingga terlelap akibat terlalu lama menangis, bahkan ia tidak mengetahui bahwa sosok yang telah menjadi kembarannya berdiri di balik pintu kamar miliknya.

‘Sesakit itu kah?’ tanya Zayyan dalam hati saat mendengar sang kembaran menangis hingga tertidur lelap.

Sejujurnya, Zayyan ingin sekali menghampiri sang kembaran yang tengah menangis, namun mengingat sikap sang kembaran padanya membuatnya menjadi emosi.

'Dasar penyakitan' decaknya dalam hati, lalu pergi dari sana, mengurungkan niat sebelumnya yang ingin menghampiri sang kembaran.

Tidak ada yang tahu hubungan persaudaraan mereka yang merenggang seiring berjalannya waktu, padahal saat masih kecil mereka tidak dapat di pisahkan satu sama lain seperti layaknya sebuah perangko.

Namun setelah Rayyan sang kembaran di nyatakan terkena autoimun membuat hubungan mereka merenggang, bahkan saat usia mereka yang sekarang telah menginjak usia lima belas tahun, tidak ada salah satu dari mereka yang mau mengalah untuk memperbaiki hubungan yang rusak, yang ada hanya keterdiaman dalam hubungan mereka.

Mereka hidup satu rumah, namun seperti ada tembok yang memberi batas antara keduanya.









Vote and coment, aku maksa....😌

the twins sick figure (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang