Keesokan paginya, Rayyan bangun seperti biasa, dan beraktifitas seperti biasa, hanya saja, pandangan keluarganya menatapnya membuatnya terganggu, mereka menatap Rayyan seakan ia telah melakukan perbuatan yang salah.
Apa lagi saat sarapan, mereka tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun, bahkan makanan yang berada di piring mereka tidak sedikit pun mereka sentuh.
"Ada apa?" Tanya Rayyan karena merasa terusik.
"Tidak, hanya saja kau tampak tenang!" Jawab Zayyan cepat.
"Jangan menatapku seperti itu, itu membuatku terganggu." Balas Rayyan sarkas.
Mereka semua terdiam, apa lagi Zayyan yang merasa bingung, apakah adiknya ini melupakan kejadian semalam? Tidak mungkin kan?, jika memang benar adiknya melupakan hal itu, ini sebuah keberuntungan.
Bibir Zayyan tanpa terasa melengkung membentuk senyuman, harapannya kini terkabul, padahal ia sudah bersiap jika ada sesuatu yang terjadi.
"Ray, apakah benar semalam kamu...." ucapan Dian terpotong, apa lagi sorot mata Zayyan yang meminta sang bunda agar tidak menanyakan kejadian semalam.
"Hem?" Saut Rayyan karena kurang jelas mendengarkan perkataan sang bunda.
"Ah, bukan apa-apa, lanjutkan sarapanmu!" Balas Dian, Rayyan hanya menuruti ucapan sang bunda, ia terlihat begitu menikmati acara sarapannya pagi ini, entah karena apa.
Mereka semua melanjutkan acara sarapan mereka, dan berusaha melupakan kejadian semalam.
Flash back.....
Zayyan tidak bisa menutup matanya, padahal sekarang telah pukul dua belas malam, hatinya tidak tenang memikirkan kejadian yang di alami sang adik, apa lagi ia tidak tahu menahu kronologinya karena mental sang adik tengah terguncang.
Ia berulang kali berjalan ke arah pintu guna memastikan orang tuanya telah datang, bahkan para pekerja di sana sudah kewalahan mengingatkan Zayyan untuk segera beristirahat. Tepat pukul setengah satu dini hari, akhirnya Aryan dan Dian telah datang.
Zayyan buru-buru menghampiri keduanya, ia tidak sabar untuk segera menceritakan kejadian yang adiknya alami.
Aryan dan Dian bingung, karena baru kali ini anak pertamanya datang menyambut mereka setelah perjalanan bisnis, namun ada yang beda dengan raut wajah anaknya, bukan rasa senang yang terlihat, melainkan tatapan cemas.
"Kenapa beluk tidur Zay?" Tanya Dian pada sang anak, Amira yang tengah terlelap di gendongannya ia berikan kepada sang suami agar menidurkannya di kamar sang anak.
"Ayah, bunda, ada sesuatu yang harus aku beritahukan pada kalian!" Ucap Zayyan.
Aryan dan Dian saling pandang lalu mengangguk.
"Tunggu di sini, ayah akan segera kembali!" Titahnya, lalu pergi ke kamar si bungsu.
Selang beberapa menit, kini mereka bertiga telah berkumpul di ruang tengah, suasana begitu hening menyelimuti keterdiaman mereka.
"Ada apa Zay?" Tanya Aryan.
"Ayah, bolehkah kita hanya berbicara bertiga?" Pinta Zayyan.
Aryan yang mengerti maksud dari perkataan sang anak memerintahkan penjaga agar beranjak dari sana, sepertinya anaknya ini ingin membicarakan hal yang serius.
"Sekarang bicaralah!" Titah Aryan setelah memastikan tidak ada seorang pun yang mendengarkan pembicaraan mereka.
"Sebelum itu, berjanjilah bahwa ayah dan bunda tidak akan mengahakimi sendiri!" Pinta Zayyan, mereka berdua mengangguk atas permintaan sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
the twins sick figure (END)
عشوائيKarya 3 "APA?" pekik seorang pemuda bernama RAYYAN SAPUTRA. "Bagaimana bisa?, wah nggak ngotak nih..." sanggahnya tak percaya, padahal ia hanya memaki novel yang di lemparkan sang adik padanya, dan berujung dirinya memasuki novel ini. Yang dia ketah...