CHAPTER 24

9.1K 756 52
                                    

SPESIAL CHAPTER
buat pecinta Zayyan.....

.
.
.
.

"RAY KELUAR..." titah Zay, ia harus bisa merahasiakan hal ini dari sang adik, ia tidak ingin adiknya merasa tertekan.

"Tapi kak aku..."

"KELUAR, CEPAT!" Sekali lagi Zayyan berteriak di hadapan semua orang yang berada di ruangan tersebut, sedangkan Rayyan hanya menururi ucapan sang kakak, apa lagi baru kali ini kakaknya itu membentaknya.

Aryan dan Dian terdiam menyaksikan hal yang di lakukan sang anak, karena baru pertama kali melihat amarah sang putra yang meledak.

Setelah adiknya keluar dari sana, Zayyan bersimpuh di hadapan kedua orang tua Tama memohon ampun, ia berharap tindakannya ini dapat membuat hati kedua orang tua Tama luluh, namun ternyata tidak, orang tua Tama semakin murka karena mereka pikir dalang di balik kejadian yang menimpa anak harus di balas dengan setimpal.

Dian ingin menghentikaan sang anak, namun tangannya di tahan dan mendapat gelengan dari sang suami.

Jefri mulai menyakinkan orang-orang yang berada di dalam sana, ia dengan sengaja menunjukkan rekaman setelah penusukkan itu gerjadi, jangan lupakan sosok Rayyan yang terlihat menyeramkan di dalam sana.

Aryan dan Dian terkejut melihat rekaman tersebut, namun kepercayaan mereka lebih besar untuk sang anak, ketimbang video yang mungkin hanya sebuah perangkap untuk anak mereka.

Kepala sekolah itu menghela nafas, ingin menyatakan Rayyan tidak bersalah tetapi bukti telah ada. Alhasil, tidak ada pilihan lain lagi selain mengeluarkan Rayyan dari sekolah.

"Baiklah, saya telah mengambil keputusan...., tidak mungkin bagi Rayyan untuk di penjarakan karena masih tergolong di bawah umur, maaf keputusan saya memberatkan pihak lainnya, saya sebagai orang yang bertangung jawab atas kejadian di kawasan sekolah memutuskan bahwa Rayyan akan kami dropout dari sekolah kami." Final kepala sekolah itu.

"Apa? Saya tidak terima, bajingan itu harus di penjara, saya tidak terima!" Tolak ibu Tama.

"BAGAIMANA JIKA KORBAN SEBENARNYA ADALAH ORANG YANG KALIAN TUDUH SEBAGAI PELAKU? BAGAIMANA?!" Murka Zayyan, bahkan wajah anak itu memerah, ia tidak terima, bagaimana semua orang bisa menuduh adiknya sebagai pelaku padahal sebenarnya seorang korban.

"ASAL KALIAN TAHU, ANAK KALIAN LAH PELAKU SEBENARNYA, dan karena ulah anak kalian lah adikku sampai memiliki trauma yang mendalam, bagaimana bisa kalian memutuskan semua itu tanpa mengetahui kebenaran di baliknya, bagaimana?" Lirih Zayyan, kenapa tidak ada pihak yang mempercayai adiknya, bahkan orang tua kandung mereka sedari tadi hanya terdiam atas keputusan yang tidak adil untuk Rayyan, anak mereka, juga seorang korban.

Zayyan menatap kecewa orang tuanya, ia pikir dengan hadirnya mereka dapat memudahkan masalah ini, namun ternyata tidak, ada dan tidaknya orang tuanya di sini tidak ada bedanya.

Ia memutuskan keluar dari ruangan itu, kenapa hidup tidak adil untuk ia dan adiknya, Dian ingin mengikuti langkah sang anak namun lagi-lagi harus di tahan oleh sang suami.

"Baiklah kalau itu keputusan kepala sekolah, kami permisi!" Ucap Aryan tanpa pembelaan.

Sedangkan ketiga orang tua pemuda itu di buat menengang, mereka tidak berfikir sampai kearah sana.

"Saya akan menerima keputusan bapak!" Final orang tua dari Tama begitu pula dengan orang tua Jefri dan Doni, mereka khawatir jika permasalahan ini berkelanjutan akan merusak citra mereka sebagai orang terpandang.

Keputusan itu tanpa di sadar hanya merugikan satu pihak lainnya, miris bukan, jika korban menutup mulutnya, itu seakan membuktikan bahwa ia lah sebagai pelaku bukan sebagai korban, dan mungkin mayoritas orang, uang dan kekuasaan dapat membuat orang berbuat sedemikian rupa.

Pintu kantor terbuka, mata Zayyan melebar saat melihat sang adik masih berdiri di depan pintu, yang menandakan adiknya itu mendengar segalanya yang telah terjadi di dalam sana.

"Kau...."

"Tenang saja kak, aku tidak mendengar apa pun!" Ucap Rayyan sembari tersenyum.

'Ah, ternyata adiknya mendengar semuanya' pikir Zayyan, apa lagi melihat senyum teduh adiknya.

"Lebih baik kita pulang sekarang, kita akan mencarikan sekolah terbaik untukmu setelah ini!" Tukas Zayyan, ia menggandeng tangan sang adik agar mengikuti langkahnya.

Aryan dan Dian hanya bisa menyaksikan kepergian kedua putra mereka dari belakang, hati mereka tersentuh melihat kedekatan kedua putranya, namun rasa sakit juga turut menghampiri saat mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk sang anak.

Saat Rayyan dan Zayyan sampai di dalam kelas, beberapa murid mulai berbisik, dan tentunya bisikan itu masih saja terdengar, mereka membisikkan kabar bahwa Rayyan akan di keluarkan dari sekolah, bagaimana bisa mereka mengetahuinya? Karena saat keributan di ruang kepala sekolah tengah terjadi, beberapa murid dengan sengaja menguping dan menyebar luaskan apa yang mereka dengar.

"Tidak usah kau dengarkan!" Titahnya, tangannya beralih menutupi kedua telinga sang adik.

"Aku baik-baik saja kak!" Jawab Rayyan, tangan kakaknya ia singkirkan, lalu mengambil tas ransel miliknya.

Semua kejadian di pagi hari akhirnya terjawab, alasan kenapa orang tua dan para murid memandangnya intens.

Rayyan mengucap syukur dari dalam hati, setidaknya ia telah membalas dendam sebelum keluar dari sekolah ini, walau sebenarnya ia sangat ingin membalas si Jefri yang menjadi akar dari permasalahan ini, Rayyan harap semoga Jefri menjadikan semua ini pelajaran.

Ya walau pun sebenarnya ia memang tidak mengingat kejadian semalam, namun tak apa, ia sudah puas dengan semua itu, apa lagi sekarang ia telah terbebas dari siksa dunia ini, Rayyan harap, semoga hidupnya akan lebih baik setelah pindah dari sini.

Namun, tidakkah Rayyan memikirkan bahwa pemikirannya itu percuma, penindas tidak hanya dilakukan Jefri saja, namun masih banyak lagi remaja melakukan hal yang serupa.

"Sudah selesai?" Tanya Zayyan, Rayyan mengangguk, lalu mereka pergi menuju parkiran, karena orang orang tua mereka telah menunggu disana.

Setiap kakinya melangkah, semua pandangan terarah pada mereka, bahkan ada juga yang memandang remeh serta mengejek, namun mereka berdua abai akan hal itu, dan meneruskan langkahnya.

Zayyan di buat khawatir sekaligus senang, ia khawatir apakah penyakit sang adik mempengaruhi ingatan adiknya, namun ia juga senang karena adiknya melupakan kejadian yang begitu menyiksa psikis sang adik.

Jika waktu pemeriksaan sang adik tiba, ia akan menanyakan hal ini pada dokter Fahri, mungkin ada suatu alasan yang menyebabkan adiknya melupakan kejadian semalam.

Mereka memasuki mobil di kursi penumpang, kedua orang tuanya hanya tersenyum tipis sesaat setelah mereka memasuki mobil.

"Jangan dipikirkan Ray, mungkin ini pilihan terbaik untukmu, dan ayah juga akan memilihkan sekolah yang seluruh muridnya tidak akan bisa menyakitimu." Janjinya pada sang anak.

Rayyan hanya berdehem saja, rasanya percuma jika orang tuanya berujar demikian, karena ia tahu, setiap ucapan yang orang tuanya lontarkan lebih banyak mereka ingkari.

Selama perjalanan pulang, hanya ada kesunyian di sana, masing-masing dari mereka memikirkan hal berbeda untuk ke depannya.





Kadang aku sendiri mikir, ini Rayyan sebagai mc, tapi kenapa rasanya hanya sebagai beban aja sih😭
Tapi beralih lagi, semua karena selera penulisanku yg aneh.... 🤧

Vote and coment juseyo.....

the twins sick figure (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang