Saat ini Rayyan tengah asik merebahkan diri di dalam kamarnya, bunyi ponsel di atas nakasnya membuat matanya yang semula terpejam kembali terbuka, ia raih ponsel itu lantas mengeceknya, dan benar saja, ada sebuah pesan dari nomor tak di kenal terkirim di ponselnya.
Rayyan mengernyit, seingatnya ia tidak pernah mendapat pesan seperti ini sebelumnya, bahkan ia juga tidak pernah membuat masalah.
Karena rasa penasarannya, akhirnya ia memutuskan membalas pesan anonim tersebut, "siapa?" Tanyanya, apa lagi pesan itu berisikan sebuah kata yang membuat Rayyan bingung, apakah ia melupakan orang itu, tapi kenapa ia tidak mengingatnya.
Pesan teks yang Rayyan kirim terbalas dengan dering ponsel dari miliknya, dan benar saja, nomor anonim itu yang meneleponnya.
"Hai Ray." Suara datar itu terdengar dari seberang sana.
"Siapa?" Jawab Rayyan, karena merasa tidak pernah mengenali siapa pemilik suara itu.
"Tidak kah kau ingat aku Ray?" Godanya.
"Jangan bertele-tele, atau akanku tutup panggilanmu!" Pekik Rayyan, kenapa orang itu suka sekali bermain-main.
"Datang saja di taman **** siang ini jika kau ingin tahu." Jawabnya seakan memberikan teka-teki yang harus Rayyan jawab.
"Jangan main-main." Peringat Rayyan.
"Sejak kapan aku bermain-main, datanglah jika kau ingin tahu, datang, atau kau akan mendapatkan masalah." Ancam orang itu.
Karena merasa jengah, dengan perasaan kesal Rayyan mematikkan panggilan itu sepihak, lalu kembali meletakkan ponselnya di atas nakas, tidurnya jadi terganggu akibat ulah dari seseorang yang iseng, masa bodoh, ia tidak akan menuruti ucapan pria itu, lebih baik ia melanjutkan tidurnya yang terganggu, apa lagi sekarang matahari sedang terik-teriknya, melakukan tidur siang adalah pilihan terbaik.
Andaikan sekarang bukan hari minggu, mungkin ia akan bertemu dengan Rafli, rasanya membosankan hanya berdiam diri di sini.
Di saat Rayyan hampir terlelap, lagi-lagi ada sesuatu yang mengganggunya, suara ketukkan itu terdengar dari balik pintu kamarnya.
"Ray, ini aku!" Ucap Zayyan dari balik pintu, Rayyan berdecak, kenapa ia tidak di biarkan untuk tidur siang, ada saja yang mengganggu waktu tidurnya.
"Ada apa kak?" Sahutnya dengan nada terdengar kesal.
"Bolehkah aku masuk?" Tanya Zayyan lagi.
"Masuk saja, lagian sejak kapan kakak meminta izinku?!" Pekik Rayyan kesal.
Zayyan memasuki kamar Rayyan dengan senyum yang sedikit kikuk, sore nanti Zayyan berencana ingin mengajak sang adik mencari udara segar, karena sudah lama ia tidak menghabiskan waktu dengan adiknya, karena begitu banyak urusan yang ia lakukan.
Entah adiknya mau atau tidak, tapi ia berharap, semoga saja adiknya mau menghabiskan waktu weekend bersama dengannya.
"Ada apa?" Tanya Rayyan datar.
"Aku ingin mengajakmu untuk cari angin di sore hari!" Ucapnya.
Rayyan berfikir sejenak, haruskah ia menyetujuinya atau tidak, sebenarnya Rayyan malas, namun jika tidak ikut, otomatis ia harus terkurung di mansion ini seharian penuh, tidak, mungkin lebih tepatnya selama sehari semalam.
"Bagaimana dengan ayah bunda?" Tanya Rayyan, karena ia takut kejadian sebelumnya akan terulang kembali.
"Tenang saja, aku sudah meminta izin pada mereka, jadi kamu tenang saja." Jawab Zayyan, memang benar ia telah meminta izin, bahkan sejak semalam, dan beruntungnya, orang tua mereka menyetujuinya.
"Baiklah, ingatkan aku nanti, jadi sekarang aku meminta tolong pada kakak, kakak keluarlah, aku mengantuk." Usir Rayyan, ia tidak bohong, bahkan ia sedari tadi menahan mati-matian agar matanya tidak tertutup.
Zayyan menghela nafasnya, padahal ia ingin berbincang lebih lama dengan sang adik, namun apa boleh buat, terlihat dari wajah sang adik yang menahan rasa kantuk, akhirnya ia keluar dari sana.
.
.
.
.Sesuai ucapan Zayyan padanya siang tadi, kini Rayyan tengah bersiap-siap untuk pergi, mereka berencana menikmati sunset di taman pinggir kota, walau pun akan sedikit memakan waktu, Rayyan pikir tak apa, setidaknya ia bisa menikmati senja yang bisa memanjakan matanya.
Rayyan harus bergegas karena sang kakak dan adiknya tengah menunggu di bawah, itu di luar rencana, awalnya hanya Rayyan dan Zayyan saja, namun, Amira yang melihat Zayyan tengah bersiap untuk pergi ingin bergabung, bahkan menangis hingga tersedu-sedu.
Karena tidak tega, alhasil mereka mengiyakan saja, lagi pula orang tua mereka juga mengizinkan sang adik untuk bergabung, jadi untuk hari ini, Rayyan fikir tidak buruk juga kalau harus pergi bertiga, lagi pula Rayyan malas untuk di ganggu, ia butuh ketenangan, biarkan saja kakaknya itu menjaga Amira, jika seperti itu, kan Rayyan bisa memiliki waktu untuk menikmati pemandangan senja, lagi pula adiknya tidak akrab dengannya, atau bahkan mungkin saja adiknya lebih nyaman bersama sang kakak Zayyan ketimbang dirinya.
Setibanya di taman, Rayyan memilih duduk di bangku taman, sedangkan sang kakak tengah mengantar Amira membeli sebuah ice cream di sebrang jalan.
Lagi-lagi, sebuah notif pesan tersemat di ponselnya, Rayyan memilih abai, lagi pula sampai detik ini, ia masih baik-baik saja, selama dia mengabaikan pesan itu, mungkin ancaman dari orang itu akan berhenti.
"Kau tidak datang, lihat saja, akan ada kejutan spesial untukmu."
"Ck, lo pikir gue peduli?!" Decaknya saat membaca pesan tersebut, namun rautnya berubah menjadi tenang, kakaknya sengaja membelikan sebuah ice cream untuknya, ya walau pun ia harus memakan setengahnya saja, tapi tak apa, itung-itung ia mengobati rindunya akan rasa manisnya ice cream.
Rayyan begitu menikmati ice creamnya, ia dengan perlahan menyendokkan ice cream ke dalam mulutnya, sesekali matanya menatap orang-orang yang berada di taman.
Suasananya begitu tenang, Rayyan suka itu, jika ia di perbolehkan untuk meminta sesuatu, mungkin Rayyan akan memilih menghabiskan waktunya untuk mencari angin dan membeli jajanan yang tidak pernah ia rasakan, terutama ice cream yang menjadi makanan favoritnya.
Rayyan menghabiskan waktu sorenya bersama kedua saudaranya, begitu banyak hal yang telah Rayyan lewatkan, bahkan untuk menikmati waktu senja saja ia jarang, lagi pula begitu banyaknya larangan membuat ia menjadi enggan untuk melakukan sesuatu.
Di rasa hari telah menjelang malam, mereka memutuskan untuk pulang, tapi sebelum itu, mereka menyempatkan untuk pergi ke restoran untuk makan malam.
Dalam perjalanan pulang, Raut senang dapat Zayyan lihat dari wajah sang adik, hatinya tersentuh, bahkan hanya untuk berada di taman saja sudah membuat adiknya bahagia, bagaimana jadinya jika sang adik sembuh?, mungkin adiknya itu akan pergi ke tempat-tempat yang ingin di kunjungi tanpa ada larangan dari orang tua mereka.
Namun sekali lagi, Zayyan mungkin melupakan satu fakta, bahwa harapan untuk kesembuhan sang adik sangatlah kecil, kalau pun adiknya bisa sembuh, mungkin itu hanya keajaiban dari sang maha pencipta atas kemurahan hati-Nya pada umat-Nya.
Seperti biasa....
Vote and coment juseyo......
KAMU SEDANG MEMBACA
the twins sick figure (END)
RandomKarya 3 "APA?" pekik seorang pemuda bernama RAYYAN SAPUTRA. "Bagaimana bisa?, wah nggak ngotak nih..." sanggahnya tak percaya, padahal ia hanya memaki novel yang di lemparkan sang adik padanya, dan berujung dirinya memasuki novel ini. Yang dia ketah...