CHAPTER 31

6.7K 563 9
                                    

Setelah mengantar Rayyan pulang, Rafli memutuskan untuk menuju ke sekolah Rayyan yang dulu, ia sudah tidak tahan lagi. Hari ini, bagaimana pun caranya, ia akan mencari jalan keluarnya.

Rafli memang sengaja mencari tempat sekolah Rayyan yang dulu, karena ia yakin, semua kejadian itu berawal dari sekolah itu, apa lagi ada kembaran dari Rayyan.

Ia menunggu di depan pintu gerbang sekolah, karena sekarang memang belum waktunya pulang, anggap saja ia tadi membolos, karena sudah tidak sabar akan keputusannya.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya bel sekolah terdengar, dapat Rafli lihat murid-murid berbondong-bondong keluar dari kawasan sekolah, ia dengan cermat mencari keberadaan Zayyan, karena hanya itu yang bisa ia lakukan untuk sekarang.

Sepuluh menit mencari, akhirnya Rafli menemukan keberadaan Zayyan, dengan cepat ia berlari menuju parkiran saat ia lihat Zayyan yang bergegas menaiki mobilnya.

"TUNGGU!" pekiknya saat melihat Zayyan hampir memasuki mobil.

"Ada apa? Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Zayyan, ia heran, kenapa teman adiknya ini bisa sampai di sini?

"Ada yang harus aku tanyakan sama kamu!" Ucapnya.

"Aku nggak ada waktu." Zayyan kembali membuka pintu mobilnya, namun pergerakannya terhenti saat Rafli mengucapkan nama sang adik.

"Tapi ini menyangkut Rayyan....!" Kesal Rafli, susah sekali berbicara dengan kembaran Rayyan ini.

"Katakan, ada apa dengan adikku?" Ucap Zayyan dengan rasa penasarannya.

"Apakah di sini adikmu mengalami sebuah kejadian?" Tanya Rafli ambigu, namun ia yakin, Zayyan tentu akan memahami maksudnya.

Zayyan mengerti ke mana arah pembicaraan yang di ucapkan Rafli, ia dengan nada dingin mengajak Rafli agar mengikutinya.

"Katakan!" Ucap Zayyan setelah tiba di sebuah taman dekat sekolah.

"Dengar, bukannya aku menuduh Rayyan, hanya saja..... di sekolah terjadi sesuatu pada Rayyan." Ucap Rafli.

"Apa maksudmu? Sesuatu seperti apa?" Tanya Zayyan, apakah adiknya mengalami hal yang buruk?

Rafli memutar Video itu di ponselnya, dan menyodorkannya di hadapat Zayyan, raut terkejut Zayyan tidak bisa di sembunyikan, pasalnya ia sudah percaya dengan apa yang di ucapakan sang ayah, yang mengatakan hal ini tidak akan terulang kembali, tapi apa sekarang? Kenapa seseorang mempunyai video itu.

"Dari mana kamu dapat video ini hah?!" Tanyanya, bahkan wajahnya memerah menahan amarah, orang buruk siapa yang berani menyebarkan hal ini pada adiknya.

"Apa ini benar?" Tanya Rafli, semoga saja ini tidak benar, jika ternyata Rayyan melakukannya, mungkin keputusannya salah.

Zayyan menggeleng, bagaimana ia bisa menjelaskan situasinya saat itu, jika ia saja tidak berada di sana.

"A aku tidak tahu!" Jawabnya terbata.

"Bukankah kau juga berada di sana, lalu kenapa kau tidak tahu?" Kesal Rafli, ingin sekali ia menonjok wajah Zayyan saat ini.

"Aku memang berada di sana, tapi aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya, bahkan aku sampai sekarang masih mencari kebenarannya, dan karena kejadian itu..... membuat adikku trauma, bahkan ia telah melupakan peristiwa itu." Jawab Zayyan.

"Lalu.... apakah ini alasan keluarga kalian merahasiakan ini pada Ray? Apakah kalian tahu, bahwa semenjak video itu tersebar, selama berada di sekolah ia menjadi anak yang pendiam, bahkan anak itu selalu terlihat ketakutan, dan kamu tahu apa alasannya? Anak itu hanya takut keluarganya mengabaikan dirinya setelah melihat video dirinya membunuh seseorang, dan kalian!, kalian dengan sengaja merahasiakan hal itu pada Rayyan." Luapnya.

"Kami melakukan hal itu justru karena takut Rayyan mengingat traumanya, andaikan kau tahu bagaimana tersiksanya kami di saat traumanya kambuh, bahkan Rayyan sendiri seperti tidak mengenal dirinya, ia hanya berdiam diri tanpa melakukan apa pun dengan tatapan kosong, jadi kenapa kami harus memberitahunya sedangkan alam bawah sadarnya saja menghapus ingatannya?!" Jawab Zayyan panjang lebar, ia sudah tidak tahan, bagaiaman bisa teman adiknya ini mengambil sebuah kesimpulan tanpa memikirkan pihak lain.

Rafli tidak tahu harus menjawab apa lagi, ia tidak bisa berfikir sampai kesana karena rasa kesal, ia tidak bisa memikirkan alasan keluarga Rayyan merahasiakan hal ini sebelumnya.

"Jadi sekarang, apakah kamu sudah tahu alasan dibalik Rayyan melakukan itu?" Tanya Rafli kembali.

Zayyan menggeleng, "belum, sampai saat ini aku masih mencari kebenaran di baliknya." Sesalnya, sampai sejauh ini ia masih tidak bisa menemukan apa dan karena apa alasan sang adik melakukannya, apa lagi adiknya melupakan peristiwa tersebut.

"Hah, tidak ada cara lagi, bagaimana jika kita bekerja sama? Itu pun jika kamu memikirkan Rayyan!" Ajak Rafli, setidaknya ia akan berusaha, walau pun hasil akhirnya mungkin membuatnya kecewa.

"Baik lah, dan aku melakukan hal ini hanya untuk adikku, jadi jangan berpikir terlampau jauh." Putusnya.

Setelah kesepakatan yang mereka buat bersama, mereka saling bertukar kontak masing-masing guna melanjutkan rencana mereka sebelumnya.

Dirasa urusan antara Rafli telah usai, Zayyan kembali menaiki mobilnya dan bergegas kembali ke mansion, setelah mendengar penjelasan Rafli tadi, Zayyan jadi mengerti alasan di balik tubuh sang adik semakin kurus, bahkan hasil pemeriksaan sang adik pun kian mengkhawatirkan.

.
.
.
.

Setibanya di mansion,  Zayyan memutuskan untuk pergi ke kamar sang adik, ia ingin memastikan keadaan adiknya, ia tidak bisa membayangkan rasa sakit seperti apa yang di rasakan sang adik, bahkan hanya dengan mengingat raut adiknya membuat hatinya sakit.

Zayyan memasuki kamar Rayyan, tatapannya berubah sendu, ia melangkah perlahan menuju ranjang sang adik.

Ia bertanya-tanya dalam hati, kenapa adiknya selalu di kelilingi oleh masalah yang datang turut berganti, Zayyan tidak habis fikir, apa salah sang adik harus menerima takdir seperti ini? Belum cukup adiknya menerima penyakit yang membunuh dengan perlahan, kini adiknya harus di hadapkan lagi dengan kejadian yang selalu berulang.

"Maafkan kakak Ray, kakak tidak bisa menjagamu, andaikan semua bisa ku ubah, mungkin aku akan memilih diriku yang merasakan sakitmu." Ucapnya di samping sang adik yang tengah terlelap.

"Dan maafkan kami telah membohongimu, sebenarnya kami telah mengetahui hal itu, hanya saja.... hati kami sakit, saat mengingat bagaimana tersiksanya kamu dengan trauma yang menggerogoti mentalmu, jadi maafkan kami Ray, kami tidak ada pilihan lagi selain melindungi dengan cara seperti itu." Ucap Zayyan penuh sesal, tidak ada pilihan yang dapat mereka pilih selain menyembunyikan kebenarannya kepada Rayyan.

Sedangkan Rayyan tidak merespont apa pun, dirinya mendengar semua ucapan yang keluar dari bibir sang kakak, namun jika ia membuka mata, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk mengucapkan sebuah kata, itu pilihan yang sulit baginya, di satu sisi keluarganya sengaja menyembunyikan sebuah kebenaran padanya, namun di sisi yang lain, mereka juga mempunyai alasan di balik keputusannya, yaitu untuk kebaikan Rayyan.

Sejujurnya, Rayyan akui ia kecewa akan keputusan keluarga, namun ia juga merasa bersalah telah melukai perasaan mereka, kenapa hatinya selalu merasakan sakit jika mendengar sebuah kebenaran dari keluarganya, ia berharap, semoga waktu segera berakhir untuk dunianya, hanya dunia di fikirannya, ia tidak berharap semua orang akan merasakan kepedihannya.

Lantas, pantaskah ia berfikir demikian? Sedangkan ia juga termasuk salah satu korban, korban atas keegoisan seorang penulis yang menuangkan hasratnya dalam sebuah tulisan.





Pengen minggat rasanya.....

Vote and coment juseyo......

the twins sick figure (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang