CHAPTER 22

9.2K 797 19
                                    

Rayyan tengah membersihkan tangannya selepas buang air, lalu cepat-cepat mengeringkan tangannya, ia takut jika waktunya tidak cukup untuk melihat penampilan Zayyan.

Namun pergerakannya terhenti saat Jefri, Tama, dan Doni datang menghampirinya, tubuh Rayyan menegang, lalu berbalik menghadap mereka.

"Mau apa kalian?" Tanya Rayyan was-was, bahkan ia sudah ancang-ancang ingin pergi dari sana.

"Wih... santai dong, kan kita udah lama nggak main, ya nggak?" Tanya Jefri pada kedua temannya, mereka berdua mengangguk setuju, jangan lupakan senyuman yang sangat menjengkelkan.

Rayyan menghela nafas jengah, sudah ia duga bahwa akan ada masalah jika dirinya tidak bersama dengan sang kakak, jadi untuk jaga-jaga ia membawa alat keselamatan diri.

"Pergi nggak!, atau kalian mau celaka hah?" Ucap Rayyan memberanikan diri, ia mengeluarkan pisau lipat yang berada di saku celananya.

"Ish, berani lo? Dengan tenaga lo yang lemah itu mana berani lo hah!" Hina Jefri.

Mereka bertiga semakin gencar ingin mendekati Rayyan, Rayyan menkdongkan pisau lipat itu ke arah mereka.

"BERHENTI, JANGAN MENDEKAT!" pekik Rayyan, dalam hatinya ia takut, berharap seseorang akan datang menolongnya.

Mereka abai, dan semakin mendekat dengan Rayyan, Jefri memerintahkan Doni dan tama untuk mencekal lengan Rayyan, namun naasnya, pisau yang di pegang oleh Rayyan bergerak menembus perut Tama, kejadian itu membuat mereka terdiam.

Tangan Rayyan yang gemetar menarik asal pisau itu lalu melemparnya ke segala arah, tangan Rayyan yang berlumuran darah beralih mengusap wajahnya akibat perasaan takut, ia tidak menduga hal ini akan terjadi, Rayyan pikir jika dirinya mengancam mereka, mereka akan mengurungkan aksinya, namun ternyata perkiraannya salah, mereka tidak mengurungkan niatnya.

Rayyan menggeleng ribut, sedangkan Jefri tersenyum, ia berniat memanfaatkan keadaan yang sedang terjadi, ia mengambil ponsel di sakunya lalu memvideokan kejadian ini, dimana seolah-olah Rayyan lah yang salah di sini, sedangkan Doni menghubungi petugas medis untuk memberikan pertolongan pada Tama.

Suara pintu di dobrak dari liar, di iringi dengan suara teriakan memanggil nama Rayyan.

"RAYYAN?!" Pekik Zayyan terkejut melihat keadaan di depannya.

Ia segera menghampiri sang adik yang tampak tidak tergubris panggilannya.

"Ray, kenapa? ada apa ha?" Pertanyaan itu langsung di lontarkan Zayyan untuk Rayyan, sedangkan Rayyan tidak mengubris sama sekali, dunianya terasa berhenti tepat saat kejadian itu terjadi.

"RAY, JAWAB!" murka Zayyan, pasalnya ia sudah kepalang khawatir menyaksikan sang adik yang berulumuran darah, beruntung adiknya itu tidak terluka sedikit pun.

"A aku membunuhnya...!"

"Ya.... ya a aku membunuhnya....!" Pekik Rayyan sembari tersenyum, sedangkan matanya memancarkan ke kosongan, pikiran anak itu sedang kacau sekarang.

"Kak kau lihat kan, aku membunuhnya!" Adunya pada sang kakak, tangannya terarah menunjuk Tama yang terkapar di kelilingi oleh genangan darah yang keluar dari perut pemuda itu.

"Dasar gila!" Decak Jefri, senyum di wajahnya semakin merekah.

Doni yang berusaha menghentikan pendarahan Tama merinding, ia tidak terfikirkan sisi gila Rayyan di balik tubuh ringkih itu.

Hati Zayyan terasa teriris, ia perlahan mendekap tubuh sang adik yang terlumuri darah itu.

"Lihat kak, aku membunuhnya, ha ha ha" ucap Rayyan sembari tertawa, gila memang.

Pikiran anak itu terguncang, ini adalah kejahatan pertama yang telah ia lakukan. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melakukan hal itu, bahkan sedari dulu ia tidak pernah bertengkar, jika ada pertengkaran, itu pun Jefri yang memulainya.

"Tidak, kau tidak membunuhnya, semua ini hanya mimpi, ingat, semua hanya pimpi!" Ucap Zayyan menenangkan sang adik, ia berusaha mengeluarkan kata-Kata yang bisa menghilangkan kejadian ini dari sang adik.

Sedangkan di luar, bunyi sirine mengalihkan fokus semua orang, mereka bertanya-tanya, apa yang telah terjadi sehingga mobil ambulans memasuki pekarangan sekolah.

Mereka semua berbondong-bondong mengerumuni petugas yang turun dari mobil.

"Ada apa pak?" Tanya kepala sekolah.

"Kami di panggil karena ada sebuah insiden di sini, permisi, pasien perlu kami tangani!" Jawab petugas medis itu cepat, lalu berlari menuju toilet sekolah.

Karena rasa penasaran yang membuncah, ada beberapa orang yang mengikuti arah petugas itu melangkah.

Saat tiba di sana, para murid perempuan berteriak histeris, mereka terkejut saat melihat genangan darah yang sangat pekat.

Muncul bisikan-bisikan orang-orang yang berada di sana, apa lagi saat mereka melihat sosok Rayyan yang terkulai lemas di dekapan sang kakak jangan lupakan darah yang menghiasi wajahnya.

Ya, Rayyan pingsan, sesaat sebelum petugas medis mendatangi mereka.

Karena keadaan yang terbilang kacau, perayaan sekolah langsung di bubarkan, seluruh murid di persilahkan pulang, sedangkan para remaja yang terlibat harus menghadap ke kantor kepala sekolah besok untuk di mintai keterangan berserta orang tua mereka.

Zayyan membopong tubuh Rayyan ke dalam mobil, setelahnya mereka pulang, saat tiba di mansion, Zayyan harus segera menceritakan hal ini, namun sayangnya, ia tidak mengetahui apa pun yang terjadi di sana, yang ia dengar hanya suara lemparan besi sesaat sebelum memasuki toilet, dan melihat wajah sang adik penuh dengan bercak darah, serta Tama yang terkapar di lantai.

Jika seperti itu, bagaimana besok jika ia harus memberikan penjelasan di hadapan semua orang, apa lagi hanya ada dua orang berengsek yang mengetahui kejadiannya selain sang adik.

Dalam perjalanan pulang, Zayyan memikirkan segala cara, ia harus bisa membebaskan sang adik dari segala tuduhan, apa pun itu. Dan juga, bagaimana ia harus menjelaskan pada orang tua mereka? Terlebih mereka adalah tipikal yang selalu menghendaki pikiran mereka masing-masing tanpa mempedulikan pendapat orang lain.

Semakin memikirkan hal itu, semakin Zayyan pusing di buatnya, dan karena kejadian ini, ia takut akan membuat kondisi sang adik semakin parah dari sebelumnya.

"Apa yang terjadi ray? Bagaimana jika tidak ada yang mempercayainya, begitu pun dengan orang tua kita?" Tanya Zayyan lirih, sedangkan tangannya berusaha mengusap sisa darah yang mengering di wajah serta tangan sang adik.

Sesampainya di Mansion, Zayyan membopong Rayyan menuju kamar sang kembaran, biarlah malam ini mereka tidur di kamar masing-masing, setelah merebahkan sang adik di ranjang, Zayyan menganti baju Rayyan yang terlumuri darah lalu membuangnya, ia tidak ingin terjadi sesuatu jika sang adik sadar nanti karena terkejut melihat baju yang gadi di kenakan adiknya.

Dan sekarang, gilirannya menunggu kedatangan orang tua mereka, semoga saja orang tuanya tidak ada kendala untuk segera pulang ke mansion.

Zayyan berharap orang tuanya dapat lebih memahami hal yang terjadi, karena ia sangat memahami rasanya, rasa tidak mendapat kepercayaan orang tua seperti apa, begitu sangat menyakiti hatinya.

Dan jika terbukti adiknya tidak bersalah, ia akan berusaha mencari jalan agar semua kejadian itu terlupakan dari pandangan semua orang, begitu juga dengan adiknya, karena sekarang yang ia khawatirkan hanya keadaan mental sang adik, begitu pun kesehatan adiknya.







Gumawo yedeulra buat 200 lebih followers....
Aku pikir ceritaku ngebosenin, eh nggk nyangka yg ngikutin akunku malah bertambah.....

Suka bgt sama comentnan random kalian😭

Vote and coment juseyo.......

the twins sick figure (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang