6. ( Danger Mission )

9 2 0
                                    

Liara sama sekali tidak bisa mengerti, bagaimana caranya dia tiba-tiba bisa berada di sebuah ruangan yang mirip sekali seperti backroom yang di sekelilingnya hanya ada tembok, serta lantai berwarna putih.

Liara berjalan ke sana dan kemari, memperhatikan sekitarnya. Tetapi di tempat ini hanya ada dirinya saja, ditemani oleh kesunyian. Liara bisa menebak kalau saat ini dirinys sedang ada di alam bawah sadar.

“Liara...”

Seketika Liara menengok ke belakangnya. Tepat di belakang Liara, ada Liora yang dengan gagahnya berdiri persis di situ. Perasaan senang pun memenuhi diri Liara, saat dia melihat Liora, saudara kembarnya itu sudah sembuh.

“Liora? Gu seneng banget lihat lo udah sembuh.” ungkapnya. Liara melangkah ke dekat Liora, kemudian memeluknya erat-erat. Segala kerinduannya kepada Liora, dia lepaskan semuanya di sini.

“Liara, gue mau ngomong sesuatu
sama lo.” ucap Liora nadanya sangat serius.

“Nanti aja ngomongnya. Gue kangen
banget sama lo, Liora.” sahutnya, tanpa melepaskan pelukannya kepada Liora. Liara tidak perduli mau ini mimpi, atau kenyataan, yang jelas dia bahagia bisa kembali memeluk Liora.

“Liara, kenapa lo ngelakuin ini, sih?” ujar Liora, seolah Liora sedang marah kepada Liara saat ini.

“Kenapa lo rela ngebahayain diri lo
sendiri, buat gue, Liara?” lanjutnya.

Liara sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataannya Liora tadi. Kini Liara melepaskan pelukannya, dan mulai bicara serius dengan Liora. “Bahaya kenapa, Liora?”

Liara mendapati Liora yang sudah mulai meneteskan cairan bening dari kelopak matanya. “Liara, dengerin guee..” dia memegang kedua pipi Liara.

“Apa yang lo lakuin sekarang ini, itu ngebahayain diri lo sendiri! Dan gue yakin, dia nggak bakalan diem aja! Dia pasti bakalan celakain lo, celakain orangtua kita juga, Liara!” imbuh Liora, memberikan Liara peringatan besar.

“Dia? Dia siapa maksud lo?” tanya Liara.

Liora tidak mau membeberkan tentang 'dia' yang dimaksudkan oleh Liora. Sebaliknya, Liora malah memberikan teka-teki kepada Liara. “Gue nggak bisa kasih tahu lo. Tapi gue yakin banget, lo nggak bakalan bisa ngehadapin dia sendirian!”

“Jadi gue minta tolong sama lo, lo berhenti ngejalanin misi lo! Tolong Liara, demi gue. Karena kalau lo lanjut, resikonya—”

“Gue nggak perduli Liora!” tegasnya, Liara sampai refleks menghempaskan tangannya Liora secara kasar. “Apapun resikonya nanti, gue nggak perduli! Yang penting, gue bisa ngehukum orang, yang udah berani nyakitin lo, Liora!”

“Tolong dengerin gue, Liara... ” Liora benar-benar memohon di depan Liara, supaya Liara berhenti menyamar jadi dirinya. Namun Liara tetap saja bersikeras.

“Lo harus yakin sama gue, Liora. Gue bakalan baik-baik aja. Gue pasti bisa nyelesaiin rencana gue, tanpa harus kenapa-napa.” ucapnya, berusaha meyakinkan Liora akan keputusannya tersebut.

“LO NGGAK BAKAL BISA LIARA! KARENA DIA, DIA BUKAN ORANG SEMBARANGAN!”

“STOP LIARA, STOP!”

- - -

Huhh, huhhh

Jantung Liara rasanya mau berhenti sekarang juga. Ketika matanya terbuka perlahan, barulah Liara tahu kalau kejadian tadi hanyalah mimpi belaka. Atau...mungkinkah itu adalah sebuah pertanda? Atau peringatan dari Liora?

Kalau memang benar, lantas siapa gerangan yang dimaksud oleh Liora tadi? Apakah memang orang tersebut, seberbahaya itu, dan ancaman besar bagi Liara?

Li To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang