30. ( New Enemy? )

7 2 0
                                    

Jarak dari tempatnya Liara ke Curug yang akan mereka tuju itu memerlukan waktu setidaknya lebih dari sejam. Dan selama itu, Liara gabut sekali di mobilnya Elza, dia tidak tahu mestie mengobrol apa dengan Elza.

Mereka berdua mendadak canggung sekali. Sialnya nih ya, Liara harus duduk di depan, bersebelahan dengan Elza yang sedang menyetir mobilnya. Ini semua gara-gara Nolan, yang menolak untuk duduk di depan, Nolan sengaja sekali, supaya Liara bisa bersama dengan Elza selama perjalanan.

“Liara, omong-omong, cewek yang tadi
ikut sama kita teh, saha ya namina?” Nolan mengawali pembicaraan mereka. Hufft, untung aja ada Nolan, jadi nggak boring banget di mobil.

Hah? Siapa, Liora? Atau Amanda?” Liara tidak tau siapa gadis yang ditanyakan oleh Nolan itu. “Mamah gue?” tangannya Liara sambil membukakan tutup botol, karena dia lagi kehausan.

“Aduh bukan, yang geulis itu. Si Amanda
ya, kalau nggak salah. ”

“Iyya Amanda. Kenapa sama dia?” sehabis membuka tutup botolnya, tak lama Liara meminum air yang suhunya masih dingin.

“Gue suka sama Amanda!”

Uhuk!

Kebodohan macam apa yang telah Liara
buat! Dia menjatuhkan harga dirinya sendiri di hadapan Elza. Tadi sewaktu Nolan mengakui kalau dia suka sama Amanda, Liara yang kebetulan sedang meminum dengan menghadap ke wajahnya Elza itu, sontak tersedak, dia sampai menyemburkan air yang ada di mulutnya tadi, mengenai mukanya Elza.

Elza hanya memenjamkan matanya saja, sebagai aksi untuk menahan emosinya. Liara menutup kembali botol minum tersebut, dia seketika merasa tidak enak hati. “Elza, gue minta maaf ya, gue sengaja tadi. Gara-gara Nolan noh, gue lagi minum, ngomong apa bae dia!” Liara melemparkan kesalahannya sendiri ke Nolan.

“Lah kok jadi Aing? Kan tadi elo yang nyembur Elza. Tanggung jawab tuh, nanti kalau Elza sampai marah, dia bisa ngamuk, sampai-sampai ntar lo bisa dilempar sama dia dari dalam mobil.”

Anjir ngeri banget. Liara tidak menghiraukan Nolan yang berceloteh di belakang sana, fokusnya hanya pada Elza seorang saja. Liara mengambil beberapa lembar tisu yang ada di atas dashboard mobil. “Sini, gue elap—”

Elza mencegah tangan Liara yang mau mengelap wajahnya yang basah itu. “Nggak usah Liara. Biar gue sendiri aja, sini.”

“Elza, ini kan salah gue, jadi biarin gue
yang bersihin muka lo. Mendingan tangan lo itu, lo pake buat fokus nyetir aja.” Liara bersikeras, tidak terima penolakan dalam bentuk apapun juga. Elza menurut saja, dia membiarkan tangannya Liara membersihkan wajahnya, sedang kan Elza, dia fokus menyetir.

“Yaelah Za, kagak usah gengsian apa jadi cowok, mah. Kalau gengsian nggak bisa dapet pacar.” Nolan sok-sok memberi saran.

“Iyya kayak lo kan, contohnya.” sindir
Elza. Liara lalu menahan tawanya, kalau sampai dia ngakak di situ, nanti Nolan bisa tersinggung.

“Anjir barudak mah!” Nolan tidak terima disindir begitu saja oleh Elza.

Prang!

Seperkian detik setelah obrolan mereka bertiga di dalam mobil tadi, mendadak saja mobil yang Liara tumpangi ini, mendapatkan teror dari beberapa oknum yang mereka tidak kenal. Orang-orang yang tidak mereka kenal itu, melemparkan beberapa batu-batu berukurang sedang ke mobilnya Elza.

“ZA! ITU PASTI ANAK BUAHNYA DEVINA! K-ITA MENDINGAN TERUS JALAN AJA, TAKUTNYA NANTI JUMLAH MEREKA MAKIN BANYAK!” Liara panik tidak karuan, dia tidak ingin kalau sampai rencana liburannya bersama keluarga jadi gagal karena ulahnya Devina.

Li To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang