Bab 16 : Cara Untuk Kembali

14 4 3
                                    

Sudah tiga hari sejak kejadian di rumah sakit, sebuah bencana yang menewaskan kurang lebih 15 orang yang kerasukan. Jumlah kerasukan ini adalah yang paling banyak. Bukan histeria, tetapi memang benar-benar ada makhluk ghaib di tubuh mereka. Profesor John Adalah salah satunya. Eye dan Alya akhirnya selamat dari ritual itu. Namun, trauma jelas berakibat kepada mereka, sehingga mereka sekarang mengurung diri di kamar.

Kejadian di rumah sakit dianggap sebagai kecelakaan. 'Bencana Ghaib Siang Hari', kata orang-orang di luar sana. Mereka mengatakan kalau bencana itu mengisahkan seorang Exorcist yang tidak mampu menolong orang lain dan hanya bisa menolong satu orang. Orang-orang kini menyebut dia sebagai Failure Exorcist. Orang yang sangat tidak kompeten, karena dia menyebabkan Exorcist kepercayaan dari desa El Quassar mati ditembak. Orang-orang desa El Quassar sangat menyayangkan kenapa Exorcist itu tidak menolong Profesor John terlebih dahulu, karena dia berkontribusi sangat banyak setiap ada kasus kerasukan.

Rasa sesal itu dengan cepat berubah menjadi rasa amarah. Mereka menganggap Exorcist itu adalah penyebab kematian dari Profesor John. Saking sayangnya mereka kepada Profesor John, mereka meminta tubuh Profesor John untuk tidak langsung dikubur, tetapi ditempatkan di alun-alun selama tiga hari agar mereka bisa mengenang sosok pahlawan dari desa mereka, baru dimasukkan peti lalu dikuburkan. Bu Sinok sebagai kepala desa langsung mengabulkannya, apalagi Bu Sinok sangat menyukai kehadiran Profesor John.

Hari ini adalah hari terakhir tubuh Profesor John harus dikuburkan. T di teras belakang sedang membuka-buka halaman dari manuskrip yang dahulu Alya curi. Selama tiga hari ini dia melakukan apa yang Eye sarankan, dan memang membuatnya lebih tenang. Pikirannya lebih dingin untuk bisa memahami isi dari buku itu. "Ternyata cara untuk kembali lebih sederhana dari yang kubayangkan," ucap T sambil menutup buku itu.

Tubuh yang terkunci di dalam Garnet bisa dikeluarkan dengan cara memecahkan batu Garnet itu oleh jiwa pemilik tubuh tersebut.jika hal itu bisa dilakukan, maka jiwa dan tubuh yang terpisah akan bersatu kembali.

Yang jadi masalah adalah Artefak Garnet itu berada di tubuh Profesor John sekarang. Para warga menginginkan kalung itu dikubur bersama dengan tubuh Profesor John. T berniat untuk meminta Artefak itu dan kembali ke dunia asalnya.

"Apa kau benar-benar akan datang ke tempat itu?" tanya Mom Lisha yang tiba-tiba datang dari belakang.

"Iya, Mom. Aku harus datang ke tempat itu dan menghancurkan batu Garnetnya jika ingin kembali ke Bumi," balas T.

"Apa kau perlu teman? Aku akan menyuruh Donna atau Viens untuk pergi denganmu.

T menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Tidak. Aku akan pergi sendiri. Aku tidak ingin lagi membawa masalah kepada orang di sekitarku. Mom Lisha tidak perlu khawatir. Aku akan kembali ke duniaku dan T yang asli akan kembali ke Mom Lisha dan semuanya."

Mom Lisha menghela nafas panjang dan menghembuskannya. "Sulit bagiku untuk percaya dengan ceritamu, kalau ternyata T yang ada di hadapanku adalah seseorang dari dunia lain yang bernama Malik."

"Aku bersyukur Mom Lisha lah yang menjadi ibuku di dunia ini. Terima kasih, Mom."

***

T berjalan menuju alun-alun, tempat tubuh Profesor John berada. Dia selalu dengan pasang mata yang memandangnya sinis. Tidak jarang ada yang langsung berbisik-bisik menghina T. namun, T berusaha untuk menghiraukannya.

"Lihat itu! Dia Exorcist yang gagal itu!"

"Dia menyebabkan 15 kematian saat di rumah sakit!"

"Dia tidak bisa menyelamatkan Profesor John, bahkan membawa kekacauan lebih besar."

"Bahkan sebelumnya dua rekannya mati karena dia loh."

"Menjijikan!"

Dada T terasa sakit saat terus mendengar perkataan-perkataan itu sepanjang jalan. Dia menahan rasa malu serta rasa bersalahnya, bahkan T berjalan tanpa berani mengangkat kepalanya. T tidak bisa menyangkal kalau hal-hal itu memang terjadi saat orang-orang berada di dekatnya. Andai saja T mengingat cara Exorcist lebih cepat, mungkin banyak hal yang bisa dia cegah, termasuk kematian Niel dan Raymond.

Sudah semakin dekat T berjalan menuju tempat tubuh Profesor John pertontonkan. Tempat itu sangat ramai dengan orang-orang yang ingin melayat. Bahkan Bu Sinok juga berada di sana.

Beberapa anak kecil berlari dari kerumunan itu dan mendekati T. lalu tanpa ragu mereka mengambil kerikil dan melemparkannya kepada T. T melindungi wajahnya dari hantaman kerikil itu. Hantaman batu itu sakit, tetapi dada T lebih sakit dengan perkataan anak-anak itu.

"Pembunuh!"

"Pergi kamu!"

"Penjahat!"

"Kakak jahat!"

Anak-anak itu tidak berhenti berteriak dan melempar kerikil hingga sampai orang tua mereka datang dan menghentikan mereka. "Cepat jauhi kakak itu! Dia berbahaya!" tukasnya.

Tangan T bergetar. Dia juga merasakan ada darah mengalir di pelipisnya akibat hantaman kerikil-kerikil itu. Dia melirik anak-anak yang tadi melemparinya. Salah satu mengacungkan jari tengah kepada T sambil melotot padanya. Tidak mengherankan hal ini terjadi, karena mereka sangat menganggap Profesor John sebagai pahlawan. Satu-satunya yang bisa melakukan Exorcist di El Quassar. Mungkin jika T bercerita apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka, T malah yang akan dituduh pembohong. Tidak ada gunanya mengungkap kejahatan yang direncanakan oleh Profesor John.

Para kerumunan menghindari T ketika dia bergerak mendekati alun-alun. Mereka menyingkir seolah melihat makhluk hina. Pandangan jijik dan sinis mereka begitu menusuk perasaan T. Pemuda itu sampai mengeratkan kepalan tangannya.

Tenanglah, Malik! Aku akan mengambil batu itu dan langsung pergi dari tempat ini. batin T menahan diri.

Di tengah alun-alun, terpampang jelas sebuah panggung beratap. Di bawahnya ada sebuah peti tempat tubuh Profesor John direbahkan. Bu Sinok berdiri di sampingnya, memegang sebuah mikrofon dan sebuket bunga. Air matanya tidak terbendung, karena hari mereka akan menguburkan Profesor John.

Bu Sinok mulai berbicara menggunakan pengeras suara itu.

"Kita sudah melihat banyak sekali pertempuran dengan makhluk gaib yang beliau hadapi. Tidak jarang orang bisa dia tolong. Bahkan sudah tidak terhitung jumlahnya. Namun, hari ini kita harus merelakan sosok orang yang telah menyelamatkan keluarga dan anak-anak kita. Kita mungkin tidak akan mendapatkan bantuan darinya lagi ke depannya. Namun, perjuangan Profesor Johnatan Wells akan kami ingat dan akan kami jadikan acuan bagi kami untuk menghadapi segala masalah," ujarnya sambil mulai mengeluarkan air mata.

Kemudian Bu Sinok meletakkan mikrofon dan mengelap matanya. Sambil bersedih dia mendekati mayat itu. Dia ingin menatapnya untuk terakhir kali sebelum dikubur.

"Terima kasih karena sudah berjuang demi kami..."

Pelan-pelan dia meletakkannya bunga itu ke samping tubuh Profesor John. Namun, seketika Bu Sinok melotot. Dia kaget setengah mati melihat mayat di depannya. Dia sampai mundur beberapa langkah.

"Ba-bagaimana bisa?" Mata Bu Sinok gemetar.

T merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dia segera menerobos kerumunan, berusaha untuk melihat apa yang terjadi. "Minggir! Minggir!" tegasnya.

Ketika T sudah berhasil berada di depan, dia pun terperangah dengan apa yang dia lihat. Matanya terbuka lebar dan jantungnya terasa berhenti.

Profesor John yang sudah ditembak mati kini bangun kembali.

Dia berdiri di hadapan Bu Sinok dengan mantap. Wajah kagum dan tidak percaya dari para pelayat menatap Profesor John. Mereka mulai menangis, melihat keajaiban yang luar biasa. Bu Sinok bahkan sampai berlutut di hadapan Profesor John.

"A-anda sungguh kembali, Profesor John?"

Bukannya menjawab pertanyaan itu, Profesor John malah melangkah ke pinggir. Sejak tadi dia terus menatap T dan sekarang mendekatinya. Sebuah seringai dengan kesan meremehkan terlukis di bibir Profesor John.

Tatapan mata Profesor John sangat dikenali oleh T, sebuah tatapan dari mata berkornea hitam dan berpupil merah.

"Ifrit..."

T Knows The Horror [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang