Bab 02 : Dukun?!

42 7 38
                                    

"Brengsek! Ternyata ini yang profesor botak itu lakukan?" T memukul wastafel dengan genggaman tangannya. Sayangnya, pukulan yang membuat tangannya merasa sakit itu tidak bisa meredam rasa kesalnya. Dia tidak menyangka si lampu taman yang bercahaya itu tega menjebak 13 orang hanya untuk dibuang ke dunia lain seperti ini. Memang apa tujuannya? Apa yang harus T lakukan di dunia seperti ini? Atau sederhananya, bagaimana caranya kembali ke dunia asal dan menjadi Malik lagi?

"Sialan! Aku pusing!" T memukul-mukul dahinya, tidak kuat menerima beban pikiran serta rasa kesal yang dia pendam. Semuanya sangat tiba-tiba dan semuanya sangat membingungkan. "Sialan! Jika aku sudah kembali, pasti akan ku hajar bola berkacamata itu!" geram T dengan wajah marah.

Di kala kekesalannya itu, T mulai merasakan hawa aneh. Aura hitam di tempat itu semakin pekat. Dalam penglihatannya, tempat itu menjadi semakin remang-remang. Aura seperti ini adalah tanda depresi dan tanda depersonalisasi yang besar. Biasanya manusia yang mulai tidak mengakui dirinya sebagai manusia akan memiliki aura yang seperti ini. Misalnya orang yang sudah hilang akal, hilang malu, salah orientasi seksual atau homoseks akan memiliki aura seperti ini. T langsung merasa tegang dan merinding, karena dia tahu ada yang tidak beres di kamar mandi ini.

HI HI HI...

Seorang wanita ber cekikikan. Suaranya jelas dari dalam kamar mandi, tetapi T tidak tahu dari mana persis suara itu berasal.

HI HI HI...

Suara itu terdengar lagi. T menoleh ke belakang untuk mencari wanita yang cekikikan itu. "Halo? Apa ada seseorang?"

Suasana menjadi hening ketika T mencoba melihat ke segala sudut kamar mandi. Jika ada seseorang, seharusnya sudah terlihat karena kamar mandi ini tidaklah besar. T pun menghiraukannya dan berbalik, berjalan ke pintu keluar.

HI HI HI...

Lagi, suara cekikikan berasal dari kamar mandi. Suara seorang wanita dengan suara melengking. Tawa cekikikan itu seolah sedang meledek T. bulu kuduk T langsung berdiri. Lehernya terasa kaku dan telapak tangannya menjadi terasa dingin. T tahu apa ini. Yang dia dengar adalah suara setan.

"Jin... bukankah manusia dan jin beda dimensi? Bagaimana bisa...," gumam T merasa takut dan bingung. Dia terpaku di sana. Tidak berani bergerak, tidak berani untuk menengok.

Ada rasa seperti di sapu oleh kuas halus di belakang leher T. Pemuda itu mencoba bertahan dan mencoba mengatur nafasnya. Karena takut, bahkan dia bisa mendengar secepat dan sekeras apa jantungnya berdetak.

Apa ini? Kenapa aku menjadi sensitif seperti ini? Aku bukanlah seorang indigo! Kenapa aku bisa mendengar suara tawa itu?

Pelan-pelan, T merasakan sebuah telapak tangan menempel pada salah satu pundaknya. Sebuah tangan yang halus, pucat, dan memiliki panjang jari yang tidak normal. Kuku-kuku yang dimilikinya panjang serta tajam.

Lalu, di samping kepala T tiba-tiba ada sesuatu yang halus dan kaku menempel. Sebuah rambut keriting dan ikal. Suara cekikikan lirih bisa dia dengar di telinganya dengan jelas.

HI HI HI... SELAMAT DATANG, TEMAN...

Sebuah bisikan yang mendesah, membuat T menjadi merinding, dia memejamkan mata dan langsung lari sekuat tenaga menuju pintu keluar kamar.

Sialan! Sialan! Sialan! Apa itu? Seharusnya aku tidak melihatnya, 'kan? Seharusnya aku tidak mendengarnya, 'kan? Kenapa dia sampai bisa berbicara padaku? batin T bergejolak. Dia terus berlari hingga sampai ke ruang depan. Di sana ada wanita setengah baya yang tadi membangunkannya dengan kasar dan juga enam orang lain yang tentu saja tidak T kenal.

Melihat orang-orang ini, T langsung menghampiri mereka. "Di kamar mandi! Di kamar mandi ada yang tidak beres! Makhluk ghaib!" ujar T tidak jelas sambil menunjuk-nunjuk kamar mandi itu.

Tentu saja hal itu membuat semua orang di sana keheranan. Mereka saling berpandangan dan mengerutkan alisnya.

"T, bukankah kau sudah biasa menghadapi yang seperti itu?" ujar si wanita setengah baya itu.

Sontak saja T merasa kaget. "Hah???"

"Kau kan memiliki kemampuan khusus dan tergabung dalam kelompok Exorcist bersama mereka. Sudahi bercandamu!" tegas wanita setengah baya itu sambil menunjuk enam orang yang duduk di depannya.

T melihat keenam orang itu. Seorang pria berumur 40 tahunan yang berpakaian putih menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memegang dahi. Sepertinya dia adalah pemimpin dari kelompok ini. Sementara lima orang lain terlihat lebih muda, mungkin sekitar umur 20-an. Tiga laki-laki dan dua perempuan. Namun, kelima orang itu memiliki kesamaan : mereka memakai kalung garnet dan aura mereka berwarna ungu yang agak terang (indigo). dari sekilas lihat saja T langsung tahu kalau mereka bukan orang biasa.

Di antara mereka, ada seorang gadis bertubuh kecil yang menutup mulutnya menahan tawa. Dia memiliki kantung mata berwarna sedikit hitam, tetapi tidak mengurangi rona wajahnya yang manis. "Jangan berpura-pura, T. Kau bahkan sering meledekku untuk mengajak ngobrol hantu wanita yang ada di dapur rumahku," ujarnya sedikit tertawa.

"Hah? Di rumahmu ada hantunya, Alya?" tanya si wanita setengah baya.

"Benar, Mom Lisha. Aku takut pada makhluk itu, tetapi T dengan entengnya menyuruhku untuk bercanda dengan makhluk mengerikan itu! T memang tidak berperasaan!" balas Alya congkak.

"Tunggu, bukankah harusnya Alya dan Eye saja yang memiliki kekuatan untuk melihat mereka?" sela Niel, seorang laki-laki kekar yang memiliki mata bulat. Dia adalah kembaran dari seseorang yang ada di tempat itu juga, Garfield. Seketika mereka semua saling berpandangan. Kemudian mereka serempak menatap T.

"T, apa kau menemukan kekuatan yang lain?" tanya Profesor John, si pria berumur 40-an.

"Kekuatan? Kekuatan apa sih?"

Garfield tiba-tiba saja berdiri. "Baiklah, kita kesampingkan hal itu. Kita perlu ingat tugas kita untuk menolong orang-orang di sekitar kita, terutama di desa ini. Ingat peran kita masing-masing. Alya dan Eye akan melihat makhluk apa yang mengganggu. Niel dan aku akan mencoba menahan mereka, sementara Raymond dan T mencoba memurnikan makhluk itu. Kita membantu masyarakat dan Profesor John akan mengambil data keefektifan dari kalung Garnet ini."

Sontak T terbelalak, "Jadi aku adalah dukun?"

T Knows The Horror [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang