Lifeline - 21

23 5 0
                                    

"Kaiser..." panggilan itu membuat langkah kakinya berhenti seketika. Menoleh untuk menatap Omeganya. "Ada apa?"

"Apa kau bisa menunggu sebentar? Aku ingin membeli Ramen di sana ... sebentar saja." kini bukan hanya Kaiser yang keningnya terlihat mengkerut tanda laki-laki itu mencerna sebuah perkataan. Akan tetapi, Serene selaku orang lain yang sedang bersama mereka sejak beberapa hari itu juga ikut bingung.

"Nay, kita baru saja selesai makan..."

"Tapi aku ingin Ramen ... sangat ingin." ujaran tersebut membuat Serene tiba-tiba tersadar akan sesuatu.

"Kau mengidam ya? Begini saja, Aku temani kau membeli Ramen biar Tuan Kaiser jalan terlebih dahulu ke Gate." memberi ide yang membuat Kaiser menggeleng keras.

"Tidak. Kita akan membeli Ramen sesampainya di Chicago." membuat mata Nevya tiba-tiba berkaca-kaca.

Melihat hal itu membuat Serene juga bingung. Ia menatap jam pada ponsel miliknya dan juga kepada tiket pesawat yang tadi digenggamnya bersama Paspor, "Maaf Nev, tapi memang Gate sudah dibuka dan jika kita nekat membeli Ramen, kita bisa ketinggalan penerbangan."

Nevya terisak kemudian.

Kaiser tidak mungkin menyalahkan Matenya karena ini bukan murni keinginan perempuan itu. Terlepas dari itu, ia juga harus bertanggung jawab atas apa pun pada permintaan Nevya yang menyangkut kandungannya.

Sementara Serene, yang terlintas di kepalanya saat itu adalah hal yang kedengarannya cukup mustahil tapi bisa dilakukan apabila Kaiser sendiri yang meminta.

Mereka bertiga berdiam di tengah Bandara tanpa ada satu orang yang mengeluarkan kata sementara Nevya masih terisak pelan.

Beberapa detik berselang, Kaiser mengambil tangan Omeganya untuk ia tarik menuju Restoran penjual Ramen. Serene hanya diam mengikuti dari belakang tanpa mau membantah, ia tidak mau membuat Nevya kembali menangis.

Kemudian seperti lupa bahwa perempuan itu tadi sempat menangis, ia dengan riang menuju salah satu meja di sana dan dengan cepat memegang buku menu untuk lantas memesan tanpa mau peduli pada Kaiser dan juga Serene.

Mereka bertiga duduk pada meja yang sama dengan hanya Nevya yang mulai sibuk dengan makanannya beberapa menit berselang.

Mengeluarkan ponsel tanpa banyak kata, "Halo."

"Ada apa?"

"Apa aku bisa meminjam Gulfstream G650ER—Jet Pribadi—milikmu?"

"Tentu saja bisa. Apa ada sesuatu yang mendesak?"

Kaiser terlihat menggeleng sementara matanya tertuju lurus kepada Nevya yang tengah lahap menyantap Ramen, "Tidak. Aku tertinggal pesawat dan harus kembali hari ini juga ke Chicago."

"Oh! Kau di mana? Biarkan Timku yang menjemputmu."

"Aku sudah di Bandara. Sedang di Restoran Ramen."

"Kau apa? Jangan bilang kau tertinggal karena makan Ramen."

"Sayangnya iya."

"Yang benar saja!" sahut orang di seberang dengan nada sewot namun ia terkekeh. Temannya ini lucu sekali.

"Omegaku hamil dan ia menginginkan Ramen sekarang juga. Kau paham maksudku kan."

"Baiklah ... Baiklah. Kau hutang penjelasan padaku kapan-kapan. Hati-hati nanti."

"Ya, Terima kasih. Aku tutup."

"Siapa?" suapan terakhir dan Kaiser sangat dapat melihat bahwa mangkok milik Matenya benar-benar kosong tanpa menyisakan kuah sedikitpun.

LifelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang