Bab 14

1K 59 4
                                    

DERING notifikasi pesan masuk tak berhenti bunyi dari ponselku. Pelakunya siapa lagi jika bukan teman-teman kerjaku yang sedang asyik bergosip di grup yang tentu saja baru mereka buat. Pelopornya siapa lagi jika bukan mbak Ajeng.

Grup yang bernamakan "Teras Rumpi" itu sengaja mbak Ajeng buat untuk membahas kejadian di pelataran parkir tadi. Kadang aku suka heran dengan jiwa rumpi nya mbak Ajeng. Tidak bisakah dia menahannya hingga besok pagi. Apa dia tidak capek habis nyetir dari tempat karaoke masih harus anter mbak Siska pulang baru pulang ke rumahnya sendiri. Wakti sekarang udah melewati waktu tengah malam. Karena tadi mobil bang Denis sempat muter-muter dulu nganter Inka dan mbak Salma, jadilah aku menjadi penumpang terakhir yang harus di antar bang Denis. Tentu saja yang paling tiba terakhir adalah bang Denis dan aku menjadi urutan kedua.

Sesampainya di apartemen yang tentu saja sepi, aku langsung bergegas membersihkan diri mandi dengan air hangat barulah selesai mandi aku membuka Hp yang kebetulan masih di dalam tas kerjaku.

Itu pun aku lakukan karena sedari tadi tak berhenti mendengar suara notifikasi pesan masuk ke Hp ku. Dan setelah ku buka aku melihat nomor ponselku telah di tambahkan ke grup yang bernama "Teras Rumpi"

_Teras Rumpi_

Kerja Ajeng: "GIIILLLAAAAA... Chakep bener calon suami haluuu.. Biar ada cewek disisinya.. gue siap deh maju jadi pelakor. Wkwkwkwk ckckckck"

Kerja Siska: "Sini baris belakang aku @Kerja Ajeng kita sama-sama basmi wanita di samping pak bos hhahahah.."

Kerja Siska: "Eh Betewe By the way tapi tadi yang di notice sama mas calon pacar malah si Rima loh. Waduhh gue curiga nih si Rima @Anda jangan-jangan udah maju duluan daftarnya depan gue."

Kerja Ajeng: "Wah wah wah... Patut di curigai nih. Jarang-jarang pak bos notice ke anak baru. Jangan-jangan si Rima emang udah mulai gerak duluan nih. Uhhhh ngeriii nambah saingannnnn"

Kerja Inka: "Gue kagak ikutan deh mbak. Udan insecure duluan gue lihat ceweknya pak bos. Shining, Shimmering, Splendid. Udah mental duluan jiwa kepedean gue. Njiirrr lah..."

Kerja Salma: "Gue saranin kalian pake jalur langit aja deh. Saingannya berattt bestie kayak beban hidup. Peace ✌️"

Kerja Yanto: "Buat kalean-kalean apalagi dedek Inka dan dedek Rima, dari pada kalean jadi pelakor mending antri depan gue aja gih. Mumpung masih lowong.. aissshhhh 😂"

Kerja Ajeng: "Eh pelakunya udah nge-read nih gais. Tapi gak ada tanggapan nih dari tadi. Patut di curigai."

Kerja Siska: "Patut di curigai (2)"

Kerja Inka: "Patut di curigai (3)

Kerja Yanto: "Patut di curigai (4)"

Kerja Denis: "Ada apa an sih ini. Ikutan aja deh gue. Patut di curigai (5)"

Kerja Salma: "Sori gais aku gak ikutan. Mau merem dulu mata mata udah sepet. Good night every body"

Anda : "Sori gais aku gak ikutan. Mau merem dulu mata mata udah sepet. Good night every body (2)"

Kerja Ajeng: "WTF. Udah gue tunggu-tungguin malah kabur loh"

Kerja Salma: "Njirrr... Gak baek lo bikin orang tua penasaran."

Kerja Inka: "Ahhhh gak asikkk lo Rimmmmm"

Balasan pesan dariku yang tentu saja sedang mereka tunggu-tunggu pun sontak membuat penghuni grup marah karena tak sesuai dengan yang mereka harapkan. Sedangkan aku hanya senyum-senyum saja membaca balasan dari teman-teman yang tentu saja hanya ku baca sebagian dari pop chat yang muncul di layar notifikasi.

Ya... Maklum sih. Bagaimana mereka tidak curiga terhadapku jika tiba-tiba atasan mereka yang biasanya cuek dan bersikap tegas itu menyapa atau lebih tepatnya memanggil namaku yang hanya seorang karyawan baru di kantor tempatnya bekerja. Bahkan atensi ku sangat jarang hampir tidak pernah bersinggungan dengan mereka.

Alih-alih menebak aku memiliki hubungan saudara dengan atasan mereka di kantor, mereka malah menuduhku mempunyai hubungan spesial dengan atasan mereka. Yang faktanya memang begitu. Namun tentu saja aku akan berusaha mengelak nya.

Permasalahan yang sesungguhnya harus ku selesaikan terlebih dahulu adalah penjelasan kepada mas Raffi nantinya. Karena melihat dari raut wajah mas Raffi tadi membuat bulu kuduk ku tiba-tiba merinding. Bagaimana tidak, jika tadi...

"RIMA.."

Deg.. jantungku seakan berhenti berdetak ketika melihat siapa orang yang berdiri di depan kami ini. Apalagi suara bass nya yang terdengar di gendang telinga mampu membuat nafasku semakin tercekat.

Mata kami saling bersitatap. Yang jelas tatapan mas Raffi mengartikan kaget bercampur marah. Entahlah gemerlap lampu parkiran tak begitu terang sehingga mataku kurang bisa mengartikan lebih jelas. Tentu saja rasa gugup yang melanda takut jika kata demi kata yang akan keluar dari mulut mas Raffi akan membongkar identitasku yang sebenarnya. Sungguh aku belum siap jika teman-teman rekan kerjaku mengetahuinya sekarang.

"Kamu..." Belum selesai mas Raffi berkata sudah terpotong oleh suara wanita yang dari tadi lengannya tak lepas bergelayut pada lengan kekar milik mas Raffi.

"Ayo buruan sayang. Keburu mulai acaranya."

Kali ini aku bersyukur oleh kebiasaan mbak Likke yang suka memotong pembicaraan kami. Jadilah pembicaraan antara kita berdua itu tak dilanjutkan. Mas Raffi hanya memakukan tatapannya ke arahku dan kemudian pamit undur diri hanya dengan menganggukkan kepala ke arah teman-temanku saja.

Setelah mas Raffi berlalu teman-temanku pun langsung heboh yang sayangnya sudah keburu malam dan kami pun langsung bergegas pulang ke rumah masing-masing.

*

Aku menghela nafas kasar ketika mendengar suara gedoran pintu dari luar. Sudah jelas siapa pelakunya.

Aku duduk dan langsung berdiri dari posisi rebahanku. Namun aku tetap tak langsung membuka pintu kamarku. Aku kembali mengulang alasan yang sudah aku siapkan dalam pikiranku.

Tok tok tok...

Suara ketokan pintu kembali terdengar.

Tok tok tok...

"Rim... Rima.."

Huft...

"Ii-iya mas."

Gak papa Rim. Kamu pasti bisa. Monologku.


*

Bersambung. . .
22.01.24 🌠

AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang