Bab 22

2.4K 123 11
                                    

Hai hai hai...
100 vote untuk update Bab 23 ya..
Mulai ngelunjak lagi🤭

Buat yang pingin baca duluan,
Bab 23 dan 24sudah publish duluan di karyakarsa. Jika kalian berniat ingin baca dulu bisa cuss buka aplikasi karyakarsa kalian. Cuma 20 koin buat buka akses.

Berikut spoiler Bab 24 gaiiiissss 😁

Tapi tenang aja, cerita tetap lanjut di wattpad kok, syaratnya kalian cuma tinggal gerakin jari kalian untuk klik ⭐Gampang kan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi tenang aja, cerita tetap lanjut di wattpad kok, syaratnya kalian cuma tinggal gerakin jari kalian untuk klik ⭐
Gampang kan.. Yuk bisa yuk..

Oke deh
Happy reading. . .

*

PUKUL tiga sore aku tiba menginjakkan kaki ku di pelataran kafe melalui dinding kaca yang transparan, mataku mulai mengedar mencari keberadaan Inka. Setelah mata ku menemukannya, ternyata gadis dengan gaun warna kuning cerah itu tak sendiri. Di sebelah kiri nya ada Bang Denis dengan kemeja kotak-kotaknya dan di depannya ada Mbak Ajeng serta Mbak Salma yang kompak memakai baju warna putih. Aku sendiri kini malah memakai kemeja warna hitam yang lengannya telah ku gulung menjadi seperempat lengan serta celana jeans high waist panjang membungkus kaki jenjangku.

Sudah menemukan keberadaan teman-temanku, aku mulai melangkah dengan penuh percaya diri menghampiri mereka.

"Hai.. Sorry agak ngaret jam nya." Sapaku seraya menarik kursi sebelah kanan Inka. "Mbak Salma dan Mas Yanto gak jadi ikut nih?" tanyaku karena personil grup Teras Rumpi kurang dua. Awalnya dalam pembahasan semalam di grup terkonfirmasi hanya aku yang tak bisa hadir dalam acara kumpul-kumpul gabut sore ini.

"Mas Yanto masih dalam perjalanan, Kalau Mbak Salma batal hadir dia, mendadak di suruh nganter ibu nya ke tempat arisan." Jawab Inka.

Menaruh gelas lemon tea yang sudah ia sedot hingga menyisakan setengah gelas, Mbak Ajeng mulai perjulid an nya, "Curiga deh gue, itu si Salma pasti mau di jodohin sama ibunya, perkenalan berkedok arisan udah bukan rahasia publik lagi sekarang." yang akhirnya mendapat respon menghibur kami, buktinya kini kami semua sedang tertawa-tawa di atas kesengsaraan Mbak Salma. Karena kami mengetahui jika Mbak Salma paling anti dengan yang namanya perjodohan.

"Ya udah kita mulai sekarang atau nunggu Yanto dateng nih" tanya nya ke kami.

"Emang ada apaan sih Mbak, kok kayaknya elo heboh banget dari semalem di grup, pake acara spill the tea segala." tanyaku penasaran.

"Aduh dedek Rima nya abang pasti gak baca grup ya semalem. Malam minggu ngapain aja sih neng, pasti ndekem di kamar aja ya." Guyonan dari Bang Denis mampu membuat kedua pipiku merah merona.

"Hayo loh, pipinya memerah tuh Den, mikirin apa hayo.." Ledekan dari mbak Siska membuatkan tanpa sadar menyentuh kedua pipiku yang menghangat menahan malu.

Ah, aku kan lagi galau hari ini, tapi pikiranku dengan tidak tahu malu kembali mengingat ibadah malam yang ku lakukan dengan suamiku semalam.

"Hahaha.. Pasti habis nonton jorok kan Lo semalem, sampai tersipu gitu mukanya." Seru mbak Ajeng yang membuat mereka semua tertawa mengejekku.

"Aduh-aduh.. Ada apaan ini rame bener meja sudut ini serasa yang punya kafe ya."

Haruskah aku berterima kasih atas kehadiran Mas Yanto yang mendadak muncul dan menggeser kursi di sebelah Bang Denis persis berhadapan denganku. Karena berkatnya ledekan yang mengarah terhadapku berganti dengan topik inti dari perkumpulan kami hari ini.

"Eh bentar dong haus nih, pesen minum dulu boleh kali." Ujarnya yang kemudian memanggil salah satu waiters yang sedang membersihkan meja pengunjung.

"Kopi hitam aja deh 1, Lo belum pesen Rim"

Ah iya baru sadar dari tadi aku duduk hanya mengawasi ke empat temanku menikmati minuman dan camilannya, "Iya boleh, lagi pingin mangga nih dari tadi pagi, kalau gitu aku jus mangga aja deh 1 mas, makasih ya." Ucapku ke pelayan kafe ini.

"Gue pikir tadi yang gak ikut ngumpul-ngumpul ini elo Rim, gak tau nya si Salma ya."

"Enggak kok Mas Yanto bener, awalnya emang aku yang gak ngikut karena ada acara, eh tiba-tiba batal aja tadi acaranya, ya udah dari pada gabut sendiri di rumah makanya aku ngikut. Kalau mbak Salma sih tadi yang mendadak di suruh ngantar ibunya makanya gk jadi ngikut." jelasku yang ia tanggapi dengan mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Ya udah kita mulai aja deh perjulid an hari ini dengan bacaan hamdalah sama-sama" celoteh mbak Ajeng mendapat sambutan lemparan tisu dari kami berempat.

Bukannya tersinggung Mbak Ajeng malah terkekeh sendiri.

"Udah buruan deh Jeng, kirim berita hot yang Lo maksud ke grup. Keburu karatan rasa ke kepoan gue."

Pasalnya dari semalam Mbak Ajeng hanya berkoar-koar akan menyebarkan berita menghebohkan penghuni grup Teras Rumpi. Jika ingin tahu gosip tersebut di persilahkan hadir siang ini di kafe Hitz +62.

"Sabar saudara-saudara". Ia mulai mengotak-atik ponsel genggamnya dan beberapa detik kemudian Hp kami masing-masing menerima notifikasi dari grup Teras Rumpi.

"Wah..", 
"Gilaakk..",
"Kasian amat pabos",
"Anjir.."

Respon ke empat temanku lainya. Hanya aku yang diam tak menanggapi. Sedikit syok sebenarnya, tapi aku lebih memikirkan hal lainnya. Foto ini, Foto Mbak Likke dengan selingkuhannya bisa aku jadikan bukti dan ku serahkan ke Mas Raffi.

Terdapat 4 foto yang di kirim Mbak Ajeng di grup. Dan dari 4 foto tersebut Mbak Likke terlihat bermesraan dengan pria yang berbeda-beda.

Foto yang pertama Mbak Likke di rangkul pinggangnya oleh laki-laki berparas bule dengan tubuh jakung.

Foto kedua Mbak Likke sedang di peluk mesra oleh laki-laki berwajah brewok, di foto ini si pria hanya nampak samping dan mbk Likke tersenyum lebar menatap kamera.

Foto ketiga terlihat sedikit gelap seperti remang-remang yang menurut Mbak Ajeng foto tersebut di ambil di sebuah tempat karaoke atau bahkan dance floor. Di foto ini kedua nya nampak begitu intim dengan si pria seperti mencumbu leher, dan Mbak Likke lagi-lagi terlihat tersenyum menatap kamera.

Foto ke empat yang lebih parah, masih menggunakan pakaian yang sama seperti di foto yang ketiga tadi, bedanya hanya pria yang nampak di foto kali ini berkulit gelap dengan tubuh kekar. Tangan si pria berada di kedua bokong mbak Likke terlihat seperti meremas dan lagi-lagi wajah si pria tidak terekspos karena bersembunyi di lekuk leher mbak Likke. Mbak Likke sendiri di dalam foto terlihat menggigit bibirnya yang berlipstik merah darah.

Aku terperangah menatap foto-foto tersebut, sedikit terkejut mendengar penuturan dari mbak Ajeng. Aku harus membicarakan ini kepada Mas Raffi, iya harus.

*

*

*

Bersambung. . .

10.07.24 ✨

Yuk baca cerita aku lainnya 😁

Yuk baca cerita aku lainnya 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang