AKU tidak menyangka bisa sampai di tahap akhir interview. Peluangku untuk mendapat pekerjaan kini semakin dekat. Setelah seminggu yang lalu aku melihat mas Raffi di gedung yang sama denganku, aku tak mengkonfirmasikannya lagi. Aku hanya meminta ijin ke mas Raffi jika aku ingin kembali bekerja agar tidak merasa jenuh tinggal di apartemen seharian.
Untung saja mas Raffi mengijinkannya. Dan ketika keesokan harinya aku kembali mendapat email dari Hrd Design & Art Company yang menyatakan aku lolos di terima sebagai pegawai aku merasa sangat bersyukur.
A new life is coming. Pagi ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Aku memasak dan membersihkan apartemen dengan cepat demi mengejar waktu. Aku tidak memberitahu mas Raffi bahwa hari ini aku resmi di terima bekerja. Biarlah memang aku sengaja. Salah sendiri mas Raffi sibuk dengan istri keduanya yang baru pulang itu.
Jadi ketika mas Raffi keluar dari kamarnya dan bersiap untuk sarapan, aku pun keluar dari kamarku dengan membawa tas selempang warna hitam yang di belikan oleh ibu Yayuk ketika ulang tahun yang ke 20 tahun.
"Lho tumben kamu udah rapi Rim." tanya mas Raffi bingung. Ya iyalah biasanya jam segini aku masih ngebabu mengepel lantai atau kadang bersihkan dapur. Sedangkan kedua majikanku asik sarapan dengan mesra.
"Iya Mas. Rima udah keterima kerja mulai hari ini" jawabku.
Sebelum mas Raffi menanyakan lebih banyak hal lagi. Aku segera memasang sepatu pantofel hitam yang sudah aku persiapkan sedari pagi di depan pintu.
"Rima berangkat dulu ya Mas, sampai jumpa nanti."
Aku pun melenggang membuka pintu dan keluar dari apartemen.
Mungkin Mas Raffi merasa bingung dengan sikapku pagi ini. Tapi biarlah akan ku jelaskan saja nanti.
*
*
Aku sangat bersemangat pagi ini. Setelah turun dari sepeda motor tukang ojek yang mengantarku sampai di depan gedung yang menjulang tinggi ini, aku segera masuk lobi dan menuju lantai 8 dimana letak Design & Art Company berada. Aku keterima bekerja sebagai staff biasa.
Sampai di lantai 8 suasana masih sangat sepi. Bahkan para OB baru saja selesai mengepel lantainya.
"Mbak lantainya masih basah ya. Jadi tolong hati-hati kalau jalan." Seru office boy tersebut.
"Iya pak, saya tunggu di sini aja pak gak jalan-jalan dulu." Jawabku seraya menunjuk kursi yang letaknya tak jauh dari lift persis di depan meja resepsionis.
"Owh iya boleh-boleh mbak silahkan. Mbaknya pegawai baru ya? Saya kok kayal belum pernah lihat mbaknya."
"Iya pak saya baru masuk perhari ini. Salam kenal ya pak, nama saya Rima."
"Baik mbak Rima, selamat ya mbak bisa keterima bekerja di perusahaan ini. Nama saya pak Dadang mbak. Salam kenal juga. Kerja di sini enak loh mbak. Managernya super ramah dan baik pol. Karyawan lainnya juga baik-baik. Semoga betah ya mbak kerja di sini."
"Amin pak. Saya betah-betahin deh kalau gak betah." candaku.
"Bisa aja mbak nya. Ya wes saya tak lanjut ngepelnya ya mbak, keburu yang lainnya datang nanti. Mari mbak."
"Iya pak silahkan."
Setelah aku hanya berdiam menunggu sekitar setengah jam kemudian para karyawan yang menempati lantai ini satu persatu mulai tiba.
Melihat orang asing yang duduk di depan ruang kantor mereka membuat atensi mereka melirik ke arahku. Aku pun tersenyum tipis menganggukkan kepala tanda sapa ku.
Lalu tak lama kemudian bu Rara, orang yang me interview ku kemarin datang. Perempuan dengan gaya elegan itu menyuruhku untuk menunggu di tempat karena ada satu karyawan baru lagi yang mulai masuk hari ini.
"Kamu tetap tunggu sebentar di situ ya sambil nunggu teman kamu karyawan baru satunya lagi. Nanti kalau sudah jam 9 kamu bisa masuk ke ruangan saya. Saya akan jelaskan job desk kalian nantinya." Jelas bu Rara.
"Baik bu. Terima kasih infonya." jawabku Sopan.
Terdengar langkah kaki terburu-buru melangkah ke arahku.
Oh sepertinya dia adalah pegawai baru yang hari ini masuk bersamaku.
Bagaimana aku tahu?
Tentu saja aku masih mengingat wajahnya, dia adalah pelamar yang duduknya bersebelahan denganku waktu kami menunggu panggilan interview tahap pertama."Hai" panggilku ke arahnya.
Matanya mengedar memandang ke arahku. Bibirnya tersenyum sama sepertiku, sepertinya dia juga mengingatku.
"Hai.. mbak nya yang waktu itu duduk sebelah saya kan ya." mulainya.
"Iya. Selamat ya akhirnya kita bisa di terima kerja di sini."
Perempuan di depanku ini sepertinya masuk ke dalam wanita yang ceria. Terlihat dari langkah kakinya yang penuh semangat serta lengkungan senyum di bibirnya yang tak kunjung usai. Dia mengulurkan tangan kanannya ke arahku.
"Iya mbak. Kenalin nama saya inka. Nama mbak siapa?" tanya nya.
"Aku Rima. Kamu bisa panggil langsung aja nama aku gak usah pake mbak, biar kita bisa lebih akrab kedepannya. Oke inka?".
"Oke Rima. Mulai sekarang kita besti ya. Hehehe..."
"Ah.. dadaku tak henti berdetak kencang dari semalam. Aku begitu semangat namun juga gugup memikirkan hari pertama kita bekerja nanti." Curhatnya antusias.
Sama. Jawab batinku.
Tapi detak kencang itu bukan di sebabkan karena pekerjaan, melainkan karena hati belum siap jika nanti aku bertemu dengan mas Raffi di kantor ini. Takut suamiku itu tak mengijinkannya. Bagaimana pun dia tidak ingin orang-orang mengetahui hubungan kita.
Ya begitulah nasib pernikahanku yang entah sampai kapan ini akan berakhir. Menjadi istri pertama tapi perlakuan selalu di nomor dua kan.
*
Bersambung. . .
31.12.2023
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN YANG KEDUA
Literatura FemininaBagaimana rasanya menjadi yang pertama tapi terasa yang kedua? Adakah di antara kalian yang pernah mengalaminya. . Kali ini mungkin tiba masa ku. . Tidak pernah ada sedikit pun dalam pikiran ku akan di nikahi oleh mas Raffi, kakak angkat ku sendiri...