BAB 25

674 53 3
                                    

MBAK Ajeng. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang ceria dan periang. Meskipun terkadang omongannya suka nyablak dan tanpa di filter tapi aku sangat yakin ia adalah pribadi yang baik hati. Namun setelah sebuah fakta yang aku dengar dari Mas Raffi, kini pandanganku terhadap Mbak Ajeng yang baik hati mulai mengabur.

"Apa motif Mbak Ajeng melakukannya Mas?" Pertanyaan yang sungguh sangat mencongkol di pikiranku. Karena berapa kali pun aku mencoba mencernanya, aku tak menemukan satu pun alasannya.

"Ajeng cemburu."

Satu fakta baru lagi yang aku dengar.

"Cemburu.." beo ku.

"Iya. Sebelumnya Ajeng pernah confess perasaannya kepadaku. Dia bilang udah naksir aku dari pertama kali kita jumpa. Waktu itu memang sempat ada kejadian kita gak sengaja bertabrakan di depan lift, Ajeng sempat oleng tubuhnya dan berhasil terselamatkan akibat tarikanku pada lengannya. Jujur aja aku tidak mengingat peristiwa itu sampai Ajeng yang mengingatkan, Ajeng bilang semenjak itu ia menaruh rasa."

Aku masih tercengang mendengarnya. Jadi selama ini lelaki yang suka menjadi bahan bercandaan kami —Penghuni grup 'Teras Rumpi'—di kala waktu jam istirahat tak lain tak bukan adalah atasan kami, yang mana juga suamiku sendiri, Mas Raffi.

Pernah suatu hari Mbak Ajeng bercerita ketika kami berkumpul di jam makan siang, hatinya sedang berbunga-bunga karena Afi —nama Mas Crush yang baru saja ku ketahui adalah penggalan nama dari Raffi— dalam ceritanya ia tanpa di sengaja bisa berangkat bareng dengan Mas Crush-nya karen mendadak kendaraan yang di kendarainya mogok di  jalan. Kesialan yang ia syukuri untuk pertama kalinya dalam hidup. Begitu ceritanya dengan wajah sumringah.

Namun kerap kali Mbak Ajeng juga menceritakan dengan greget bahwa si Mas Crush masih saja begitu kalem padahal dia sudah sering men-spill kelakuan pacarnya yang menurut Mbak Ajeng hanya memanfaatkan si Afi ini.

Waktu itu Mbak Siska pernah menyeletuk, "Emang siapa sih identitas si Afi-Afi ini. Kasih tau lah sama kita jangan cuma spall spill aja kelakuannya yang bulol alias bucin tolol itu. Biar kita bantu dia biar sadar sama kelakuan pacarnya.

Memang di antara kami berenam tidak ada yang mengetahui siapa si Afi ini. Mbak Ajeng pun tak pernah menunjukkan bagaimana rupa si Mas Crush nya. "Jangan-jangan Afi-Afi ini hanya hidup di dalam angan-angan Lo aja Jeng. Hahaha.." begitu ejek Bang Denis kala itu.

"Enak aja. Afi itu nyata tau bukan hanya hidup dalam khayalan gue. Sorry guys gue belum bisa cerita siapa si Afi ini, karena ya yang pertama dia masih belum putus sama pacarnya dan yang kedua kalau nanti dia sudah putus sama pacarnya ya nunggu si Mas Crush jadian dulu sama gue baru gue kenalin ke kalian, kalau gak gitu takutnya malah Lo, Lo, Lo embat duluan nanti." Jelasnya sambil menunjuk ke arahku, inka dan Mbak Siska.

"Dan kalau itu sampai terjadi, Lo - gue - End." Lanjutnya sambil memperagakan kelima jarinya memotong leher.

"Iiihhhh sereemmm takut ah.." Begitu seru kami.

*

*

Aku terlonjak kaget ketika jari jemari tangan Mas Raffi menyentuh punggung tanganku. Sontak aku yang awalnya menghadap jendela dengan pandangan menerawang ke belakang kini kembali memfokuskan pandangan ku ke arah mata Mas Raffi.

"Kamu melamun."

"Ekhem.. Maaf Mas, aku seperti masih tidak percaya aja kalau Mbak Ajeng sampai berbuat seperti itu. Pantas aja waktu di kantor Mbak Ajeng selalu menyanjung Mas Raffi, ternyata memang karena ada rasa."

"Terus bagaimana setelah kamu negur Mbak Ajeng Mas terkait foto palsu itu." tanyaku lagi kembali ke topik masalah utama.

Mas Raffi menghembuskan nafas lelah, ia memperbaiki posisi duduknya menjadi sepenuhnya menghadapku. Tatapannya lurus membidik mataku. Aku masih diam menunggunya menjawab tanpa mengalihkan fokusku.

"Mau minum dulu deh." Oke Mungkin Mas Raffi sedang haus yang tak bisa ia tunda untuk sekedar menjawab rasa ke kepoan ku terlebih dahulu. Aku mengisi gelas dengan air putih dalam teko yang sudah tersedia di atas nakas samping ranjang pasien.

Setelah menandaskan air dalam gelas ku pikir Mas Raffi akan melanjutkan ceritanya, namun alih-alih begitu bibirnya malah menyeletuk keinginan yang terlintas dalam kepalanya, "Aku jadi pingen makan rujak deh Rim, beliin dong coba cari dimana gitu."

Refleks tangan ku mengeplak paha kirinya yang posisinya paling dekat dengan tangan kananku.

"Lanjutin dulu ceritanya yang tadi gimana habis itu aku beliin rujak." Putusku mutlak, gara-gara Mas Raffi nyuruh beliin rujak kini mulutku rasanya ingin menguyah mangga dengan rasa asam pedas manis bumbu rujak hmm rasanya aku sudah bisa membayangkan membuat ludah dalam mulutku berproduksi berlebih hingga aku menelannya kembali sambil membayangkan rasa rujak mangga itu.

Kenapa malah jadi ikutan ngidam, hamil juga enggak. Pikirku. Eh. Tapi bulan ini aku belum dapet tamu bulanan, kayaknya bulan kemarin aku haid di tanggal-tanggal pertengahan bulan dan sekarang udah tanggal 19 atau aku yang salah ingat kali ya, mungkin tanggal 20 an ke atas kali ya.
Kok tumben aku kayak lupa gitu tanggal haid ku. Mungkin karena akhir-akhir ini banyak satu dua hal yang terjadi membuatku melupakan suatu hal yang tidak terlalu penting.

Tapi.. Bagaimana jika aku hamil juga. Karena tak menampik, ketika Mbak Likke tak pulang ke rumah kemarin-kemarin kehidupan pernikahan ku dengam Mas Raffi sudah masuk ke dalam level seksual aktif. Jadi hal itu tidak menutup kemungkinan kecebong Mas Raffi akan lolos dan berkembang menjadi janin. Karena kami berdua tidak ada yang menggunakan kontrasepsi. Kalau aku beneran hamil kira-kira nanti Mas Raffi bakalan sayang juga gak ya sama anak yang aku kandung. Jangan-jangan Mas Raffi hanya menyayangi anak dari Mbak Likke aja. Kan kasihan nasib anakku nanti.

Ctak..

Suara jentikan jari yang di hasilkan dari tangan Mas Raffi sukses kembali membuyarkan lamunanku. Lagi-lagi aku tenggelam sendiri dalam pikiranku.

"Nglamunin aja sih. Jangan sering ngelamun kamu Rim, inget kita lagi di Rumah sakit."

Aku mengerutkan kening kurang paham dengan yang di maksud Mas Raffi, "Jadi kalau udah pulang ke rumah boleh ngelamun gitu." Sewotku.

"Ya gak giti maksudnya. Ini kita kan lagi di rumah sakit, kalau kamu keseringan ngelamun takutnya entar ada yang masukin kan serem. Udah ah mau di lanjut gak ini ceritanya."

"Ya lanjut dong. Habisnya kamu kelamaan sih Mas gak to the point aja. Keburu aku tinggal ngelamun lagi entar."

"Iya-iya ya udah dengerin aku lanjutin. Jadi begini ceritanya... "

Kemudian Mas Raffi menceritakan secara lengkap alurnya yang bisa ku tarik garis intinya setelah Mas Raffi menegurnya, Mbak Ajeng mengakui memang yang ia sebar adalah foto palsu. Ia meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tapi meski begitu Mbak Ajeng juga mengaku jika yang ia ucapkan tentang pacarnya Mas Raffi berselingkuh adalah sebuah fakta, hanya saja ia tidak mempunyai bukti. Biar waktu yang membuktikan. Begitu ujarnya.

*

*

*
Bersambung. .
04.08.2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang