Bab 3

1.6K 73 1
                                    

Setelah 3 hari di rawat di rumah sakit, sekarang ibu sudah kembali pulang tapi kondisi nya masih tetap harus di pantau. Sejak kemarin di rumah sakit ibu sudah merengek ingin di rawat di rumah saja. Alasannya ibu lebih ingin menghabiskan waktunya di rumah sebelum takdir tuhan memutus usianya.

Ya, ibu tau penyakitnya sudah parah.
Tapi ibu meyakinkan kami untuk ikhlas melewati ujian hidup ini.

Ku perhatikan ibu akhir-akhir ini banyak melamun ketika sendiri, meski begitu beliau mencoba untuk tampil ceria di depan kami.

Sore ini aku sedang menemani ibu menonton serial tv, namun nampaknya ku lihat ibu tidak benar-benar memperhatikan televisi.
Entah hal apa yang masih mengganggu pikirannya.

"Assalamualaikum..." mas Raffi masuk sambil menenteng tas kerja dan jas hitam yang di sampirkan ke pundaknya.

"Waalaikumsalam..tumben udah pulang mas", basa-basi ku pasalnya ini belum ada jam 5 sore karna biasanya mas Raffi sampai rumah setelah waktu maghrib.

"Iya, tadi sengaja ibu suruh pulang cepat, karna ibu ada hal penting yang mau di sampaikan", jawab ibu.

"Kamu mandi dulu sana, habis itu kita makan malam sama-sama".

*****

Aku membawa 2 cangkir teh dan 1 cangking kopi ke ruang tamu, setelah selesai makan tadi ibu mengajak kami berkumpul untuk mengobrolkan hal serius katanya.

"Mas Raffi mana bu.."

"Masih terima telpon dari cewek centil itu kayaknya, kamu panggil mas mu suruh cepetan kesini".

Aku beranjak dari tempat duduk berniat memanggil mas raffi, namun ternyata mas raffi sudah kembali masuk ke ruang tamu sambil memasukkan handphone nya ke saku celananya.

"Ada hal penting apa yang ingin di bicarakan bu", sambar mas Raffi langsung setelah ia duduk di kursi dan menyeruput kopi buatannku.

"Ibu ingin melihat kalian menikah".

"Alhamdulillah.. jadi ibu sudah merestui wanita pilihan Raffi bu".

Sedang aku hanya diam, ibu mau aku nikah, aduh sama siapa? boro-boro pacar aja gak punya, batin ku dalam hati.

"Sampai kapan pun ibu tidak akan merestui kamu dengan wanita centil itu raffi, ibu ingin kamu menikah dengan rima", tegas ibu sambil menggenggam tanganku.

"Kamu mau kan nak mewujudkan permintaan terakhir ibu, biar ibu bisa tenang ketika ibu sudah meninggalkan kalian nanti, ibu sudah menitipkan kalian berdua untuk sama-sama menjaga satu sama lain".

"Bu..", sambil ku balas erat genggaman tangan ibu, suara ku tercekat rasanya untuk melanjutkan perkataanku,
"Rima sama mas Raffi kan saudara, untuk menjaga satu sama lain tidak harus dengan menikah bu".

"Rima benar bu, lagian raffi sudah ada calon bu, dia wanita yang baik, ibu saja yang belum kenal jadi menilai dia dengan jelek. Raffi sangat mencintainnya bu, sampai kapan pun raffi tidak akan mau menikah dengan siapa pun selain Likke.

"Jadi kalian berdua tidak mau mewujudkan permintaan terakhir ibu, ya sudah terserah kalian jika ingin melihat ibu tidak tenang di akhirat nanti gak apa-apa".

Ibu kemudian berdiri dan masuk ke dalam kamarnya. Ku lirik mas raffi yang hanya diam, aku pun bingung harus bagaimana.

--
--

Semenjak perbincangan malam itu yang tidak mendapat persetujuan dari kedua anak nya, ibu mendiamkan kami. Mengacuhkan segala bentuk perhatian yang kami berikan.

Parah nya hari ini, ibu menolak makan dan minum obat membuat kondisi tubuhnya semakin melemas, membuat kami memutuskan untuk membawa ibu ke Rumah sakit.

"Buat apa ibu mencoba bertahan hidup, toh kalian berdua sama-sama egois tidak ada yang mau mengabulkan permintaan terakhir ibu".

Ku peluk ibu sambil menahan laju air mata, "bu jangan bilang begitu, ibu pasti sembuh, sekarang ibu makan ya dikit aja gapapa biar bisa minum obat".

Namun sayang ibu tetap bungkam. Ku lirik mas Raffi berharap ia mau membantuku membujuk ibu untuk makan, tetapi dari tadi ia hanya diam memusatkan pandangan matanya ke arah ibu yang sedang berbaring.

Sekalinya bersuara, kata-kata yang keluar dari mulutnya bagaikan gempa yang memporak-porandakan ketenangan jiwa.

"Oke, Raffi akan menikahi Rima"

--
--

Persetujuan dari ms Raffi tidak di anggap main-main oleh ibu, pasalnya sore hari nya di dalam ruang rawat inap ibu sekarang pernikahan pun di langsungkan.

Lebih tepatnya pernikahan siri. Dengan di saksikan bude marwa, kakak ibu yang masih tinggal satu kecamatan yang sama dengan kami, serta tetangga kami ibu iin dan suaminya yang kebetulan sedang menjenguk ibu.

Duduk bersanding dengan mas Raffi dengan alas karpet seadanya, pakaian kami pun masih sama seperti tadi pagi, tidak ada yang berubah.

Menundukkan wajah memejamkan mata, kedua tangan ku terpaut menyembunyikan gelisah. Tak ada keberanian menghadap ke depan, demi menyaksikan lelaki di samping ku yang kini sedang menjabat tangan penghulu.

Entah aku sedang melamun kan apa atau mungkin harapan bahwa ini hanya sebuah mimpi yang akan lenyap ketika aku kembali membuka mata, nyata nya kata SAH dan seruan Alhamdulillah yang terdengar dari sekitar seperti penegas bahwa kedepannya jalan takdir kami akan bersinggungan.

---
---

Sunyi sepi menemani perjalanan pulang kami ke rumah. Tak ada keberanian dariku untuk mengajak berbicara orang di sampingku yang sedang fokus mengemudi. Bahkan untuk memutar musik ataupun radio demi membunuh kesunyian ini pun nyaliku tak ada.

Setelah acara ijab kabul tadi sore selesai, mas Raffi pamit keluar untuk persiapan sholat magrib di masjid dekat rumah sakit, dan baru pukul 8 malam lebih baru kembali masuk ke ruang rawat ibu.

Entah apa saja atau dari mana mas Raffi selama beberapa jam lalu, yang jelas setelah muncul kembali ibu dan bude marwah memaksa kami untuk pulang ke rumah malam ini. Menggoda kami dengan dalih malam pertama. Bahkan bude Marwah siap menginap di rumah sakit demi menemani ibu.

Dan di sinilah kami sekarang, aku membuka pintu rumah sambil mengucap salam. Anehnya aku merasa bingung hendak melakukan apa. Rasanya semua mendadak menjadi canggung untukku.

Ku lirik mas Raffi tidak ada gelagat mengajak ku berbicara, ya sudah mungkin mas Raffi merasa aneh nya sama dengan ku, pikir ku.
Namun baru sebentar ku langkah kan kaki menuju kamar suara panggilan dari mas Raffi menghentikanku.

Ku dengar helaan panjang nafasnya, "Pernikahan kita hanya akan berjalan sampai ibu sembuh, setelah itu mungkin aku tidak bisa melanjutkannya".

.
Bersambung...
261122

Jgn lupa klik bintang nya 🌟⭐

AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang