Curcol!!!
Nungguin bab 16 dpt 10 🌟 vote lama amat 🥱
Padahal habis baca tinggal pencet aja yaKalo ngevote nya lama mau update jadi males-malesan kan..
Happy reading. . .
*HARI senin pagi yang begitu semrawut. Di mulai dari kami yang bangun kesiangan. Jalan raya yang begitu padat hingga mobil hanya bisa laju dengan merayap. Perut kosong yang keroncongan di tengah kemacetan. Apalagi ada meeting penting yang hari ini harus di hadiri oleh mas Raffi. Lengkap sudah beban awal hari ini.
Bagaimana bisa kami kompak bangun kesiangan. Kalian pasti bertanya-tanya.
Jadi begini ceritanya, kemarin di hari minggu siang niat awal aku dan mas Raffi akan pamit kembali akan tetapi ibu Yayuk menahannya, beliau mengatakan masih merindukan kedua anaknya. Jadilah kami menunda keberangkatan kami.
Ibu sebenarnya menyarankan agar kami berangkat kerja dari rumah ibu Yayuk saja pagi ini. Alih-alih menyetujui, mas Raffi malah ngotot ingin pergi di hari minggu malamnya.
Aku yang sebagai penumpang tentu saja menurut apa kata pak sopir.
Apalagi setelah kejadian di hari sabtu malam minggunya yang membuat kami berdua bangun terlalu siang. Jujur saja sampai saat ini pipiku merona merah menahan malu jika mengingatnya kembali.
Jadi sebenarnya aku menyetujui ide mas Raffi untuk pulang di minggu malamnya bukan hanya karena dia yang menyupiriku, akan tetapi lebih ingin menghindari ibu dan bude marwah. Karena mereka berdua tak henti-hentinya menggodaku membuat aku tersipu malu.
Ada satu lagi awalnya daftar orang yang aku hindari karena malu salah tingkahku sendiri.
Ya, Mas Raffi tentu saja.
Siapa yang tidak malu coba ketika ada yang melihat tubuh polos kita selain diri kita sendiri. Apalagi malam itu tidak hanya melihat saja tapi sudah me-...
Ah sudah-sudah tidak perlu di bahas.
"Kenapa kamu Rim."
Suara bariton dari arah samping sukses menyadarkan ku.
"Muka mu merah. Kamu sakit?", tanyanya sambil melirik ku intens. Jalanan yang macet memudahkannya untuk mengamati ku. "Aku perhatiin dari tadi geleng-geleng melulu. Pusing gara-gara belum sarapan. Bentar lagi depan ada pertigaan kita belok lewat situ, udah gak jauh kok sampai kantor. Kamu tahan dulu ya laparnya. Saya keburu ada meeting soalnya. Penting gak bisa di tunda. Jadi harus kejar waktu." Cerocos mas Raffi panjang kali lebar kali padat kali jelas.
"Em, iya sedikit agak pusing. Tapi gak apa-apa mas, biar nanti aku sarapan di kantin kantor aja."
Kesimpulan yang salah tapi mau tak mau harus aku angguki dengan pembenaran. Ya mana berani aku mengaku jika aku geleng-geleng kepala tadi gara-gara mengigat kembali aktivitas kami malam kemarin. Bisa makin tengsin yang ada.
Lagian pipi ini gampang bener deh merona nya.
Perasaan barusan waktu pakai make up di mobil aku gak pakai perona pipi.Oke tarik nafas, buang pelan-pelan.
Aku ulangi itu beberapa kali. Menenangkan debar jantung yang dengan tidak sopan berdetak dengan kencang itu.
Aku lanjutin cerita nya.
Jadi kemarin minggu setelah kami bangun kesiangan sebelum keluar dari kamar, rasa nya aku tak mempunya muka untuk melihat ke arah mas Raffi. Padahal aku tidak melakukan kesalahan, tapi entah mengapa aku merasa sangat-sangat malu untuk mengahadapi nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN YANG KEDUA
ChickLitBagaimana rasanya menjadi yang pertama tapi terasa yang kedua? Adakah di antara kalian yang pernah mengalaminya. . Kali ini mungkin tiba masa ku. . Tidak pernah ada sedikit pun dalam pikiran ku akan di nikahi oleh mas Raffi, kakak angkat ku sendiri...