Bab 7

1.1K 51 0
                                    

ANGIN berhembus cukup kencang ketika aku membuka pintu mobil dan beranjak keluar. Malam ini malam minggu. Sudah pasti jajaran cafe-cafe dan jalanan terlihat padat.

Para muda-mudi sengaja keluar untuk menghabiskan waktunya dengan teman atau sahabat bahkan orang tersayangnya.

Beda lagi denganku. Ah maksudnya suamiku, ia sepertinya terpaksa keluar rumah dan bermacet-macetan di jalan untuk bermalam mingguan dengan istrinya. Jika ibu tidak memaksanya sedari siang tadi mungkin kami tidak akan keluar malam ini.

Mobil hitam SUV keluaran terbaru mas Raffi kini sudah terparkir rapi di depan sebuah restoran yang dari luar saja sudah tampak berkelas.

Masuk ke restoran kami di sambut oleh dua orang pelayan yang siap membukakan pintu kaca, kemudian salah satu waiters akan sigap mengantarkan kami ke meja yang tersedia. Dalam pengamatan sekali lihat saja restoran ini benar-benar nampak mewah dengan lampu-lampu kristal yang menggantung di atas plafon, lilin-lilin dan setangkai bunga mawar yang ikut menghias meja dengan alas kain putih bersihnya. Tak ketinggalan alunan musik romantis yang terdengar dari suara biola yang sedang di mainkan oleh wanita cantik yang kini berdiri di atas panggung kecil di sudut ruangan yang luas ini.

Melihat dari sikapnya yang ogah-ogahan tadi, aku tak menyangka mas Raffi akan mengajakku dinner romantis ala-ala begini. Ku kira ia hanya akan membawaku keluar ke mall atau mungkin makan di warung-warung biasa langganan keluarga kami.

Untung saja malam ini aku tampil cantik berkat make up yang ku poles kan di wajah dan gaun warna navy yang panjangnya di bawah dengkul yang kini melekat di tubuhku. Jadi tidak salah kostum lah ketika memasuki restoran ini.

Pelayan restoran mempersilahkan kami untuk duduk di meja bagian samping kanan yang memberikan pemandangan taman samping dengan warna-warni bunga yang bermekaran.

Waiters tadi kembali menuangkan air putih ke dalam gelas yang ada di atas meja kami.

Aku masih asyik mengamati keadaan sekitar ketika suara mas Raffi menyapa pendengaran.

"Mau pesan apa", tanyanya sambil membuka buku menu yang di berikan pelayan tadi.

Sontak aku pun memutus pandangan ke arah luar dan mulai mengamati buku menu. Membolak-balikkan ke kanan dan ke kiri.

Wah pantas saja restoran ini kelihatan berkelas, harga makanannya saja sudah cukup membuatku geleng-geleng kepala sangking mahalnya. Ini nanti aku di traktir kan sama mas Raffi, jujur kalau suruh bayar sendiri aku merasa sayang sekali harus mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk sekali makan. Bukannya pelit ya.. tapi ya kalau menurut aku mending buat beli daging mentah nya di supermarket lalu ku panggang aja sendiri pasti dapatnya juga lebih banyak. Atau bisa juga makan di tempat lainnya yang harganya relatif lebih murah.

Tetapi mungkin pemikiran orang berbeda-beda ya, bisa saja mereka yang datang ke restoran ini sudah membandingkan soal rasa dan pelayanan yang di berikan pihak restoran mungkin lebih bagus dari tempat yang lainnya.

"Sudah tau mau pesan apa?" tanya mas Raffi sekali lagi yang mungkin sedari tadi hanya melihatku membolak-balikkan buku menu ini.

Karena bingung mau pesan apa, takut salah pilih menu akhirnya aku menjawab, "Samain aja sama pesanannya punya mas".

"Kenapa gak dari tadi aja sih." gumam nya lirih yang sayangnya masih bisa ku dengar.

"Kami pesan steak medium well nya 2, Red wine nya 2 juga ya. Sama bawakan dessert utama nya juga 2 ya", ucap mas Raffi kepada seorang waiters.

"Baik tuan dan nyonya silahkan di tunggu, pesanan akan segera kami siapkan."

Waiters pun undur diri dan meninggalkan aku dan mas Raffi kembali dalam keheningan.

Aku sebenarnya bukan tipe seorang yang introvert. Justru aku cenderung mengarah ke esktrovet karena menurut teman-teman aku adalah orang yang tidak canggung untuk memulai obrolan bahkan dengan orang yang tidak ku kenali sekali pun.

Tapi entah mengapa jika di sandingkan berdua dengan mas Raffi aku selalu kesulitan untuk membuka percakapan di antara kita. Mungkin jawaban pendek-pendek dan tidak adanya feedback yang membuat obrolan kita sering kali terlihat canggung.

Apalagi semenjak kami menikah. Memang belum ada satu bulan usia pernikahan ini tapi aku merasa mas Raffi semakin menjauh dan menghindari ku.

Seperti malam ini ketika di antara kami tidak ada yang berinisiatif untuk memulai obrolan. Ku lihat mas Raffi sedang asyik dengan ponsel genggamnya yang ku lirik sekilas sedang membuka aplikasi chatting nya. Beberapa kali mas Raffi juga terlihat mengetik balasan pesan yang masuk.

Sedang aku?. Ah jangan tanya lah aku sedang ngapain, karena jawabannya adalah aku hanya diam mengamati suasana sekitar. Memang tidak hening, tapi suasana nya juga tidak ramai. Mungkin karena jarak meja satu dengan yang lainnya yang berjarak membuat meja pengunjung masing-masing terasa lebih intim.

Entah berapa lama kami menghabiskan waktu hanya dengan saling diam karena ketika aku sedang sibuk dengan menscroll isi sosial mediaku yang isinya postingan teman-teman itu terhenti ketika aku mendengar suara deheman dari orang yang duduk di depanku ini.

"Ekhem.."

Aku mendongak ketika mendegar suara deheman sekali lagi dan menatap mas Raffi yang ternyata sudah memusatkan pandangannya ke arah ku entah sejak kapan.

"Aku mau bicara serius, tolong taruh Hp kamu sebentar." buka nya.

Ada apa ini, tumben dia mau bicara serius, jangan-jangan mas Raffi merencanakan mau menceraikanku segera. Ah masa belum sebulan menikah udah jadi janda sih.

Meski begitu aku tetap melakukan perintahnya dan memasukkan Handphone ku ke dalam tas hitam yang ku bawa.

"Ada apa mas?"

"Besok kamu mulai packing-packing baju dan barang-barang yang kamu perlu.. kan.. sebentar." ucapan mas Raffi terpotong karena ada panggilan masuk di Hp nya yang tak sempat ku lirik siapa peneleponnya.

Tunggu-tunggu, mas Raffi menyuruhku untuk packing. Apa dia akan mengajakku liburan eh atau honeymoon ke luar negri. Aaaaaaahhhh... pipi ku mendadak tersipu malu sendiri memikirkan kami akan honeymoon kemana. So sweet sekali suamiku ini.

*

Bersambung. . .

12.08.23

AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang