SEMINGGU setelah keributan yang tercipta di antara rumah tangga suamiku dengan istri keduanya, aku belum lagi melihat batang hidung mbak Likke kembali muncul di apartemen ini. Jika gosip yang beredar di kalangan teman-teman kerja ku benar, harusnya mbak Likke sudah pulang liburan dari dua hari yang lalu.
Selama seminggu ini pun mas Raffi masih uring-uringan sendiri, udah macam perempuan yang lagi pada masa PMS (Premenstrual Syndrome). Gak cocok sama dia dikit langsung muncul taring sama tanduknya.
Hah.. paling parah waktu meeting kemarin sore. Udah tahu kalau sore otak sulit di ajak mikir, masih aja di cecar pertanyaan yang membuatku ikut mengelus dada. Kasihan sekali tim nya kemarin harus pulang lembur demi mengubah pekerjaan mereka agar sesuai dengan permintaan bos nya itu.
Kalau sama aku?
Kalian nanya?
Hahhhh.... Tentunya aku ikut kena percikan api nya lah. Apalagi ketidak setujuanku seakan menjadi bara yang membuat amarah mbak Likke tak segera padam.
Rayuan dan bujuk kan mas Raffi tak mempan. Aku tetap teguh pada pendirianku. Apalagi aku sempat mengancam akan mengadukannya ke ibu jika mas Raffi telah menikah siri dengan Likke. Jadi mas Raffi tak melanjutkan aksinya menyudutkan.
Sebenarnya mulut ku sendiri sudah gatal ingin membongkar perselingkuhan mbak Likke, tapi apalah daya ku rasa mas Raffi tak akan semudah itu percaya dengan omonganku. Jadi biarlah itu menjadi urusan mereka.
"Mas ayo makan dulu. Percuma juga kamu mencoba menghubungi mbak Likke dari tadi enggak terhubung. Bisa aja Hape nya mbak Likke hilang atau mungkin rusak jadi gak bisa kamu hubungi. Udahlah nanti kalau udah agak reda mood mbak Likke bakal balik lagi sendiri ke sini." Jelasku.
Entah keberanian dari mana malam ini aku bisa berucap panjang lebar begitu, ini pertama kalinya mungkin karena aku sudah gedeg dengan kelakuan kalang kabut mas Raffi akhir-akhir ini. Padahal sebelumnya aku sangat segan untuk berbicara dengan mas Raffi, apalagi sejak kejadian malam itu dimana kami telah menyatu sepenuhnya rasa canggung semakin mendominasi di antara kita.
Huft.. mungkin ini memang titik dimana aku sudah tak sabar ingin menyadarkan sesadar-sadarnya bahwa tindakan yang mas Raffi lakukan akhir-akhir ini itu adalah sebuah kebodohan belaka.
"Aku lagi malas makan, kamu makan duluan aja." Jawab mas Raffi cuek.
"Aku itu capek-capek pulang kerja sengaja masak makanan ribet kesukaan kamu itu ya supaya kamu makan mas, bukan untuk kamu malesin begitu."
Lagi, aku kembali kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulutku barusan. Ada apa dengan diriku beraninya aku mengomel dengan suara lantang begitu.
Rupanya bukan hanya diriku saja yang heran, buktinya mas Raffi langsung memberikan atensi sepenuhnya ke arahku. Ia mengubah duduknya yang tadi membelakangi ku karena ia duduk di sofa ruang tamu sedangkan aku berada di dapur yang sedang memasak opor ayam, mas Raffi menyerongkan duduknya agar bisa melihat wajahku dengan jelas.
Aku mendadak salah tingkah setelah di tatap begitu dalam oleh mas Raffi.
"Ekhem.. ya udah kalau mas Raffi lagi malas makan. Aku tetap taruh opor ayam ini di panci atas kompor, nanti kamu angetin sendiri kalau mau makan mas. Aku mau mandi dulu." Jelas ku kemudian ku lepas apron warna coklat muda dari leherku. Lalu ku cantol kan apron tadi di gantungan dekat rak cuci piring dan berlalu meninggalkan mas Raffi yang masih mematung diam melihat kepergianku masuk ke dalam kamar yang sehari-hari ku tempati sendiri.
Bersambung...
11.05.2024Haii
Bantu masukan dong
Kalian mau bab selanjutnya bagaimana
Soalnya ide ku benar-benar mampet
Bisa komen atau chat aku
Tengkyuu
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN YANG KEDUA
ChickLitBagaimana rasanya menjadi yang pertama tapi terasa yang kedua? Adakah di antara kalian yang pernah mengalaminya. . Kali ini mungkin tiba masa ku. . Tidak pernah ada sedikit pun dalam pikiran ku akan di nikahi oleh mas Raffi, kakak angkat ku sendiri...