Kata Terakhir

113 12 6
                                    

Iyaa benar apa yang dikatakan orang-orang, semua ini memang terasa tergesa-gesa. Tidak lebih tepatnya, mungkin inilah yang harusnya terjadi. Seharusnya, sudah sejak dulu aku membuka hati untuk pria lain. Bahkan... lihat sekarang pria itu, dia menerimaku walaupun dia tahu aku tidak mencintainya. Tidak mencintai bukan berarti aku tidak menyukainya. Jika aku bisa jujur, aku menyukainya... menyukai pria seperti dia.

Orang mana yang tidak akan jatuh hati pada sosok pria seperti Jeffrey itu. Yaa itulah aku, orang itu adalah aku. Akulah orang bodoh yang tidak bisa mencintai nya. Bukan tidak bisa, tetapi belum. Aku harap setelah semua ini, cinta itu akan datang untukku dan untuknya. Maaf karena masih harus melukaimu, dan maafkan aku....

"Apa yang kau pikirkan? Bajunya tidak muat karena kau bertambah besar? Eummm... kalau aku lihat-lihat sih... sepertinya dadamu membesar, tapi sexy. Hahhaaha Jeff pasti menyukainya."

"Yyaak!!" Winatha memukul lengan pp gemas.

"Lagian kenapa kau diam saja. Aku bilang kau tampan, kau tidak dengar. Aku bilang dadamu besar, kau baru dengar."

"Aku tahu aku tampan, kau tidak perlu memujiku lagi." Winatha tersenyum senang sembari menatap lekat pantulan dirinya.

"Bagaimana tampankan." Puji pp lagi. Winatha tidak menjawab, dia hanya tersenyum masih dengan menatap pantulan dirinya.

***

Sepasang mata hitam legam itu gemetar membaca undangan yang dia terima kemarin. Pria bernama lengkap Jeffrey  itu, dengan senang hati memberikan selembar undangan berwarna putih dengan pita merah ditenganya. Sebuah undangan pernikahan, pernikahan dirinya dengan winatha Astagiri.

Relung hatinya seakan berteriak walau mulutnya tertutup rapat. Rasanya bagaikan dunia ini berteriak menertawakannya. Setelah semua yang dia lakukan untuk mencoba melupakan pria itu, bahkan harus menyakiti hati wanita lain. Berharap dia bisa kembali bersama dengan yang terkasih. Cih... itu semua hanya khayalan semata, karena kenyataannya... tidak ada lagi benang merah yang bisa mengikat hati pria itu padanya.

Flasback

Malam ini lebih dingin dari biasanya, setelah mendapat panggilan dari winatha, Bryandra langsung menemuinya ditepi pantai. Ia bisa langsung melihat tubuh winatha yang memeluk dirinya sendiri, angin malam pasti membuatnya menggigil apalagi ditepi pantai seperti ini.

Dengan pelan Bryandra mendekat menghapiri winatha, berdiri dibelakang pria itu selama beberapa menit. Winatha masih belum sadar dengan kehadiran nya, atau mungkin dia hanya membiarkan saja Bryandra seperti itu.

Setelah beberapa menit, Bryandra masih tidak bersuara. Dia masih berdiri diam dibelakang tubuh winatha. Memperhatikan dari belakang seolah ingin mendekapnya, tapi dia renungkan karena ini bukan saatnya memadu kasih seperti hari-hari kemarin. Mungkin malam ini... oh tidak!! Kepalanya langsung sakit jika benar apa yang dia pikirkan akan diucapkan oleh winatha.

Winatha membalik tubuhnya sedikit, mendapati Bryandra ada dibelakangnya. Dia masih berusaha memberikan senyuman, senyuman manis yang terasa pahit.

"Hai..." sapa winatha menyambut Bryandra

"Hai..." balas Bryandra menjawab.
"Kau menangis?" tanyanya lagi pada winatha.

"Eummm... sedikit." Jawab winatha sembari dia duduk diatas pasir.

Bryandra mengikutinya, duduk diatas pasir sembari memandang bebas kelautan.

"Bry... untuk malam ini bolehkah aku mengatakan kalau aku bahagia bersamamu, dimasa lalu bahkan saat ini?"

Bryandra termenung mendengar penuturan winatha. Dibalik kata-katanya itu menyimpan berjuta luka. Seharusnya dia bahagia mendengar pengakuan manis winatha tapi justru dia merasa sesak mendengarnya.

"Kalau begitu, bolehkah aku mengatakan kalau aku mencintaimu, dulu dan sekarang?"

Winatha tersenyum menganggukan kepala.
"Aku tahu... kau menyimpan cintamu jauh didalam hatimu sampai aku kembalikan? Saat aku pergi aku tahu kalau kau akan menungguku, tidak peduli berapa lama aku pergi, suatu saat aku pasti kembali. Dan saat aku kembali, ada orang lain yang telah mengisi tempatku. Apa dia juga berhasil mengisi hatimu juga? Kalau iya...bisakah aku pergi... lagi?"

"Tidak kah kau berpikir aku membencimu?"

"Kau pasti sangat membenciku." Aku winatha membenarkan perkataan Bryandra.

"Kalau kau sudah tahu seharusnya kau tidak melakukan itu. Kau pergi semaumu dan datang sesuka hatimu. Saat itu aku bilang kalau kita bisa kembali bersama, kita akan memulainya lagi dan aku memohon padamu untuk tidak pergi. Tapi kenapa... kenapa kau justru pergi?"

"Karena kau yang memintaku pergi!! Kau tidak mempercayaiku, Bry. Berapa kali aku harus bilang kalau aku tidak pernah tidur dengan pria lain. Bahkan kalau dia suamiku, aku tidak akan pernah tidur dengannya tanpa cinta. Dan sekarang... lihatlah apa yang telah kita lakukan? Karena cinta bodoh ini, kita melukai hati mereka. Kau melukai Joy, dan aku melukai Jeff. Aku memang bodoh melibatkan Jeff dalam perasaanku. Dia pria yang baik, sangat baik sampai aku rasanya akan mati kalau terus melukainya. Begitu juga dengan Joy, wanita cantik dengan senyuman cerah. Sekarang, apa dia masih bisa memberikan senyuman itu padamu?" Winatha menggeleng, mengahapus tetesan airmata dipipinya. Dia mengambil napas setelah mengakhiri kalimat demi kalimat menyakitkan itu.

"Win... kau tahu, dulu saat masih kuliah aku pernah berjanji pada ibumu untuk menjagamu apapun yang terjadi. Sebelum ibumu meninggal, aku sudah meminta ijinnya untuk menikahimu suatu saat nanti saat aku sudah mampu membahagiakanmu. Semua yeng terjadi mengakibatkan perpisahaan kita saat itu. Aku yang egois ingin cepat sukses, dan berpikir saat aku sukses aku akan kembali padamu. Aku akan fokus dalam karirku dulu setelah itu aku akan membawamu kembali. Tapi ternyata, tidak mudah mencapai keberhasilan saat hati dan pikiranku berada dalam 2
tempat berbeda. Dan aku juga tahu, kau menyibukan dirimu sesibuk mungkin dan akhirnya kita berpisah. Bagaimana bisa dikatakan berpisah, kalau kita masih tinggal diatap yang sama. Berusaha melupakanmu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan win."

Winatha memegang tangan Bryandra dan menautkannya menjadi satu dengan jari-jarinya. Tangan dan mata winatha bergetar, getaran yang dihasilakan dari isakan tangsinya. Win mengecup pelan tangan Bryandra, sehingga Bryandra tidak bisa lagi menahan uraian airmata yang dia tahan. Winatha terisak begitu pula dengannya, sebelah tangannya mengelus puncak kepala win dengan pelan.

"Ayo... kita akhiri lagi... dan berjanjilah untuk melupakanku. Lupakan cinta itu, cinta yang lain akan datang. Dan tolong... buka hatimu." Winatha menatap sendu Bryandra dengan linangan airmata yang membanjiri pelupuk mata dan wajahnya. Dia memejamkan mata saat Bryandra mengecup kening dan memeluk tubuhnya, memberikan kehangatan di tengah dinginnya angin malam. Kehangatan yang bisa ia rasakan untuk terakhir kalinya.

Flashback end

To be continue.....
Kenapa rasanya sesek sedih sekali ini 😭😭😭😭😭😭😭

Jangan lupa tinggalkan jejak sambil ngelap ingus juga gpp..

WE BROKE UP!! [BRIGHTWIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang