Tiara berjalan keluar kelas dengan cepat. Dia sangat bersemangat untuk pulang, dan mulai mengerjakan misinya itu. Namun, tiba-tiba saja, dia dihadang oleh Arkan.
"Ada apa?" tanya Tiara singkat.
"Saya cuma mau mengembalikan buku yang tadi saya pinjam pas matematika," sahut lawan bicaranya sambil menyerahkan sebuah buku catatan pada Tiara.
Tiara melirik kearah buku catatan itu. Dia membuka buku itu, dan nampak tulisan tangannya. Memang, saat jam pelajaran matematika, Arkan sempat meminjam buku catatannya untuk menyalin catatannya untuk mengejar ketinggalan.
"Terima kasih," kata Tiara pelan.
Arkan tersenyum sebagai respon. Tiara menatap senyum itu. Senyum itu tipis, tapi nampak tulus. Setelah beberapa saat, Arkan pergi meninggalkan Tiara begitu saja. Tiara terus menatapnya selagi ia berlalu.
Manis, pikir Tiara.
"Hei, Ti! Ngapain lo?" tanya seseorang yang sontak mengejutkan Tiara.
Dia menoleh ke samping. Ada Marsha, juga Rei, sahabat Marsha dari kelas A.
"Nggak ngapa-ngapain, kok," jawab Tiara seraya memasukkan buku catatan itu kedalam tasnya.
"Tadi sama Arkan, ngapain, tuh?" goda Rei sambil menyenggol Tiara pelan.
"Nggak ngapa-ngapain. Dia cuma ngebalikin buku catatan matematika gue yang sempat dia pinjem," bantah Tiara sambil menggeleng.
"Tiara, gue tahu, kok, kalau lo naksir. Semua cewek di kelas gue juga naksir, kok, sama dia," desak Rei, yang lagi-lagi dibalas gelengan kepala oleh Tiara.
"Sumpah, Rei. Gue lebih berani mati daripada jatuh cinta sama dia. Udah aneh, kaku banget, lagi," sahut Tiara yang mulai serius.
"Oke. Mari kita lihat. Jangan sampai kaya Alvin dulu," balas Rei.
"Jangan samakan Alvin dengan Arkan," tukas Tiara.
"Nah, kan!" seru Rei, yang membuat Tiara semakin naik darah.
Tiara hanya bisa menghela nafas, menghadapi kedua temannya itu. Melihat ojek online yang dia pesan datang, Tiara pun segera berpamitan pada kedua temannya.
"Dah, Marsha! Rei!" seru Tiara sambil melompat keatas motor.
Marsha dan Rei hanya balas berdadah. Motor ojek online itupun bergerak menjauh dari sekolah, berjalan menuju kearah rumah.
***
Tiara membuka pintu rumahnya. Tidak ada orang selain dirinya yang ada dirumah itu. Tiara berjalan dengan cepat menuju ke lantai dua rumah itu, lalu masuk kedalam kamarnya.
Kamar Tiara memiliki cat berwarna broken white, yang dilapisi oleh poster-poster band rock tahun 1970an bak QUEEN dan Aerosmith. Tiara menyalakan komputer, juga AC kamar. Setelah semuanya menyala, Tiara merebahkan dirinya diatas kasur.
Arkan dan Alvin ... Akankah mereka berakhir sama? pikir Tiara, sambil menatap kosong langit-langit kamarnya.
Alvin, atau Alvino Reifansyah adalah nama pria itu. Tiara pertama kali bertemu dengan Alvin pada hari pertama sekolah, tahun ajaran lalu. Kebetulan, Tiara dan Alvin saat itu berada dalam satu grup yang sama pada masa MPLS. Tiara yang saat itu belum berani berkenalan hanya bisa berbicara dengan Alvin. Alvin juga saat itu hanya berani berbicara dengan Tiara. Dan dari situlah, perasaan mulai muncul diantara mereka berdua.
Hanya saja, perasaan itu bertahan sangat lama di diri Tiara. Sudah berbagai cara Tiara lakukan untuk melupakan perasaan itu. Namun, akhinrya, dia menerimanya juga. Begitu dia memberanikan diri untuk memulai hubungan, Alvin jelas menerima itu dengan senang hati.
Namun, apa yang terjadi setelah itu tidak lagi Alvin harapan Tiara. Dan dari hubungan itulah, Tiara bersumpah untuk tidak akan jatuh cinta lagi.
Tapi, kalau misalnya Arkan sama dengan Alvin, akankah aku menyesal telah membuka hati padanya? pikir Tiara.
Tiara cepat-cepat menghapus pikiran negatif itu dengan cara bangkit dari kasur. Dia berjalan dengan gontai menuju ke komputernya yang sudah menyala. Dia memasukkan password, lalu tersenyum tipis.
"Mari kita lakukan!" katanya.
***
Setengah jam berlalu dengan cepat. Tiara meregangkan tangannya yang sudah dipakai untuk mengetik nonstop. Pada dasarnya, ia hanya diminta untuk membobol jaringan sebuah website untuk memastikan keamanannya. Setelah itu, dia memberikan input kepada klien.
Begitu semuanya selesai, Tiara tersadar akan sesuatu. Bukankah sedikit mencurigakan bahwa dia mendapat bayaran besar hanya untuk hal ini? Mengingat ini adalah salah satu hal yang paling sering ia lakukan.
Dia menghela nafas pelan. "Semoga saja, nggak ada hal buruk yang terjadi pada gue," harapnya pelan.
***
Tommy Highfields nampak tersenyum. Crazy Diamond telah melakukan tugasnya. Email jebakan yang ia kirimkan ternyata berhasil juga.
"Dasar remaja labil! Seharusnya dia sadar bahwa dia telah masuk ke jebakanku setelah membuka email itu!" gumam pria itu sambil tersenyum.
Pria itu menutup laptopnya, lalu membuka ponselnya. Dia menelpon seseorang, dengan perasaan bersemangat.
"Halo." Pria di seberang berbicara terlebih dahulu. "Ada apa, Pak? Saat ini, saya masih di sekolah target."
"Apa kau berhasil merekrut orang yang kubilang tadi?"
"Sayangnya belum, Pak. Sulit sekali mencari orang yang tepat tanpa menimbulkan kecurigaan," jawab Pria di seberang, lirih.
Tommy menghela nafas. Memang, dia baru saja memberinya instruksi itu empat jam lalu. Terlebih lagi, dia menelpon pada jam istirahat makan siang.
"Oke. Tapi, lakukan ini dengan cepat. Sebab, setelah kamu mendapat, saya mau kamu beralih ke misi selanjutnya."
"Baik, Pak." Pria di seberang menjawab dengan datar, lalu menutup teleponnya.
Tommy Highfields menaruh ponselnya di sebelah komputer. Dia melirik kearah mading yang penuh dengan foto-foto agen beserta tanggal. Di balik berbagai foto itu, ada nama-nama dari agen itu.
Nggak. Aku nggak boleh mengorbankan agen ini. Siapapun, selain dia! tekad Tommy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANTARA I: MUTIARA
Teen FictionSekilas, Tiara nampak seperti gadis biasa. Nilai-nilainya rata-rata, dia tidak pandai dalam olahraga, dan mukanya tidak biasa saja. Dia juga berteman seperti anak-anak lainnya. Namun, ada satu rahasia yang dia tutup rapat-rapat dari teman-temannya...