12

24 11 0
                                    

"Lo boleh waspada. Tapi, lo itu manusia super. Kekuatan lo berkali-kali lipat daripada gue. Jadi tenang saja, nggak usah panik begitu. Lagian, yang ngerekrut gue lo juga," ujar Mad Hatter, yang membuat Arkan menjadi sedikit lebih tenang.

Arkan kembali menaruh tiang infus di sebelahnya. Dia menatap lawan bicaranya lamat-lamat. Memastikan yang di hadapannya benar-benar Mad Hatter, bukan seseorang yang berpura-pura menjadi Mad Hatter.

"Baik. Kalau begitu, cepat. Gue nggak mau lo lama-lama disini. Gue nggak mau tiba-tiba dokter masuk, terus kita tertangkap basah."

Mad Hatter mengangguk. "Baik. Interogasi ini akan dilakukan dengan cepat. Tapi, anda harus menjawab dengan jujur."

Di detik intonasi bicara Mad Hatter berubah, Arkan tahu bahwa percakapan ini serius. Dia menelan ludahnya, lalu mengangguk serius.

***

Dua jam interogasi terasa seperti delapan jam interogasi. Sesekali, Mad Hatter bertanya. Lalu, Arkan menjawabnya. Setelah itu, Mad Hatter mencatatnya dalam sebuah nota kecil. 

"Pertanyaan terakhir. Kenapa kau nggak mau balik ke Cikarang?" tanya Mad Hatter sambil menatap Arkan tajam.

Arkan terdiam. "Kalau itu kau nggak boleh tahu."

Mad Hatter tersenyum. "Apa jangan-jangan karena gadis itu? Ya ampun, aku baru tahu kalau robot bisa jatuh cinta!"

Arkan tidak mengindahkan kata-kata itu. Dia melirik kearah tangannya, yang ia gerakkan secara statis. 

"Tapi, ingat. Gadis itu adalah salah satu calon target kita. Dengar-dengar, dia salah satu terduga Crazy Diamond." 

"Akan kupastikan kalau gadis itu bukan Crazy Diamond. Tidak mungkin."

"Baik, baik." Mad Hatter bangkit dari tempat duduk, lalu melompat ke ventilasi.

"Sejujurnya, seharusnya lo dirawat di laboratorium bekas Dokter Sohwa. Namun, karena lo-nya nggak mau keluar, mau nggak mau gue tinggal lo disini."

"Baik." Arkan menjawab datar.

"Kalau begitu, bye." Mad Hatter akhirnya beranjak pergi, lalu menghilang dari tatapan Arkan.

Arkan terus menatap kearah ventilasi itu dengan tatapan kosong, tetapi dengan penuh keheranan.

***

Tiara terduduk di jok belakang, bersama dengan Marsha. Saat itu, kota sedang dilanda hujan deras. Pak Dimas yang menyetir mau tidak mau harus memfokuskan pandangannya pada jalan. 

Tiara menatap jalan dengan tatapan kosong. Baru saja satu pekan ia bersekolah kembali. Namun, sudah banyak hal yang terjadi. Dimulai dari kedatangan Arkan, percakapan dengan Zirconium alias Chandra, dan sekarang Arkan yang terdampar di Rumah Sakit sendirian.

"Tiara, kamu kenapa?" tanya Pak Dimas berusaha mencairkan suasana.

Tiara tidak menjawab. Dia terus saja menerawang kearah jalan, menatap deru klakson mobil yang tidak kalah kerasnya.

"Nggak apa-apa, Pak," jawab gadis itu muram. 

Pak Dimas tersenyum tipis melihat kelakuan muridnya. Dia terus melanjutkan perjalanan, sambil menatap jalanan dengan fokus.

Jauh dalam lubuk hati, Tiara berpikir keras.

Apa jangan-jangan semua kejadian ini ada kaitannya dengan kata-kata Chandra? Apa jangan-jangan Arkan dikirim orang untuk melindungi gue? Nggak, ah. Nggak mungkin. Gue mau penjelasan. Bukan. Gue BUTUH penjelasan.

***

Sore itu, Chandra sedang terduduk sendirian di kantin, mengurusi proposal program-program untuk OSIS. Memang, sebagai seorang wakil ketua OSIS SMA Insan Sejahtera, tugas Chandra memang sangat-sangat banyak. Mengingat sang ketua OSIS sering sekali tidak masuk dan lalai dalam mengerjakan tugasnya.

Chandra menyeka keringatnya.

Melelahkan banget! Dasar ketua OSIS nggak jelas, gerutu Chandra.

Anak itu menutup matanya sekejap. Dan begitu ia membukanya, betapa kagetnya Chandra melihat sosok Tiara sudah muncul di hadapannya.

"Sejak kapan lo ada disini?" tanya Chandra terkejut.

"Baru, kok."

Gadis itu menarik kursi, dan menaruh tas totebag yang biasa ia bawa di sebelahnya. Chandra menatap perilaku gadis itu dengan tatapan tajam. 

"Tumben sekali lo datang. Ada yang mau lo tanyakan?" Chandra bertanya dengan curiga.

Tiara tertawa kecil. "Tahu aja, lo."

"Sudah, tanyakan saja. Soalnya, kalau ada apa-apa, siapa tahu gue bisa bantu," jawab Chandra.

"Baik, baik. Akan gue ceritakan semuanya. Tapi, sejujurnya, akhir-akhir ini banyak banget hal yang terjadi di hidup gue. Gue curiga semua ini berhubungan."

Chandra manggut-manggut. "Jelaskan pada gue semuanya. Gue mau mendengarnya."

Dan dari titik itu, sudah tidak ada rahasia lagi di antara mereka berdua.

***

"Jadi, lo berpikir kalau Arkan dikirim oleh pemerintah untuk melindungi lo?" tanya Chandra, yang dibalas anggukan oleh Tiara.

"Iya. Soalnya, kok bisa dia membedakan polisi gadungan dan polisi asli? Apalagi, ternyata kemampuan bertarungnya melebihi manusia biasa. Maksud gue, bisa-bisanya dia bertahan satu jam dengan puluhan peluru tertancap di tubuhnya!"

Chandra menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau gue jadi lo, justru gue bakal curiga. Nggak mungkin polri atau BIN akan mengirim seseorang untuk melindungi peretas buronan berbagai negara." 

Tiara menelan ludahnya. Tatapannya seketika menjadi kosong, dan perasaan penasarannya berubah menjadi ketakutan dan kecemasan. 

Apa yang dia katakan benar juga. Apa mungkin, gue harus riset juga, ya, tentang latar belakang Arkan?

"Tapi, gue juga nggak akan heran kalau kemungkinan itu benar. Karena, kalau iklan buronanmu sudah masuk deepweb, seharusnya banyak yang mulai bergerak. Mungkin, dia selama ini melindungi lo dari berbagai incaran pembunuh."

Ucapan itu membuat Tiara menjadi sedikit lega.

"Iya, tapi gue cuma takut kalau lo sebenarnya cuma umpan buat menangkap semua pembunuh bayaran di deepweb. Itu aja. Takutnya, mereka sudah bergerak."

"Chandra, please, dong! Jangan nakut-nakutin gue," jerit Tiara sambil bangkit dari meja.

"Gue cuma berbicara sesuai kenyataan, Ti. Kepala lo udah ditandai satu miliar dolar di deepweb. Mungkin aja ada orang kaya gabut yang ingin menghamburkan duit demi kepala lo." 

Seketika, gadis itu lagi-lagi bergidik ngeri. Kecemasan kembali lagi muncul di kepalanya. Kakinya gemetaran, dan ia ingin buru-buru pulang saja.

"Kalau begitu, gue duluan, ya." Tiara berucap pelan, lalu pergi meninggalkan Chandra begitu saja. 

Chandra tidak merespon, dan kembali sibuk mengerjakan tugasnya. 

ARKANTARA I: MUTIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang