Tiara terus melihat-lihat buku itu, sedangkan Arkan hanya berdiri dengan canggung di sebelahnya. Sesekali, Tiara tersenyum melihat gambar-gambar yang terdapat di dalamnya.
"Gambar lo bagus," puji Tiara sambil tersenyum.
"Terima kasih," balas Arkan datar.
"Sekali-kali, lo harus ajarin gue gambar. Kali aja, gambaran gue bisa jadi lebih baik," tambah Tiara, yang dibalas anggukan pelan oleh Arkan.
"Eh, iya. Kapan-kapan akan saya ajarkan." Pria itu membalas dengan tergagap.
"Kan, inget, nggak, kata-kata gue yang perihal lo-gue itu?" ucap Tiara mengingatkannya.
Arkan mengangguk. "Baik. Kapan-kapan, akan gue ajarkan ke lo."
Tiara mengangguk sambil tersenyum. Namun, percakapan mereka terhenti saat tiba-tiba, terdengar suara dobrakan pintu membuat Arkan dan Tiara terkejut.
"Aduh, yang ngobrol berdua!" goda seseorang, yang sontak mengejutkan Arkan dan Tiara.
Mereka berdua menoleh ke belakang bersamaan, dan nampak Marsha dan Ali yang sedang berjalan masuk kedalam. Tiara menatap Marsha dengan tajam, sedangkan Arkan hanya berdiri gugup.
"Orang di kelas ini, kan, cuma kita. Jadi, nggak salah, dong, kalau kita ngobrol," sahut Tiara sambil cemberut.
"Tiara, mau temani gue ke kantin sebentar, nggak? Gue lupa bawa air, nih," ajak Marsha, mengalihkan pembicaraan.
"Eh ... Oke. Ayo." Tiara menyetujui ajakan itu, lalu keluar dari kelas 8B bersama.
"Nanti jangan lupa ajarin gue, ya !!" pekik Tiara, sambil berjalan keluar dari kelas. Arkan hanya mengangguk pelan melihat gadis itu beserta temannya keluar dari kelas.
***
"Sha, sumpah. Lo tuh, udah ngerusak momen gue sama Arkan, tahu!"
"Maaf, Ti. Lagian, lo pada ngobrol di pojok banget. Nggak kelihatan, tahu, dari luar," kilah Marsha.
Kini, Tiara dan Marsha sedang berada di kantin, membeli minuman untuk memulai hari. Setelah Marsha menyelesaikan transaksinya dengan Ibu Kantin, mereka berduapun berjalan kembali ke kelas.
"Seenggaknya ketok pintu dulu, kek. Kalau di film-film, tuh, biasanya kalau ada orang nggak sengaja melihat dua orang lagi ngobrol berduaan, pasti si orang ketiga itu keluar lagi," protes Tiara, yang dibalas senyuman tipis oleh Marsha.
"Eh, jangan-jangan, lo suka sama dia!" pekik Marsha, yang sontak membuat Tiara kaget. Bukan hanya karena Marsha mengatakannya dengan keras, tetapi juga dengan ekspresi yang memalukan.
"Nggak, ya! Nggak sudi gue buat jatuh cinta lagi."
Marsha menghela nafas. "Lo bantah aja semau lo. Tapi, bukti berkata lain."
Tiga kata terakhir yang dikatakan Marsha berhasil membuat Tiara bungkam seribu kata. Memang, tiga hari ini, entah mengapa sudah banyak yang terjadi diantara mereka berdua. Dimulai dari buku matematika, hingga bertemu di mal. Apa jangan-jangan, takdir ingin mereka bersatu?
Bel masuk kelas berdering sangat keras, yang membuat murid-murid yang kebetulan sedang ada di tangga kembali riuh.
"Sudah, ayo kita ke kelas. Takutnya, Ibu Sukma sudah datang,"
Tiara dan Marsha pun berjalan dengan cepat hingga akhirnya mereka sampai di kelas mereka.
***
Tak terasa, jam pulang sekolah pun tiba. Saat ini, Tiara sedang terduduk di bangku kantin sekolah, menunggu kedatangan sang Zirconium itu.
Dimana, sih, dia? Dia yang minta ketemu, malah dia yang terlambat, gerutu Tiara dalam hati.
Tiara yang bosan memutuskan untuk mengeluarkan tablet, dan mulai bermain gim dengan asyiknya. Tanpa ia sadari, seseorang sudah berdiri di depannya, menunggu Tiara menyadari keberadaannya.
"Halo, apakah kamu Crazy Diamond?"
Pertanyaan itu sontak membuat Tiara terkejut. Dia cepat-cepat menaruh tabletnya kembali kedalam tas dan melihat sosok di depannya. Melihat sosok itu, Tiara lagi-lagi terkejut.
"Kak Chandra?!" jerit Tiara, kaget.
Sosok yang ternyata bernama Chandra itu mengangguk. "Iya, akulah sang Zirconium itu. Jawab dulu pertanyaan saya. Apakah kamu sosok Crazy Diamond itu?"
Tiara mengangguk cepat. "Ayo, Kak. Duduk. Nanti minumnya aku pesankan."
"Nggak usah. Aku nggak bakal lama-lama, kok, disini. Aku ada urusan OSIS," tolak Chandra sambil menggeleng halus. Chandra pun menarik kursi, lalu duduk di hadapan Tiara.
"Jadi, apa yang mau Kakak bicarakan?" tanya Tiara halus.
"Nggak perlu segan gitu. Santai aja. Pakai lo-gue juga nggak apa-apa," balas Chandra sambil tersenyum tipis, yang membuat Tiara sedikit ngeri.
"Oke, oke. Apa yang mau lo bicarakan dengan gue?" ulang Tiara.
Chandra dengan cepat mengeluarkan laptop-nya, dan menunjukkan sebuah bounty flyer. Melihat siapa yang ada di bounty flyer itu, Tiara bungkam seribu kata.
"Jadi bagaimana?" tanya Chandra.
"Lo nggak bohong, kan? Demi apa? Dimana lo temukan flyer itu?" Tiara menghujani Chandra banyak pertanyaan.
"Flyer itu gue temukan di Deep Web. Kebetulan, gue lagi asyik nonton film dan tiba-tiba iklan itu muncul. Gue buru-buru screenshot lalu nyari keberadaan lo, buat ngasih tahu informasi ini."
Tiara menghela nafas. "Kalau gitu, gue harus gimana? Ancaman deep web itu biasanya nggak main-main."
"Saran gue, lo hati-hati aja. Jangan asal terima klien. Apalagi, klien-klien mencurigakan yang ngasih bayaran banyak. Dan satu lagi saran gue, jangan main laptop dan ponsel di sekolah."
"Loh, kenapa?" tanya Tiara bingung.
"Karena takutnya mereka tahu kalau lo anak sekolah ini. Bisa jadi, lo terancam," jawab Chandra sambil menutup laptopnya.
Tiara bergidik ngeri. Daripada terbunuh di sekolah, mending puasa gadget dulu untuk beberapa waktu, pikirnya.
"Ada yang mau kau tanyakan lagi? Kalau tidak, aku mau pergi dulu," ucap Chandra sambil beranjak dari kursinya.
Tiara hanya bisa terdiam, menatap kosong kursi bekas Chandra yang kini juga kosong.
Apa jangan-jangan, mereka sudah beraksi? Apa jangan-jangan sosok yang muncul di depan rumah gue tadi malam itu para pembunuh? Apa justru, mereka sudah tinggal di sekolah ini dan mulai mencari cara untuk membunuh gue?
![](https://img.wattpad.com/cover/356567536-288-k689786.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANTARA I: MUTIARA
Teen FictionSekilas, Tiara nampak seperti gadis biasa. Nilai-nilainya rata-rata, dia tidak pandai dalam olahraga, dan mukanya tidak biasa saja. Dia juga berteman seperti anak-anak lainnya. Namun, ada satu rahasia yang dia tutup rapat-rapat dari teman-temannya...