15

14 5 0
                                    

Satu pekan berlalu. Hidup Tiara terasa sangat sepi tanpa kehadiran Arkan. Memang, selama ini Arkan-lah yang membuat hidupnya menjadi lebih menarik. Meski memang, terlalu menarik itu terkadang mengerikan.

Sehari-harinya, gadis itu hanya berjalan dengan gontai menuju kelasnya, lalu mendudukkan badannya diatas kursi dan menatap layar iPad dengan tatapan kosong.

Terakhir kali Tiara merasakan perasaa seperti ini adalah ketika dia baru saja putus dari Alvin. Untung saja, saat itu, Tiara masih bisa menggunakan internet dengan bebas, yang berhasil membuat pikirannya teralihkan. Tetapi sekarang, membuka ponsel saja rasanya ia sudah ketakutan setengah mati akan ketahuan.

"Lo kangen Arkan, ya?" tanya Lisa, yang sontak menghentikan lamunan gadis itu.

"Lisa? Sejak kapan lo ada disini?" sahut Tiara, terkejut.

"Baru sebentar, kok. Niatnya tadi gue mau ngumpulin tugas ke Pak Dimas," jawab lawan bicaranya.

"Hari ini Pak Dimas nggak masuk, Lis. Istrinya sakit," balas Tiara lesu. "Tapi, mejanya ada disana. Lo simpan diatas mejanya saja."

Lisa mengangguk, lalu menaruh tumpukan kertas itu diatas mejanya. Setelah itu, dia kembali ke hadapan Tiara.

"Nggak salah lagi, sih. Lo kangen Arkan. Terakhir kali kamu sedih begini, 'kan, saat kamu diputusin Alvin," tandas Lisa sambil menatap kearah kuku-kukunya yang panjang itu.

"Tapi bukan berarti gue suka sama Arkan," tukas Tiara, datar.

"Eh, iya. Pulang sekolah, rencananya gue mau jenguk Arkan ke rumah sakit, bareng Ali dan Angkasa. Lo mau ikut?" tanya Lisa, mengalihkan percakapan.

Tiara tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Tentu saja, dia mengenal siapa itu Ali. Dia adalah teman Arkan dari kelas sebelah. Tapi, dia tidak mengenal nama yang satunya lagi. Dia mengangkat sebelah alisnya, tanda heran.

"Angkasa? Siapa dia?" Gadis itu bertanya.

"Temen sekelas gue. Kebetulan, dia lumayan dekat dengan Arkan."

Tiara ber-oh pelan. Memang, semenjak dia meninggalkan Arkan ke rumah sakit, dia belum sempat untuk menjenguknya lagi. Kesibukan dan ketakutan yang terus melanda mencegah gadis itu untuk melakukannya.

"Ya sudah, gue ikut," sahut Tiara setuju.

"Oke. Nanti gue kasih tahu mereka," ucap Lisa seraya beranjak dari kelas Tiara.

Tiara hanya mengangguk, sambil menyunggingkan senyum tipis. 

***

Sepulang sekolah, Tiara sedang berdiri di depan sekolah, menunggu kedatangan Ali, Lisa dan Angkasa.

Lama banget. Padahal, rasanya kelas 7 bubarnya lebih cepat, pikir Tiara sambil melirik kearah jam ponselnya.

Tiara, awalnya, hendak membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim pesan pada gadis itu. Hanya saja, dia terus terpikirkan kemungkinan terburuknya.

Nggak apa-apa, kali, ya. Gue chat dia sekali-kali, pikir gadis itu sambil tersenyum.

Lantas, ia membuka mobile data dan segera mengiriminya pesan di WhatsApp. Dan tepat ketika centang abu-abu berubah menjadi centang biru, ketiga orang-orang yang ditunggu sudah muncul di hadapan Tiara.

"Lo dari mana aja?" tanya Tiara.

"Tadi nungguin Angkasa piket dulu. Maaf," jawab Lisa, seraya terengah-engah.

"Sudah, nggak apa-apa," balas Tiara. 

"Kita kesana naik taksi. Udah aku pesan, kok," ucap Ali seraya mengeluarkan ponsel dari sakunya.

Tiara menghela nafas lega. "Terima kasih, Li. By the way, Lisa udah kasih tahu kalian kalau gue bakal ikut, kan?"

Ali dan Angkasa mengangguk. 

"Sebelum kesana, gue mau memperkenalkan diri dulu. Kenalin, gue Angkasa Aditya Wiraatmadja. Panggil aja gue Angkasa. Gue temen sekelas Lisa. Kalau lo?"

"Gue Tiara, dari kelas 8. Gue temen Lisa dari TK," jawab Tiara sambil tersenyum tipis. 

"Wah, harusnya gue manggil lo pakai 'Kakak', dong. Kak Tiara," ujar Angkasa. 

"Nggak usah. Gue nggak tua-tua banget, kok."

"Eh, ayo! Taksi kita sudah sampai, nih," pekik Ali, yang ternyata sudah diluar gedung bersama Lisa.

Angkasa dan Tiara mengangguk, lalu berjalan bersama.

"Lisa dan Ali. Sejak kapan mereka dekat?" tanya Tiara.

Memang, meski Tiara tergolong sebagai seorang gadis introvert, dia masih kerap mendengar gosip-gosip sekitar sekolah dari Marsha, Rei, bahkan Lisa. Tetapi, tidak ada rasanya gosip-gosip yang menceritakan kedekatan mereka berdua.

"Sejak Arkan masuk rumah sakit. Mereka, 'kan, sama-sama bagian dari tim Paduan Suara Insan Sejahtera," jawab Angkasa singkat. 

Tiara ber-oh. Secara fisik, Ali memang nampak seperti pria biasa. Wajahnya memang sedikit lebar, dan matanya memang cenderung sipit dibanding teman-temannya. Badannya kurus kering, namun tinggi menjulang. Meski memang, dia jauh lebih pendek dari Arkan dan Pak Dimas.

Hanya saja, ada satu hal tentang Ali yang membuat Tiara merasa tidak nyaman. Mungkin karena dia kerap menjadi 'anak bawang' di angkatannya? Entah, gadis itu juga tidak tahu.

Namun, akhirnya, gadis itu memutuskan untuk duduk di jok tengah, bersama Angkasa dan Lisa. Setelah itu, mobil pun meleset menuju ke Rumah Sakit Permata Indah.

***

"Ruangan yang kalian tuju ada di lantai 5, tepatnya ruang Edelweis 4. Terima kasih."

Suster penjaga resepsionis menjawab sambil tersenyum. Tangannya menunjuk kearah kanan, menandakan ruangan itu berada di sebelah kanan.

"Terima kasih kembali," sahut Lisa sambil tersenyum.

Setelah itu, merekapun pergi meninggalkan resepsionis dan segera berjalan menuju lift.

Mereka berempat berjalan secara terpisah. Lisa dan Ali sudah berjalan terlebih dahulu di depan, sedangkan Angkasa dan Tiara, yang kebetulan membawa buah tangan berjalan lebih lambat.

Tiara melirik kearah Angkasa. Tinggi badan remaja itu setinggi anak-anak seumurannya. Mukanya juga tidak nampak terlalu dewasa untuk seumurannya. Pria itu memiliki potongan rambut wolfcut, dengan poni belah tengah. Selain itu, rambutnya ia warnai dengan sedikit aksen keemasan.

Anak ini pasti suka Tokyo Revengers, pikir Tiara.

Angkasa dan Tiara masuk kedalam lift bersama. Disaat Lisa dan Ali sibuk bercakap tidak jelas bersama, Angkasa dan Tiara hanya berdiri canggung di pojok lift.

"Lo udah punya pacar?" tanya Angkasa asal.

"Nggak," jawab gadis itu singkat.

"Lo kenal Alvin?" tanya Angkasa lagi. 

Tiara menelan ludahnya. Dia menundukkan kepalanya, malu. 

"Gue dengar, katanya dia baru putus dari Allie," tambah Angkasa.

Tiara terkejut, tapi juga tidak heran. Memang, hubungan pria itu dengan Allie semacam tidak ada habis-habisnya. Putus dan balikan seakan sudah menjadi rutinitas untuk mereka berdua. Apa yang Alvin lakukan sambil menunggu Allie mau kembali? Itulah yang patut dipertanyakan.

"Mereka memang putus-balikan terus. Nggak heran kalau mereka udah putus buat yang kesepuluh kalinya," sahut Tiara dingin.

"Gue juga tahu. Tapi, kayaknya putus kali ini serius banget," ucap Angkasa. 

Tiara tidak merespon apa-apa. Selain karena dia sudah malas menanggapi Alvin, dia juga ingin berusaha melupakan masa lalunya dengan Alvin.


ARKANTARA I: MUTIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang