Tiara membuka pintu kamarnya, dan merebahkan dirinya secara asal diatas kasur. Dia membuka ponselnya, membuka aplikasi kalender, dan mengceknya.
Mata gadis itu berputar-putar, melirik-lirik tanggal.
Kalau dia dirawat selama dua minggu, kemungkinan dia akan keluar tanggal 30. Tepat dua minggu sebelum hari valentine, pikir gadis itu.
Gadis itu membuka dompetnya. Kosong. Memang, sang Ayah tercinta belum sempat mentransfer uang lagi dikarenakan pekerjaan yang menumpuk. Terlebih lagi, saldo E-Wallet gadis itu hanya tersisa sedikit.
Dia menatap kosong langit-langit kamar itu. Di hari itu, tahun lalu, dia sedang bersiap-siap untuk kencan keduanya dengan Alvin. Dia mengenakan sebuah kemeja berwarna putih polos disertai kardigan kotak-kotak berwarna merah gelap. Dia hanya memakai celana jins berwarna biru gelap yang jatuhnya sudah usang dan ketat.
"Tiara, apa yang kau pakai?" Begitulah reaksi Alvin begitu melihat paduan pakaian Tiara. Sangat-sangat nyentrik dan mencolok.
Saat itu, Alvin hanya memakai sebuah hoodie berwarna abu-abu serta celana jins. Sepatu yang ia pakai sangat bersinar nan bersih.
"Gimana kalau kita ke toko baju? Kita lihat-lihat baju, nanti aku yang bayar."
Tiara tersenyum tipis mengingat momen-momen itu. Masa-masa yang sangat indah. Jatuh cinta pertamanya. Tetapi, semua ini berakhir tepat pada valentine tahun itu juga.
***
Hari itu adalah hari Senin, tanggal 14 Februari 2022. Hari valentine. Tiara dan Alvin sudah sepakat untuk bolos sekolah dan menghabiskan waktu ini untuk berkencan seharian. Tiara sangat bersemangat untuk menghabiskan hari itu. Namun, tidak dengan Alvin.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Tiara, cemas dengan keadaan Alvin.
Memang, pada hari itu, Alvin dan Tiara sedang duduk di dalam TransJakarta, hendak pergi menuju Monas. Muka Alvin nampak pucat dan cemas. Dia terus memandangi ponselnya, seakan menunggu notifikasi.
Akhir-akhir ini, Alvin memang bersikap aneh pada Tiara. Meski sudah berkencan dan berjalan-jalan untuk beberapa kali, Alvin tetap bersikap murung dan tidak peduli atas keadaan Tiara. Tiara awalnya tidak terlalu mau untuk ikut campur, karena dia berpikir bahwa itu adalah urusan pribadi dia.
Hanya saja ...
"Nut ... !"
Terdengar suara notifikasi ponsel berbunyi. Alvin mengambil ponselnya dan mengecek notifikasi tersebut. Raut wajahnya berubah menjadi lebih cerah. Tiara yang menyadari akhirnya inisiatif untuk bertanya.
"Kenapa? Ada sesuatu? Ada tempat yang mau kita kunjungi?" tanya Tiara.
Alvin terkejut. Terburu-buru ia masukkan ponselnya kedalam kantong.
"Nggak, kok. Nggak apa-apa. Oh, iya. Halte Bundaran HI udah lewat belum, sih?" Alvin berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Belum, kok. Masih satu halte lagi. Tenang saja," jawab Tiara, sambil tersenyum.
Ratu wajah Alvin kembali lesu. Entah apa yang dia pikirkan. Tiara sejujurnya heran dengannya.
Kenapa dia lesu banget? Padahal, ini semua ide dia untuk bolos sekolah. Apa mungkin dia merasa bersalah dengan para guru? Ah, tapi, 'kan, selama ini dia membenci mereka. Apa jangan-jangan, dia punya cewek lain?
Pikiran Tiara dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Namun, dia hanya diam saja. Berusaha menghapus pemikiran itu dan terus berpikir positif.
Dia nggak mungkin punya cewek kedua. Selama ini, dia selalu setia dan memperlakukan gue dengan baik. Nggak mungkin dia selingkuh begitu saja.
"Halte Bundaran HI ... "
Terdengar suara pemberitahuan dari speaker. Dengan cepat, Tiara dan Alvin bangkit dari kursi dan berjalan mendekati pintu keluar bus. Begitu bus akhirnya berhenti, pintu pun terbukan dan mereka berdua pun keluar dari bus.
"Kita mau kemana dulu, nih?" tanya Alvin lesu, tapi dia berusaha ceria.
"Gimana kalau kita jalan-jalan di sekitar sini saja, dulu? Menikmati suasana," usul Tiara.
Alvin mengangguk, lalu akhirnya mengikuti kemanapun Tiara berjalan.
Sepanjang jalan, Alvin memang berjalan sedikit di belakang Tiara. Bukan tanpa sebab, karena memang akan mencurigakan bagi gadis itu kalau dia melihat pacar terkasihnya sedang sibuk bermain ponsel.
"Alvin, ayo!" pekik Tiara yang sudah bersemangat.
Alvin hanya melirik sebentar, lalu berjalan dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Lirikan yang diberikan Alvin terasa tajam dan mengintimidasi bagi gadis itu.
Apa, sih, yang sebenarnya dia lakukan? Kok, sibuk di HP terus? Padahal, ini, 'kan, hari valentine! pikir Tiara heran.
Akhirnya, Tiara memutuskan untuk memperlambat langkahnya. Dia menunggu agar ia bisa berjalan di sebelah Alvin. Dan begitu akhirnya dia sampai, Tiara melirik kearah ponsel Alvin.
Satu lirikan yang mengubah segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANTARA I: MUTIARA
JugendliteraturSekilas, Tiara nampak seperti gadis biasa. Nilai-nilainya rata-rata, dia tidak pandai dalam olahraga, dan mukanya tidak biasa saja. Dia juga berteman seperti anak-anak lainnya. Namun, ada satu rahasia yang dia tutup rapat-rapat dari teman-temannya...