1. Sign of The Times

1K 82 77
                                    

“Kau yakin akan ikut paman?”

Gadis berumur 16 tahun itu mengangguk. Setelah orangtuanya meninggal, ia hidup sebagai sebatang kara yang tidak memiliki siapa pun atau apa pun lagi dihidupnya. Ibunya meninggalkannya sewaktu masih sangat kecil dengan ayahnya yang berjuang sendirian membesarkannya.

Ibunya yang cantik bertemu dengan pria kaya lain karena merasa bahwa tidak pantas parasnya yang jelita untuk lebih lama hidup dengan lelaki pengangguran dan seorang putri yang masih sangat kecil. Seperti sebuah baju mahal yang ditempatkan di lemari reot seperti itulah wanita itu menggambarkan kehidupannya. Dia terlalu cantik untuk kemiskinan.

Jadi dia meninggalkan putrinya yang cantik itu, mereka sangat mirip satu sama lain. Pipi merah, mata yang indah dan senyuman yang bisa menenangkan siapa pun. Song Daia mengelus wajah mungil yang berusia 6 tahun itu dengan setoples coklat di jemarinya yang mungil, menatap ibunya dengan harapan. “Ibu mau kemana?” tanyanya, tidak ada kecurigaan sama sekali disana. Ia terlalu polos.

“Ibu hanya pergi sebentar. Nanti ibu kembali, ibu ada pekerjaan.”

“Kemana? Tzuyu tidak boleh ikut?” tanyanya, dia sangat ingin ikut akan tetapi tidak bisa mengatakan apa pun.

“Tzuyu... Perjalanannya jauh. Kata bos ibu tidak boleh membawa anak-anak. Jadi sementara Tzuyu bersama ayah dulu.”

Tzuyu menunduk dan memandangi coklat di toples, lalu menatap ibunya sekali lagi yang memandanginya. “Setelah coklat ini habis, apa ibu akan kembali?”

“... Ya.”

“Ibu janji pada Tzuyu?” Tzuyu memeluk paha ibunya. Ibunya yang selalu memakai pakaian bagus, ibunya yang selalu berpenampilan cantik dan menarik kemana pun pergi dan juga sangat wangi.

“Jadilah anak yang baik, Tzuyu. Jadilah orang baik dimana pun kau berada.” katanya sebelum mengecup pipi Tzuyu untuk terakhir kalinya.

Tapi ibu berbohong dan mengingkari janjinya. Sejak saat itu Tzuyu sendirian, ayahnya pulang dari desa lain besoknya dan menemui Tzuyu sendirian di rumah, bermain sendirian dengan toples coklat di tangannya. Mereka tidak punya tetangga karena tinggal agak menjauh dari pusat keramaian, gubuk tua di pintu masuk hutan. Entah apa yang dipikirkan Daia saat meninggalkan putrinya yang berusia 6 tahun semalaman di tengah hutan. Tapi syukurlah Tzuyu kecil tidak apa-apa. Anak itu merebus pisang untuk dirinya sendiri karena hanya itu yang dia bisa saat itu.

Tzuyu tidak mengerti mengapa ibunya tidak kembali dan ayah tidak pernah lagi bekerja ke desa lain. Ayah di rumah saja dan melamun, mereka sampai tidak punya bahan makanan selain tanaman-tanaman liar yang bisa di makan. Tzuyu merawat ayahnya yang mulai sakit-sakitan semenjak peninggalan ibunya. Lalu ayah meninggal. Tzuyu begitu terpukul sampai seseorang menjemputnya dari sana. Seorang bibi yang mengaku sebagai adik ayahnya.

Disana juga anak manis itu berharap akan kebahagiaan yang menanti. Keluarga baru saat dia sudah menjadi yatim belum piatu. Ia berharap tinggal bersama keluarga bibi akan membuatnya bisa hidup bahagia. Tapi ternyata tidak, kebahagiaan tidak datang semudah itu. Bibinya baik, tapi pamannya memperlakukan Tzuyu seperti pembantu. Belum lagi ketiga sepupu laki-lakinya yang nakal.

Tzuyu sering dijahili, dipukul bahkan pernah di tenggelamkan di Sungai.

“Makan mu banyak tapi tidak mau mengerjakan PR ku, kau menyusahkan saja! Lebih baik kau mati!” salah satu sepupunya bernama Habin menarik rambutnya yang panjang dan menyeret Tzuyu ke dekat Sungai. Gadis kecil itu sudah babak belur sebelum diseret. Perutnya diinjak, rambutnya dijambak, wajah kecilnya ditampar. Itu hukuman kalau Tzuyu tidak mau mengerjakan PR mereka semua.

Lalu Tzuyu yang tidak mahir berenang itu di dorong ke dalam air. Kakinya yang pendek menggelepar dan berusaha mendorong tubuhnya ke atas, tapi tetap tidak bisa. Sesak, semuanya menyesakkan saat paru-parunya terasa akan pecah.

[TAETZU]; Sign of The Times Where stories live. Discover now