Di sinilah Geesa sekarang. Bandara Internasional Incheon, Seoul, Korea Selatan.
Geesa baru saja turun dari pesawatnya. Selama kurang lebih 7 jam perjalanan, Geesa tidak bisa tidur dengan nyaman di pesawat. Bukan, bukan karena takut, Geesa hanya khawatir.
"Semoga aja ini bisa jadi awal bagian yang baik," Geesa membatin.
Geesa berjalan dengan perlahan untuk sampai ke tempat anak Omnya menjemput. Iya, sebelumnya Geesa sudah dikabari bahwa ia akan dijemput oleh dua sepupunya. Entah seperti apa ciri-cirinya, tapi Riza bilang ia tidak akan sulit mencari mereka.
"Tadi yang bakal jemput itu siapa, ya? Qiyas sama Yabil oppa deh, kalo enggak salah?" Geesa bermonolog sembari terus melanjutkan langkahnya.
Geesa sudah lebih dulu diberitahu agar memanggil sepupunya dengan sebutan oppa (panggilan dari perempuan untuk laki-laki yang lebih tua). Mengingat lingkungan di mana semua sepupunya tumbuh, Geesa harus menyesuaikan. Meskipun semua nama sepupunya itu bukanlah nama orang Korea.
Sementara itu, Yabil dan Qiyas sudah bersiap menyambut kedatangan Geesa. Qiyas memegang kertas bertuliskan "Halo Geesa, Oppa-mu yang tampan ada di sini!" dengan berbahasa Indonesia yang tentu saja ditulis oleh dirinya sendiri. Sementara itu, Yabil setia berdiri di sampingnya tanpa pergerakan apapun.
Tak lama kemudian, Geesa melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Iya, itu adalah tulisan yang dipegang oleh Qiyas. Dengan langkah sedikit ragu, Geesa menghampiri mereka.
"Eoh, kamu Geesa, ya?" Qiyas langsung bertanya saat Geesa berdiri di depannya.
"Eoh? Ah ... Ne ... Aku Geesa." Geesa menjawabnya dengan sedikit ragu. Agak terkejut pasalnya ternyata abang sepupunya itu sangat fasih berbahasa Indonesia.
Jangan salah, Geesa ini tipe orang yang mudah belajar. Hanya dengan bermodalkan menonton drama Korea, ia mampu mengetahui banyak kosakata Korea. Walaupun ia tidak pandai jika harus membaca Hangeul. Ia juga sudah menyiapkan diri untuk berbicara menggunakan bahasa Korea dengan para sepupunya itu.
"Kamu tadi mau jawab pakai bahasa Korea, ya?" Yabil angkat bicara dengan tepat sasaran. Bagaimana ia bisa tau itu?
Selain memang berasal dari Indonesia, Riza dan Laras memutuskan untuk tetap mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada ketujuh anaknya. Mereka beranggapan bahwa walaupun kini kewarganegaraan mereka sekeluarga adalah kewarganegaraan Korea, mereka harus tetap mengingat darimana mereka berasal. Hingga tumbuhlah ketujuh anak laki-laki yang fasih berbahasa Indonesia yang sama fasihnya dengan bahasa Korea. Meskipun lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia baku ketika berkomunikasi di rumah.
"Ah iyaa ... Oppa. Aku pikir kalian enggak bisa bahasa Indonesia," Geesa nampak ragu-ragu saat menjawab. Geesa terus menundukkan pandangannya.
"Hahaha tentu saja kami bisa. Kajja (ayo), kita pulang! Yabil ayo bawakan kopernya Geesa!"
"Ah enggak. Aku bisa membawanya sendiri oppa," Geesa menolak, ia merasa tidak enak.
"Gwaenchana (gak apa-apa), biar Yabil ada kerjaan. Biar dia enggak kayak kucing yang ngikutin majikannya doang! Hahahah ...." Garing sebenarnya, tapi Geesa berusaha terkekeh mengimbangi.
Yabil hanya diam menuruti apa kata hyung-nya itu.
Selama berjalan menuju mobil, Geesa terus saja menundukkan pandangannya. Qiyas dan Yabil sesekali saling melirik. Seolah berbicara, "Ayo kamu ajak dia bicara agar dia tidak diam dan takut," tapi mereka hanya diam sampai tiba di depan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Safe Place
General Fiction(PART SUDAH LENGKAP SEBELUM DIPUBLISH) Bosan dengan cerita cinta yang rumit? Mari kita berkenalan dengan Geesa. Geesa Salunandara, gadis pemilik cerita menuju mimpi yang cukup rumit. Geesa harus menempuh jalan dan rintangan yang terjal. Bahkan batu...