17 - RAPUH

13 3 0
                                    

Berminggu-minggu setelah Geesa tinggal di kediaman Riza dan keluarga, ia tidak lagi merasakan ragu atau pun canggung. Ia bahkan sudah teramat-sangat terbiasa untuk memanggil Riza dengan Appa, juga pada Laras ia memanggilnya dengan sebutan Eomma.

Tak apa, selama Geesa nyaman, itu tidak masalah. Selalu kalimat itu yang Geesa dengar selama berada di sana.

Geesa yang merupakan anak perempuan pertama, jelas merasakan hal yang sangat berbeda saat ia menjadi yang paling muda di antara anaknya Riza dan Laras. Apalagi semua saudaranya itu laki-laki, jelas mereka semua menjadi sosok kakak laki-laki yang bisa Geesa andalkan, meskipun tanpa diminta.

Di rumah itu kini tersisa Geesa, Orion dan Yabil. Yang lainnya? Tentu saja bekerja dan kuliah.

Orion dan Yabil pun bekerja, hanya saja mereka sedikit santai karena project-nya bisa mereka kerjakan di studio yang ada di rumah.

Seperti saran dari Orion dan Yabil, kini Geesa mulai menulis dengan bahasa Inggris dan juga Korea. Tentu saja dengan bantuan Orion dan Yabil.

1000 kata ...

2000 kata ...

Selesai dalam waktu 1 jam 30 menit.

"Ok, sekarang pindahin pelan-pelan buat diganti bahasanya," Geesa bermonolog dengan mata dan tangan yang fokus pada kegiatannya.

Akan memakan waktu sangat lama jika Geesa mengubah kata-perkatanya. Ia mengikuti saran Orion untuk menggunakan kamus grammar online. Jadi, ia tinggal merevisinya saja saat ada kata atau kalimat yang kurang tepat.

Tiba-tiba Yabil datang entah darimana. Namja berkulit sangat putih itu langsung duduk tepat di samping Geesa dengan sekotak susu coklat. Tentu saja itu untuk Geesa.

"Cah, diminum dulu!" titah Yabil setelah memberikan susu coklatnya. Geesa menerimanya dengan senang hati dan langsung meminumnya.

"Gimana? Udah selesai?" tanya Yabil.

"95% selesai. Tinggal klimaks konflik dan ending," jawab Geesa seadanya dan Yabil mengangguk tanda mengerti.

"Tapi, oppa. Menerbitkan buku di sini itu sulit tidak, sih?"

"Hm ... Menurutku tidak. Kamu tau, kan, Orion itu memiliki beberapa buku yang ditulis sendiri oleh temannya. Mereka saja bisa, kenapa kamu tidak?" Seperti biasa, Yabil berkata dengan santai.

"Tapi oppa, lebih baik aku dulukan bahasa Inggris, atau Korea?" tanya Geesa lagi, dengan wajah bingung.

"Hm ... Menurut oppa, itu semua tergantung dari target pasarmu. Kamu menulis cerita ini di aplikasi pasti karena target pasarnya, kan? Kamu harus tau juga, target pasar tulisanmu ini mau ke arah bahasa yang mana?"

"Gak tau ... Aku masih bingung,"

"Hahaha ... Gapapa. Pelan-pelan saja. Tapi menurut oppa, kamu bisa mendahulukan bahasa Inggris, bahasa Internasional. Kamu juga lebih menguasai bahasa Inggris, kan? Itu akan lebih mudah juga untukmu,"

"Gitu, ya?"

Yabil mengangguk, "Lakukan saja seperti biasanya. Kamu hanya perlu mengubah bahasanya lalu merevisi. Ada Orion yang bisa membantumu dalam bahasa Inggris,"

"Ne, makasih oppa,"

"Ne. Nanti oppa bantu agar kamu bisa membaca Hangeul. Hahaha ...."

"Aish jinjja (sungguh), aku sulit menghapalnyaaa," Geesa berkata dengan sedikit merengek.

Yabil terkekeh, "Gwaenchana (gak apa-apa). Namanya juga belajar. Pelan-pelan, adek!"

The Safe PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang