Dua hari setelah Geesa tidur dengan diiringi lagu-lagu favorit Qiyas, Geesa masih juga mengalami insomnia. Namun selama dua hari ini Qiyas selalu pulang larut malam, sepertinya ia sangat sibuk.
Karena Qiyas yang selalu pulang larut, akhirnya Geesa mendengarkan sendiri lagu-lagu tersebut lewat ponselnya.
Kini Geesa baru saja keluar dari kamarnya. Saat melangkah menuruni tangga, ia melihat tantenya sudah rapih, sepertinya akan pergi. Selama dua hari ini memang Geesa selalu melihat tantenya berada di rumah.
"Tante ... Mau pergi, ya?" tanya Geesa saat sudah dekat dengan posisi Laras.
"Eh, iya sayang. Tante mau ke butik, mau ikut?"
Ah, iya. Geesa baru ingat kalau tantenya itu memang mengelola butik. Mungkin selama beberapa hari kemarin itu tantenya sengaja berada di rumah agar Geesa bisa merasa lebih nyaman.
"Aku ... Boleh ikut, emang?" tanya Geesa lagi dengan ragu-ragu.
"Boleh, dong. Ayo siap-siap, tante tunggu di depan, ya,"
Geesa kembali naik untuk ke kamarnya, Geesa ini bukan tipe perempuan yang ribet saat akan pergi.
Geesa hanya memoleskan cushion dan lipbalm secukupnya. Tak lupa juga mascara dan minyak wangi juga tak lupa membawa slingbag. Selesai. Lagipula, bajunya sudah cukup untuk ikut pergi, ia tidak perlu mengganti baju.
Saat akan menghampiri tantenya, langkah Geesa terhenti karena tiba-tiba Yabil berdiri di depannya.
"Rambutnya gak usah diiket!" ucap Yabil tiba-tiba.
"Ne? Kenapa?" Geesa sedikit terkejut dengan penuturan Yabil barusan.
"Enggak. Kamu lebih cocok jika rambutnya terurai," tanpa aba-aba, Yabil langsung menarik ikat rambut Geesa dari rambutnya. Secara otomatis, rambut Geesa terurai begitu saja.
Belum sempat Geesa memprotes, Laras sudah memanggilnya dari luar. Mau tak mau, ia akhirnya pergi dengan rambut terurai.
"Lehernya terlalu menggoda. Enggak boleh ada yg liat leher adek gua!"
.
Geesa sangat takjub dengan butik milik Laras. Tidak terlalu besar namun terisi dan juga rapi. Hampir di tiap dindingnya terdapat figura foto. Ada foto keluarga mereka, foto dengan karyawan, juga ada foto dengan costumer. Sepertinya, tantenya itu sangat suka mengambil gambar.
"Geesa-ya, kamu duduk di sini, ya? Tante keluar dulu sebentar," Geesa mengangguk mengiyakan.
Kini Geesa tengah duduk di sofa yang berada di ruangan Laras. Lagi-lagi, terdapat foto di sana, foto Laras dengan ke 7 anaknya, satu persatu lengkap terpajang di dinding.
Laras sepertinya pergi untuk menemui karyawannya. Karena merasa cukup bosan, akhirnya Geesa membuka ponselnya.
"Udah lama gua gak nulis," Geesa bermonolog.
Dengan perlahan, jari-jari Geesa bergerak lincah pada ponselnya. Sepertinya otaknya sedang bekerja keras karena Geesa tak henti-hentinya mengetikkan kata perkata di sana. Bahkan sampai Laras kembali keruangannya pun Geesa tidak menyadarinya.
"Geesa, kamu sedang apa sayang?" ucapan Laras barusan cukup mengejutkan Geesa.
"Neh? Ah... Igo (ini)... Aku melanjutkan tulisanku, tante,"
"Kamu menulis di ponselmu?"
"Ne ... Aku menulisnya di aplikasi," jawab Geesa seadanya.
Laras mengangguk dan melanjutkan aktifitasnya di mejanya, entah apa yang dia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Safe Place
General Fiction(PART SUDAH LENGKAP SEBELUM DIPUBLISH) Bosan dengan cerita cinta yang rumit? Mari kita berkenalan dengan Geesa. Geesa Salunandara, gadis pemilik cerita menuju mimpi yang cukup rumit. Geesa harus menempuh jalan dan rintangan yang terjal. Bahkan batu...