4.Bahasa Isyarat

139 19 71
                                    

─bolehkan aku menyelam ke hidupmu?

menyelami berbagai cuaca yang sedang kamu hadapi,

menyelami hingga ke dasar hatimu,

sampai menemukan diriku di dalamnya─

≈Ti amo≈


Pagi ini di sekolah, aku, Gea, dan Mitha memutuskan pergi ke kantin. Sebelum bel tanda pelajaran pertama berbunyi kami memutuskan membeli beberapa cemilan yang akan kami makan di dalam kelas. Ini udah kayak kebiasaan kami bertiga, berjaga-jaga kalau ternyata nanti ada jam kosong. Semoga aja.

Mitha dan Gea memilih jalan belakang yang jadi jalan pintas dari arah tangga menuju kantin, sementara aku memilih jalan memutar melewati kelas anak laki-laki itu, ya, kelasnya juga dekat dari kantin. Posisi kantin yang ada di belakang sekaligus di tengah-tengah bangunan sekolah ku membuat akses ke sana bisa dari mana aja.

Beberapa langkah mendekati kelas Aleandro, aku melambatkan jalanku. Leher ini ku panjangkan agar bisa melihat isi dalam kelasnya dari kaca jendela yang gak bertirai, sementara langkah kakiku terus berjalan.

Mataku meliar, mencari sosok Aleandro diantara bangku-bangku kelas yang hampir semuanya terisi. Aku semakin melambatkan jalan malah sekarang bisa dibilang sedang berhenti, menatap salah satu jendela kaca di sampingku. Aku semakin merapatkan tubuh pada tembok kelasnya, sedikit berjinjit agar bisa melihat lebih jelas ke dalam kelasnya dari jendela ini.

"BAA!!"

"AAAAKKK ...."

Suara nyaring dan mukanya yang penuh di balik jendela refleks buat aku menjerit. Aku memundurkan langkah secara otomatis dan mengelus dadaku dengan jantung yang berdetak cepat. Sialan, aku ingin mengumpatinya.

"Eh, lo gak apa?" tanyanya yang udah keluar dari kelas, dia mendekatiku dan malah mengelus bagian punggung.

Bodoh, yang kaget itu jantungku, kok malah ngelus punggung.

"Gak apa-apa, mata lo. Ini jantung gue sakit karena terkejut, untung gue gak ada penyakit jantung, kalau sempat ada gimana? Mau lo tanggung jawab?" cerocosku kesal.

"Yaelah gitu doang, buktinya lo masih idup kok," ucapnya santai, gak ada raut muka penyesalan. Memang sialan!

"Lagian, lo udah kayak maling dari tadi gue perhatiin. Ngendap-ngendap gak jelas. Mau maling sapu kelas gue 'kan lo? Ngaku!"

Tuduhannya yang gak berdasar buat aku melihatnya semakin kesal. Gila, bisa-bisanya Diandra cantik ini dituduh maling, mana maling sapu pulak, kayak gak ada kerjaan lain aja aku. Ini bisa dibuat pasal pencemaran nama baik ini, aku kan sebenarnya mau curi hati Aleandro, kok malah dituduh maling sapu. Sangat tidak Diandra banget.

Aku ingin membalas tuduhannya, tapi belum lagi bibirku terbuka sesosok anak laki-laki dari arah belakang orang yang ada di depanku ini membuat aku terperangah, terdiam membisu secara tiba-tiba karena pesona yang dia berikan, kakinya berjalan ke arah kami.

Anak laki-laki itu terlihat beratus kali lebih ganteng dengan seragam sekolah yang terlihat pas di badannya. Seragam sekolah yang dia masukkan ke dalam celana abu-abu buat aku ingin bilang secara langsung kalau dia manis banget. Dasi yang kulihat sedikit melenceng dari tempatnya ingin kubetulkan saat itu juga sambil bilang 'ayang aku udah rapi'.

Bjiirr ... masih pagi, Di.

Kini anak laki-laki itu udah ada di depanku, berdiri di samping anak laki-laki yang tadi menuduhku sebagai maling. Tangannya bergerak-gerak di udara, anak yang ada di depanku juga membuat beberapa gerak tangan di udara. Aku yang tidak mengerti apa yang mereka lakukan cuma diam melongo, menunggu seseorang menjelaskan ke aku apa yang tengah mereka lakukan. Tapi rasanya gak akan ada yang menjelaskan padaku karena mereka hanya asik berdua.

Ti amo [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang