16. Kecewa

71 13 85
                                    

Hallow, Yeorobun. Kita ketemu lagi.

Malam banget ya aku postnya.

Gak apa-apa, aku lagi belum ngantuk. Oh, iya. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan, yaa ...

Happy Reading ^^

≈Ti amo≈

"Lo ngapain aja di sekolah? Udah mulai ada pelajaran tambahan pas pulang?"

Aku menyendokkan es krim rasa matcha ke dalam mulut. Ku perhatikan gerak tangan Aleandro yang mulai merespon pertanyaanku tadi setelah meletakkan sendok es krim yang sedari tadi dia pegang.

"Iya, mulai ada pelajaran tambahan. Tapi, masih beberapa pelajaran, mungkin minggu depan sudah mulai keluar semua."

"Di sekolah kamu bagaimana? Pelajarannya susah? Atau kamu ada tugas? Mau saya ajari?"

Aku menggeleng cepat. "Satu-satu nanyanya, Al. Di sekolah yang baru gak ada sistem tugas. Tapi gue mulai pulang jam 4 sore, Al. Bayangin aja, jam empat itu, jam-jam rawan gue ngantuk." Aku mengeluh kayak anak kecil yang jam bermainnya sengaja dikurangi. Aleandro tersenyum tipis menanggapi keluhanku.

Tanpa diduga, dia beranjak dari duduknya lalu berpindah ke sebelahku. Tangannya terulur ke depan, mengusap lembut rambutku. Untuk detik pertama aku mematung, tapi di detik berikutnya aku menikmati tiap usapan yang pacarku ini berikan.

"Gue kira jadi anak kelas tiga itu enak, ternyata makin berat. Dulu kalo di sekolah kita 'kan anak di kelas tiga gurunya sering gak datang, kalo di sekolah gue yang sekarang gurunya tiap jam ada aja, kayaknya itu sekolah gak boleh gurunya bolos sehari." Aku kembali mengeluh padanya, mataku bertemu tatap dengan mata Aleandro.

"Bisa dibayangkan gimana malasnya gue, kan?" Aku mengerucutkan bibir sambil mengaduk-aduk eskrim matcha yang tinggal setengah ini.

Tangan Aleandro melambai-lambai di depan mukaku, buat aku menaikkan kepala untuk fokus menatapnya.

"Teman-teman kamu, bagaimana?"

"Teman-teman gue? baik semua. Hari pertama gue sekolah udah dapat lima teman, Al. Satu ada yang laki-laki," kata ku dengan antusias yang membayangkan gimana hebohnya kami saat bel istirahat berbunyi.

"Kamu hebat, Ay." Jari telunjuknya mengarah ke aku, kemudian dua ibu jarinya dia acungkan ke atas udara.

"Gue? enggaklah. Gue gak hebat, Al, malah awalnya gue sempat pesimis sama diri sendiri, gue takut gak akan ada yang mau temenan sama gue. Gue juga takut menghadapi hari-hari di sekolah baru gimana."

"Tidak. Kamu itu hebat, Ay. Sehari sekolah sudah dapat lima teman sekaligus."

"Kamu itu baik dan cantik, mustahil tidak ada yang mau berteman dengan kamu."

"Dih, apaan. Jangan muji-muji gue gitu, Al. Nanti gue terbang, nih."

Dia tertawa, gerakan tawa tanpa suara cuma Aleandro yang punya. Dua lesung pipitnya kelihatan saat mulutnya terbuka lebar, dia juga sampe pegang perut gitu. Apa selucu itu? Perasaan biasa aja, deh.

"Tapi, temen kamu ada yang laki-laki juga?" Aleandro kembali menggerakkan tangannya saat tawanya telah berhenti.

Aku mengangguk mantap. "Iya, tapi casing-nya aja laki-laki, sebenarnya dalamnya itu perempuan"

Aleandro terlihat bingung menatapku, kepalanya dia miringkan, mungkin mencari arti kata yang tadi aku sampaikan.

Aku tergelak, suara tawa membahana yang aku perdengarkan untuk anak laki-laki di hadapanku ini. Mukanya semakin bertambah bingung karena suara tawaku.

Ti amo [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang