6. I LOVE YOU TOO

128 17 103
                                    

─kamu cukup diam dan tenang, biar aku yang mengejar

tapi, kalau kamu juga mau mengejarku, ya tidak apa-apa

akan aku sambut dengan tangan terbuka─

≈Ti amo≈

Pergi sekolah pagi ini aku sengaja tidak mau diantar Bang Fadhil. Aku dan Aleandro udah buat janji untuk bertemu di halte sekolah. Bang Fadhil yang kelihatannya memang sedikit kerepotan pagi ini mengiyakan permintaanku tanpa banyak tanya. Aku bersyukur karena enggak cape-cape ngejelasin.

Mataku mengedar liar, mencari sosok Aleandro di sekitaran halte sekolah saat kakiku baru aja turun dari bus. Setelah bus yang ku tumpangi pergi, bus selanjutnya datang. Seseorang yang dari tadi aku tunggu akhirnya menampakkan batang hidungnya saat pintu bus terbuka.

Aku segera berdiri dari posisi duduk, menyambutnya dengan senyum cerah yang ku berikan. Tak lupa, aku sedikit membetulkan seragam sekolahku yang sedikit kusut karena duduk di bus dan juga di halte karena menunggunya. Aku gak mau terlihat berantakan di hadapannya.

Aku harus selalu tampil cantik di depan Aleandro. Kalau bisa lebih cantik dari sebelum jadi pacarnya, biar matanya cuma melihat ke arahku aja. Gak aku izinkan matanya ngelirik ke arah lain. Gaya rambutku pagi ini juga sengaja ku tata sedikit berbeda. Pita besar berwarna pink aku jepitkan di ikatan rambutku, biar kaya cewek-cewek feminim pada umumnya.

Ini adalah hari pertama aku resmi menjadi pacar Aleandro.

KYAA!!!

Dulu aku hanya berani membayangkannya, jujur, aku terlalu canggung untuk bilang kalau saat ini aku pacaran dengan Aleandro. Aku masih gak nyangka kalau ini jadi kenyataan, aku masih malu. Aku juga gak sabar buat ngasih tahu Mitha dan Gea, gak sabar bayangin reaksi mereka nanti.

"Bisa kita pergi?" Aleandro menggerakkan jarinya dihadapanku. Aku mengangguk sekali, mengiyakannya.

Tanganku digenggamnya, genggaman yang hangat. Hatiku juga ikut menghangat dibuatnya. Aku menggigit bibir bawahku, salah tingkah.

Kami jalan beriringan dengan tanganku yang masih digenggamannya. Dia sesekali tersenyum manis dengan menunjukkan lesung pipitnya ke arahku. Aah ... rasanya hatiku melayang-melayang diudara. Melihat senyumnya tiap pagi begini, kupastikan hari burukku akan terlewati begitu saja.

Gak bisa kuelakkan berbagai tatapan pada setiap pasang mata yang mengarah ke kami. Ada salah satu yang tatapannya terpergok olehku, melihat kami dari bawah sampe atas dan berhenti di genggaman yang masih melekat ini. Aku menatapnya sinis dan sengaja menggoyangkan tanganku dan Aleandro di hadapannya, memberitahu secara gak langsung kalau kami lagi pacaran dan jangan ganggu.

Ada juga yang langsung menghampiri aku dan Aleandro, tanpa basa-basi mulut sampahnya nyeletuk tanpa perasaan.

"Oh, udah dapat pawang baru? Sheina mau lo kemanain, Al? Sok banget bisu."

Aku meradang, ingin ku kejar sepeda motor yang dia pakai, menampol mulut sampahnya dengan buku paket Bahasa Indonesia yang tebalnya udah sama kayak mukaku kalau berhadapan dengan Aleandro. Tapi, genggaman tangan Aleandro mengerat, menghentikan langkahku yang akan menyusul anak bersepeda motor itu. Aku tahu dia, dia Bimo, si pembuat onar. Mulutnya memang sampah, sukanya membully orang yang lemah dan cuma itu yang dia bisa di sekolah ini.

Kayaknya dari awal cuma aku gak tahu kalau Sheina itu sedari dulu udah berada disekitaran Aleandro, aku juga tahunya saat Mitha bilang beberapa bulan lalu. Aku gak ngambil pusing soal Sheina, toh, yang sekarang jadi pacar Aleandro itu aku, bukan dia. Bodo amat sama cewek kayak cacing kepanasan itu.

Ti amo [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang