13. Semua Karena Oma

53 14 70
                                    

boleh aku bersandar pada pundakmu?

menceritakan segala resah gelisah yang kurasakan,

menceritakan bagaimana aku bertahan di dunia ini hanya untuk melihat senyummu

≈Ti amo≈

"Al, boleh gak bawa gue lari? Ke mana gitu. Biar gue gak jadi pindah sekolah."

Aku mendesah frustrasi. Isi pikiranku penuh dengan hal-hal yang ku takutkan, padahal belum kejadian juga.

Aku takut, gimana dapat teman di sekolah yang baru. Aku juga takut, dengan kapasitas otakku yang begini, gimana nanti masuk ke dalam pelajarannya. Tiap guru pasti punya gaya dan cara mengajar yang berbeda, nah, ini nanti gimana cara aku ngadepin gurunya.

Kalo di sekolah ini 'kan aku udah biasa. Gak ngerti pelajarannya, ada Gea yang bisa kutanyai, ada Retno yang bisa ngarahin, ada Aleandro yang bisa kasih semangat.

Kalo di sekolah baru? Aku harus gimana? Semua orang di sini pasti gak ada di sekolah yang baru.

Aleandro mengusap rambutku pelan, bolongan di kedua pipinya terlihat saat memberikanku satu senyum yang dia punya.

Tangannya melambai-lambai, mengisyaratkan untuk aku duduk lebih dekat.

Sekarang ini kami lagi nunggu bus di halte biasa. Kayaknya kami kecepatan datang, karena bus nya sejak kami menunggu ada kali hampir sepuluh menit belum juga datang.

Aku mendekatkan duduk, sedetik kemudian Aleandro mengulurkan tangannya lalu mengambil helaian rambutku dan menyelipkannya di belakang telinga.

Aku terkesiap. Merasa kaget dan senang secara bersamaan. Untuk kesekian kalinya jantungku berdetak gak karuan.

Dia tersenyum lagi, kali ini lesung pipitnya terlihat lebih dalam.

"Saya ..." Tangannya bergerak menunjuk dirinya sendiri. "... tidak akan ..." telapak tangannya melambai di depan dada lalu menggerakkan huruf demi huruf yang membentuk kata 'akan'.

"... membawa kamu ke mana pun ..." Dua telapak tangan Aleandro menghadap atas bergerak secara perlahan dari bawah ke atas membentuk kata 'membawa', lalu menunjuk aku yang berarti 'kamu', dan dua telapak tangannya kembali menghadap atas bergerak dengan gerakan ke dalam membentuk kata 'ke mana', lalu huruf demi huruf dia buat merangkai kata 'pun'.

Aleandro kembali menggerakkan tangannya setelah diam beberapa saat.

"Kita hadapi bersama-sama ..." Telunjuk kanannya bergerak ke arah aku dan dirinya bergantian membentuk kata 'kita', lalu merangkai huruf demi huruf menjadi kata 'hadapi' dilanjut merangkai huruf menjadi kata 'bersama-sama'.

Ingin ku peluk dia saat ini juga, tapi aku sadar kalo ini masih di tempat umum. Jadi niat itu lebih baik ku urungkan aja dan berganti aku mengecup punggung tangannya setelah pacarku ini selesai dengan gerakan tangannya.

Aku ngebayangin kalo aku kayak karakter utama cewek-cewek di cerita fiksi yang sayang banget sama pacarnya dan bersedia jadi apapun untuk pacarnya.

Jadi batu karang juga gak apa-apa, asalkan Aleandro yang jadi ombaknya. Menghantamku penuh cinta. Aseeekkk ...

"Nanti, kalau kamu kesusahan di sekolah baru. Beritahu saya, Ay, biar"

"Biar lo ikutan pindah juga?" Aku memotong gerak tangan Aleandro sebelum anak itu berhasil menyelesaikannya.

Aleandro tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya pelan. Dia mengacak pucuk rambutku dengan ekspresi yang gemas. "Kalau saya bisa pindah, saya pasti juga ikut pindah bersama kamu, Ayyara."

Ti amo [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang