18. Halte Dan Kenangan

110 15 175
                                    

Tujuh tahun berlalu, banyak yang berubah dari hidupku dan juga keluarga Bapak Andreas ini.

Bukan cuma hidup, pemikiranku tentang dunia juga berubah.

Kalo dulu, aku menganggap dunia ini sangat besar, sangat luas, seluruh cita-citaku sebagai pemain basket putri tingkat nasional ku gantungkan pada dunia setinggi langit, dan terkesan menggebu-gebu.

Kalo sekarang, aku menghadapi dunia lebih slow dan let it flow aja.

Gak ada kata terburu-buru, gak ada kata 'harus dapat.'

Lebih ke 'yang penting hari ini sudah aku lewati, besok pikirin lagi.'

Karena, seiring berjalannya waktu, kehidupan ku mulai menemukan titik di mana menjadi orang dewasa itu gak menyenangkan. Aku sudah harus mengambil keputusan dengan pemikiran yang matang, gak boleh gegabah dan yang pasti gak boleh salah.

Menjalani kehidupan sebagai orang dewasa ada enak dan enggaknya, gak enaknya ya itu tadi, dituntut harus mengambil keputusan yang benar-benar tepat, kalo enaknya, apa, ya. Aku juga gak tahu, karena belum dapat enaknya. Hahaha ...

Ngomong-ngomong soal keluarga ku sekarang.

Bang Fadhil, abangku yang pertama sekarang sudah menikah, memiliki satu anak perempuan yang lucu, sama sepertiku.

Sedangkan Bang Riko, abang keduaku masih saja menjomblo dan semakin sibuk dengan perkebunan teh nya di Bogor.

Bang Riko sempat mengembangkan bisnisnya di daerah Bandung, tapi itu gak berlangsung lama karena orang kepercayaan yang Bang Riko tugaskan menjaga kebun teh di Bandung berkhianat dan membawa kabur sejumlah uang dan aset yang ada di Bandung.

Kasihan Bang Riko, sudah jatuh tertimpa tangga. Karena, saat Oma dan Papa tahu hal itu, Bang Riko diceramahi habis-habisan.

Dan, kejadian itu sudah lama, beberapa tahun lalu saat aku masih kuliah. Sekarang Bang Riko cuma fokus di Bogor saja.

Oh, iya, Bang Fadhil juga masih menjalani usahanya yaitu sebuah kafe bersama temannya semasa kuliah. Tapi, walaupun begitu, Bang Fadhil kini sudah menjabat sebagai Direktur Utama di perusahaan Papa. Menggantikan Papa yang sekarang gak bisa bergerak sama sekali dari tempat tidur.

Kecelakaan pesawat dua tahun yang lalu, merenggut nyawa Mama yang paling aku sayang dan juga mengambil segala kenikmatan hidup yang Papa punya.

Papa selamat, tapi dinyatakan lumpuh total oleh dokter yang menanganinya. Papa sekarang ini hanya bisa berbaring di tempat tidur dari pagi hingga ke pagi lagi.

Rencana indah yang awalnya Mama rancang untuk ulang tahun pernikahan mereka liburan berdua ke Bali harus pupus saat pesawat yang dinaiki Mama dan Papa mengalami masalah saat sedang terbang melewati pulau Jawa.

Aku terpuruk, membayangkan gak lagi ada Mama di setiap hariku buat semuanya jadi suram.

Saat tubuh Mama dimasukkan ke dalam liang lahat, air mataku gak lagi menetes, pandanganku menjadi kosong.

Rasanya, saat itu juga aku ingin berlari ke rumah anak laki-laki yang selalu dan masih aku rindukan selama ini. Mengadu, betapa hatiku hancur melihat tubuh kaku Mama.

Mengadu, kalo aku gak akan kuat menjalani hidup setelah Mama gak ada.

Mengadu, kalo aku butuh dia saat ini.

Tapi, itu hanya berada di dalam pikiranku saja. Nyatanya, Aleandro gak lagi tinggal di rumah itu. Dia sekeluarga pindah entah ke mana.

Aku juga tahunya dari Gea saat Jean bilang kalo keluarga Aleandro beberapa hari belakangan gak kelihatan lagi.

Ti amo [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang