#8 Warm Hugs

1K 62 0
                                    

Mandy's Diary at Senior Grade

JUSTIN MENGAJAKKU KENCAN, KAU TAHU ITU?! KAU TAHU BAGAIMANA PERASAANKU?!

Slap me hard, I won't to wake up!

Aku melompat-lompat sambil memutar badanku mengikuti suara musik di dalam radio, menari-nari hingga membuat rambutku terkibas-kibas. Persetan dengan PR Geometri, aku ingin merasakan aliran kebahagiaan yang membanjiri ion-ion tubuhku!

Dari arah pintu aku melihat Candice berdiri ternganga melihat kekacauan kamarku. Tak kupedulikan ekspresi terkejutnya,, alih-alih menarik tangannya untuk masuk ke dalam kamarku dan menutup pintu sedikit kencang. Mulutnya masih terbuka dengan mata membulat. Pandangan matanya diedarkan menuju seantero sudut kamarku. Melihat baju-bajuku yang berserakan, tempat sampah terguling, bantal berceceran di karpet, dan lainnya.

"What the hell is happened?" tanyanya, mendekati suara desahan bingung. "Kau tidak sedang menggunakan narkoba kan, Mandy?!"

Bola mataku terputar ke atas. Praktis aku memukul kepalanya, membuat Candice menggerung kesakitan seraya mengusap-usap kepalanya.

"Aku sedang berbahagia, Candice!" teriakku di depan wajahnya, tersenyum-senyum seperti pasien rumah sakit jiwa. Ah, ini tidak harfiah! Aku bisa merasakan sekumpulan kupu-kupu menggelitik perutku hingga membuat aku ingin tertawa lepas sepanjang hari, bahkan mungkin seumur hidup.

"Kenapa memangnya?" Sebelah alis Candice terangkat skeptis, penasaran ingin mendengar jawabanku.

Aku menggigit bibir bawahku memberikan tatapan menggoda. "Ketua Murid kita mengajakku kencan."

Butuh waktu yang sedikit lama menunggu reaksi Candice. Dia mengernyitkan dahinya, tampak seperti berpikir keras mencerna kalimatku. Bola matanya bergerak ke atas memandang langit-langit seolah di atas sana ada Brad Pitt yang tengah melambaikan tangan. Candice menatapku lagi dengan mata membeliak.

"Ketua Murid yang mana?"

Demi trisula Poseidon! Aku ingin mencakarnya, andai saja dia bukan sahabatku. Mendengus kesal, aku menarik Candice menghampiri ranjangku dan menjatuhkan tubuh kami di sana, berbaring bersebelahan dan saling bertukar pandangan.

"Ketua Murid kita, Forbes. Justin."

Candice membuka mulutnya lagi, lebih lebar, hingga bisa kupastikan muat dimasuki bola kasti. Matanya berbinaran tak memercayai ucapanku, seolah dia mendengar suara Adolf Hitler di depan matanya. Bahuku digoncang keras olehnya, membuat aku mengerjapkan mata beberapa kali.

"Seriously?!" teriaknya dengan suara cempereng seperti biasa. Itu adalah kata yang sering—bahkan tak pernah absen—diucapkan olehnya tiap mendengar informasi yang tidak terduga.

"Ya! Dan sekarang aku harus bersiap-siap sebelum dia menjemputku!!!" Aku melompat berdiri, berjinjit-jinjit bagaikan balerina menghampiri lemari pakaianku untuk meminta pendapat Candice.

Di belakang sana, Candice menelungkupkan tubuhnya sambil bersendang dagu mengamatiku. Aku mengambil beberapa potong pakaian yang jarang kulirik. Sebuah dress vintage berwarna peach menyembul di balik baju-baju lainnya seolah berseru memanggil-manggil namaku untuk kuambil. Mataku menangkap dress lain yang berwarna ungu. Aku suka warna ungu, menurutku itu warna yang manis. Dress berwarna ungu kini berada di tangan kananku, sedangkan yang vintage berada di tangan kiriku. Aku memutar badanku, menaikkan kedua alisku meminta masukan darinya. Jangan salah, meskipun Candice sedikit tolol, seleranya dalam fashion sangatlah bagus. Dia mendaratkan pilihannya pada dress ungu yang ada di tangan kananku. Aku mengedikkan bahu sambil tersenyum lebar, setuju dengan pilihannya. Kulempar dress vintage di tangan kananku ke arah Candice, mendarat tepat di wajahnya. Aku menutup lemari pakaianku lagi, mengamati dress yang sepakat kupakai untuk nanti malam. Kulenggangkan kakiku riang menanggalkan dress itu pada sandaran kursi, lantas masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap. Kalau perlu, aku akan mandi tiga jam penuh demi malam ini, aku serius dengan perkataanku.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang