#11 Lantern Festival

750 51 0
                                    


Mandy's Diary At Senior Grade

Kurang lebih lima belas menit ini aku menghabiskan waktu dengan berdiri di depan cermin dengan berbagai pikiran yang berseliweran di kepalaku. Aku menghembuskan napas panjang, menjatuhkan pantatku pada kursi dan bersendang dagu mendengarkan musik dari dalam tape. Lagu yang kurasa sangat menggambarkan apa yang tengah aku rasakan saat ini. Membuat bibirku mengerucut miring.

A drop in the ocean

A change in the weather

I was praying that you and me might end up together

It's like wishing for rain as I stand in the desert

But I'm holding you closer than most 'cause you are my heaven

Kubenamkan wajahku pada tangan. Otak brengsekku justru mengingatkanku pada kejadian malam lalu. Bukan yang bagus, melainkan kejadian di mana Daissy mencium Justin. Tidak adakah yang lebih parah dari itu? Jangan, aku hanya bercanda. Jangan ada yang lebih parah dari itu.

I don't wanna waste the weekend

If you don't love me pretend

A few more hours then it's time to go

As my train rolls down the east coast I wonder how you keep warm

It's too late to cry

Too broken to move on

Aku tidak mau banyak berharap, tapi jauh di dasar hatiku, aku menginginkan yang lebih. Sungguh, aku menginginkan dia lebih dari aku menginginkan udara untuk bernapas—walaupun aku tahu tanpa udara aku akan mati. Dan memang ini sudah terlambat untuk melupakannya. Untuk tidak lagi memedulikannya. Mengapa dia masih saja bersikap manis padaku, mengajakku pergi, jika ujung-ujungnya hanya membuat hatiku sakit? Seperti saat dia mengajakku ke pertunjukan teater itu yang berakhir dengan ejekannya. Lalu saat dia mengajakku ke Lake Meritt yang berakhir dengan ejekan kawan-kawannya. Juga malam lalu saat dia mengajakku menjadi pasangan promnya yang berakhir dengan ciuman mantannya di depan mataku. Dan sekarang, dia ingin mengajakku pergi ke Lake Meritt, lagi. Untuk apa? Aku yakin bagian akhirnya tidak berjalan mulus. Bukan itu persoalan pertama yang muncul di pikiranku, melainkan... untuk apa dia mengajakku jika dalihnya hanyalah karena 'ajakan teman'? Ingat, kan? Dia menganggapku sebatas teman saja, tidak lebih. Aku tidak mau terlalu banyak berharap karena aku tahu itu akan menyakiti diriku sendiri.

Misplaced trust and old friends

Never counting regrets

By the grace of God I do not rest at all

Kepalaku menggeleng kuat menyentakku menuju kesadaran. Baik iblis dan malaikat di atas pundakku saling berargumen satu sama lain. Si iblis berkata padaku agar aku menyerah dan melupakannya jauh-jauh, sedangkan malaikat di atas pundakku menggeleng, berkata bahwa aku tidak boleh menyerah semudah ini jika aku benar-benar mencintainya.

The hell? Dasar hatiku yang jauh dari konfrontasi malaikat dan iblis di atas pundakku berkata, untuk apa aku masih mengharapkan orang yang sama sekali tidak memiliki perasaan padaku? Bukankah sama seperti memeluk bulan dengan kedua tangan kecil ini?

Artinya mustahil.

Entahlah aku mendapatkan istilah puitis itu dari mana, pokoknya bisa diibaratkan seperti itu.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang