#26 Tale

682 64 0
                                    

Mandy's Diary Today

Justin menarik tanganku menjauhi kamar, sementara aku hanya mengerjapkan mata, takut-takut pada kemungkinan yang terjadi. Apa yang akan dilakukannya padaku? Hukuman apa? Cambuk? Pukul? Guillotine? Apa yang kau pikirkan, Mandy. Jangan gila. Justin bukanlah penjagal.

Dia membawaku menuju ruang keluarga di mana anak-anak sudah duduk melingkar di depan perapian. Well, aku baru sadar ini sudah jam tujuh malam saat mataku tertumbuk ke arah jam gantung di samping perapian. Bukankah seharusnya Justin mengajakku pulang—atau lebih tepatnya bibi Mary pulang dari luar kota. Ekor mataku melirik Justin yang hanya memberikan ekspresi datar. Ya ampun, bagaimana kalau dia marah padaku gara-gara pengakuanku tadi? Justin memang sulit ditebak. Selama empat tahun lebih aku hidup bersamanya, sampai sekarang pikirannya tetap sukar dikira-kira. Aku mengerucutkan bibir miring menunggu dia bicara.

"Baru saja bibiku menelepon kalau dia menunda kepulangannya. Mungkin, kita baru akan pulang besok."

What the fuck do you mean, Justin? batinku bertanya kesal. Aku tidak mungkin terjebak terlalu lama di sini, kan! Aku terlalu muda untuk penuaan dini. Berada di sekeliling anak-anak hiperaktif nakal seperti mereka tidaklah sehat.

"Oke, kita tetap di sini?" Aku membeliakkan mata ngeri.

"Ya." Mengangguk, Justin menoleh ke arahku pada akhirnya. "Aku akan memaafkan kesalahanmu atas kebohonganmu yang mengaku-ngaku sebagai editor majalah fashion."

Sudut bibirku tertarik melengkung. "Sungguh?"

"Dengan syarat." Dia memutar tubuhku untuk berhadapan dengannya. "Kau harus bisa mendongeng untuk mereka malam ini."

Rahangku seperti jatuh ke bawah. Tubuhku kaku tiba-tiba. Aku mengelap tengkukku yang mendadak dingin. Mendongeng. Ya ampun, meskipun aku dijuluki Ratu Drama, aku paling benci mendongeng. Bibirku mencebik ke bawah, sedang di samping, Justin menelengkan kepala ke satu sisi menunggu balasanku.

"M-mendongeng?"

"Ya." Dia mengangguk santai. Tangannya di gerakkan ke depan mempersilakan aku bergabung bersama ana-anak itu.

Mendesah putus asa, pada akhirnya aku melanjutkan langkahku menghampiri mereka.

"Mandy."

Mendengar panggilan Justin, aku menoleh ke belakang tanpa melenyapkan cebikan bibirku. Dia menggerakkan jarinya pada bibir, membentuk senyuman lebar sebagai tanda bahwa aku harus mengubah raut wajahku. Mendengus tertahan, cebikan di bibirku berubah menjadi senyuman merekah berlebihan, membuat Justin tersenyum geli. Aku melanjutkan langkahku, memosisikan diri di tengah-tengah lingkaran.

"Mandy The Cow!" Ferdinand menunjukku.

"Apa yang kali ini dilakukan Mandy The Cow?" Jack yang duduk di samping Rose menyahut.

Tawa menggelegak terdengar di sekelilingku. Aku menahan diri untuk tidak memutar bola mataku. Sampai kapan hidupku tersiksa, Geez. Aku ingin mencincang mereka. Termasuk Ferdinand yang paling nakal di sini.

"Look, kids. Aku akan menceritakan sesuatu pada kalian." Aku mulai membuka mulutku sambil memberikan mimik wajah dan gestur ala pemain teater panggung. Justin melangkah mendekati kami, duduk bersila seraya meraih Theola ke dalam gendongannya.

"Apakah cerita tentang seekor sapi bernama Mandy?" Brenda menjulurkan lidahnya. Mereka melanjutkan tawa mereka terpingkal-pingkal.

Sabar, Mandy. Sabar... kau ingin menjadi ibu yang baik? Teguhkan hatimu dan sabar menghadapi kenakalan mereka. Errr... aku harap anak-anakku nantinya tidak seperti mereka. Maksudku, bolehlah anak-anakku punya wajah selucu mereka, tapi tidak dengan sikap hiperaktif mereka.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang