Mandy's Diary Today
Aku menggigit bibir bawahku merasakan tangan George di pinggangku. Mau tak mau aku harus berdansa dengannya—selain karena tangannya yang menggenggam tanganku kuat. Kami melangkah bersama mengikuti irama musik dansa. Kepalaku menoleh ke arah lain, di mana Justin sudah berpasangan dengan Helena. Tatapannya yang tajam sarat akan ancaman. Kalau boleh mengatakannya, ekspresinya ketika sedang cemburu begitu seksi.
"Bagaimana kau bisa di sini?" tanyaku setengah berbisik, enggan memandang ke arahnya, sebab aku khawatir bisa salah tingkah dan dia menyalahartikan kedekatan ini.
"Keluargaku tamu keluarga Justin," balasnya enteng.
Lamat-lamat kepalaku menengadah, memandang ke arah matanya yang bersirobok dengan mataku. Aku menggigit bibir bawahku sekali lagi merasakan esensial ceri di sana. Wajahku bersemu merah tiba-tiba. Rileks, Mandy, jangan perlihatkan kegugupanmu.
"Kau tahu aku ada di sini," itu bukan pertanyaan, aku tahu. Aku hanya bermaksud menegaskannya.
"Tentu saja. Bukan artinya aku menguntitmu. Orangtuaku masuk dalam daftar undangan keluarga Bieber." Bibirnya mencebik mencemooh. Aku tak pernah tahu bahwa keluarga George dapat dikategorikan sebagai keluarga royal atau bangsawan.
Putaran ketiga. Aku berbalik dan Justin langsung merapatkan tubuhku padanya seakan tak ingin kehilangan diriku lagi. Menoleh ke belakang, aku sudah melihat George bersama Helena. Meskipun sibuk bersama Helena, pandangan George diarahkan menuju padaku, membuatku langsung memalingkan wajah karena rikuh.
"Kau kelihatan kesal," kataku. Tentu saja, Mandy! Suamimu cemburu karena kau berdansa dengan pria lain! Kutekan bibirku membentuk satu garis simetris.
"Aku jauh lebih kesal jika kau memalingkan tatapanmu dariku." Jarinya menekan daguku. "Keep your eyes just for me, Darling."
Bibirku melengkung menjadi senyuman mendengarnya. "Aku selalu melakukannya untukmu." Lantas kuubah senyuman itu menjadi kerucutan ke depan. "Seharusnya aku yang mengkhawatirkanmu, karena kau itu super tampan, Bizzle."
Justin tertawa kecil. "I have eyes for watching you, lips for kissing you, nose for sensing you, and heart for loving you." Dia mengusap sebelah pipiku. "Ada yang kurang?"
"Cukup untuk memenangkan hatiku."
Dia mencibir. Saat kami berputar, tanpa sengaja aku bertatapan dengan George tak jauh dariku. Sebelum Justin marah mendapati aku berpandangan dengannya, aku memalingkan perhatianku, memandang Justin tanpa menoleh kemana-mana lagi.
***
Meja-meja mulai dipenuhi oleh tamu undangan. Di meja khusus keluarga Bieber, tamu kehormatan dari pihak kerajaan Inggris hadir meramaikan suasana. Kakek dan nenek Justin menemani Ratu Elizabeth mengobrol sambil mengiris steak di piring masing-masing dan menertawakan sesuatu yang sejujurnya tidak lucu. Sumpah, obrolan mereka garing. Di mana letak lucunya? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku mengamati dari tempat dudukku di sebelah Justin. Ekor mataku melirik Candice di samping Nik yang menundukkan kepalanya. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Candice. Sebab aku pernah mengalaminya ketika menghadiri acara makan malam pertama bersama keluarga Bieber.
"Bagaimana dengan Prince Niklaus? Sudah mendapatkan jodoh?" Grandma Mag menatap Nik sambil menumpu dagunya dengan punggung tangan yang terlipat.
Candice terbatuk kecil. Dengan tenang, Nik menggenggam telapak tangannya di atas meja, menegaskan hubungan mereka dan membuat beberapa orang di meja ini tersenyum atau mendesah lega. Patricia meneguk wine di gelas berkaki panjangnya tanpa melepaskan tatapan lekatnya pada pasangan berambut pirang itu.