Mandy's Diary Today
"WHAT?!" aku berteriak histeris hampir gila.
Aku yakin Ian gila. Stefan gila. Aku gila. Dunia gila. Dunia benar-benar gila! Mustahil, mengapa pria tampan dan seksi seperti Ian dan Stefan harus ditakdirkan bersatu, Geez! Mengapa? Mengapa ada homoseksual? Ini tidak adil, sungguh. Banyak pria tampan dan seksi yang homo di era ini. Aku sendiri tidak mengerti apa alasan mereka lebih memilih berhubungan sesama jenis daripada menggandeng wanita dan menjadi hetero? Hell, wanita itu indah. Bodoh sekali para homoseksual di dunia ini.
Aku sangat menyayangkan fakta ini, sungguh. Iblis di atas pundakku terbahak-bahak sambil memegangi perutnya sementara si malaikat melipat tangan di depan dada dan memutar bola matanya. Rasanya aku akan pingsan setelah mendengar pengakuan Stefan.
I'm Ian's boyfriend.
Tenggelamkan aku, Poseidon.
"K-kalian... gay?!" Candice bahkan membuka mulutnya tak percaya. Jari-jari lentiknya didekatkan pada bibirnya yang menganga. Aku yakin, jantungnya pasti sudah melompat sampai di mulutnya hanya karena mendengar kenyataan bahwa bos seksinya gay.
"Sebenarnya..." Ian meletakkan tangannya di sekitar pundak Stefan, praktis membuatku menelan cairan lambungku sendiri, "ya... dan aku tidak pernah buka-bukaan tentang masalah pribadiku."
Aku menelan lagi ludahku, menggaruk rambutku yang tidak gatal. Astaga, Ian Salvatore benar-benar gay, dan aku berpikir memasukkan namanya ke dalam daftar pria seksi yang akan kupamerkan di depan Justin??
Tick tock, iblis di atas pundakku menjentikkan jarinya membawaku pada realita. Mana mungkin aku memamerkan seorang gay di depan hetero sempurna macam Justin. Yang ada, dia malah menertawakanku. Menertawakan kebodohanku yang berusaha keras membuatnya cemburu.
Katakan aku tidak tahu terima kasih sudah mendapatkan suami ideal seperti Justin. Tapi ini tidak adil, amat sangat tidak adil jika dia sering membuatku cemburu karena dikelilingi wanita-wanita yang lebih seksi daripada diriku, sedangkan aku selalu gagal membuatnya cemburu.
Bibirku mengerucut semenjak Stefan mengakui dirinya menjadi kekasih Ian. Kekasih homoseksual. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku mulai gila. Sekarang, dua pria tampan yang seharusnya kupamerkan pada Justin justru berbelok tikungan di belakangku. Rasanya aku ingin menggaruk tembok rumah ini menggunakan garpu.
"Ladies, sepertinya kami tidak bisa menemani kalian di sini lama-lama," Ian membuyarkan pikiranku seperti tangan yang dicelupkan ke dalam air.
"Erm... ya, tidak masalah." Sekali lagi, aku menggaruk kepalaku rikuh memandangi kemesraan bos seksiku dengan pasangan gaynya. Lihatlah, tangannya berada di sekitar pundak Stefan, ya ampun. Aku butuh seseorang menusukku, memastikan bahwa ini bukan salah satu khayalanku.
Baru saja aku berpikir seperti itu, keberadaan kuku runcing ditusukkan pada pantatku, seketika membuatku memekik kesakitan dan secara instingtif mengusap bokongku yang nyeri. Aku membulatkan mataku pada si penusuk—siapa lagi kalau bukan Candice?
"Earth to Mandy!" tangan Candice digoyang-goyangkan di depan wajahku. "Jangan karena Ian gay, kau jadi patah semangat seperti ini, Babe."
"Bagaimana aku tidak patah semangat? Harapanku satu-satunya untuk membuat suamiku cemburu sudah lenyap." Aku memeragakannya dengan telapak tangan terbuka di depan wajahku dan meniup sesuatu yang abstrak di sana. "Benar-benar lenyap." Lantas, menambahkan dengan dengusan frustrasi. Sepertinya malam ini aku butuh Xanax untuk membantuku bisa secepatnya tidur.