Mandy's Diary Today
"Biar aku bantu. Aku pernah ikut PMR di sekolah," kataku, merangsek memisahkan Justin dengan Alison dan menarik telunjuk wanita itu.
Alison tersenyum ramah padaku, menyorongkan jarinya ke depan sehingga aku dapat mengoleskan obat luka bakar ini padanya.
"Trims, Mandy."
"Tidak usah berterima kasih. Sahabat Justin, sahabatku juga." Kusunggingkan senyum hiperbolis padanya. Mana sudi aku menganggapnya sahabat. Meskipun dia tidak berambut pirang, aku tak akan pernah mau memasukkan Alison ke dalam daftar putihku.
Begitu selesai dengan pengobatan pertamanya, aku memerintahkan Alison untuk menunggu di luar saja sementara aku yang menyelesaikan pekerjaan ini. Bagusnya, Justin tak perlu repot-repot mengantar Alison ke depan. Dia lebih memilih membantuku di dapur dan mengarahkan padaku cara memasak ratatouille yang benar.
Hampir setengah jam kami menghabiskan waktu dengan saling membantu. Nah ini yang benar. Bukan yang seperti tadi. Aku mengamatinya sibuk di sebelahku dengan teflon dan spatula, memberi instruksi bagaimana caranya membuat ratatouille yang benar.
"Aku dan Alison punya proyek bersama."
Ucapannya yang hanya beberapa patah kata spontan membuatku berhenti memotong tomat. Kepalaku terangkat. Aku yakin kalau ekspresiku saat ini tampak syok. Menoleh ke belakang, aku tersenyum kecut padanya. Dia memandangku menunggu balasan.
"Well... bagus." Lalu kulanjutkan pekerjaanku sekedar mengalihkan prasangka buruk itu dari pikiranku.
"Aku kira kau melarangku bekerja sama dengannya."
Tentu saja. Aku sangat melarangmu, tapi tak punya hak melarangmu karena ini semua demi dirimu. Pasti ulah Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut. Aku yakin, apapun yang direncanakan Grandma Mag adalah sesuatu yang buruk.
Bibirku terkatup rapat membentuk satu garis simetris. Tanpa menoleh ke belakang, aku menganggukkan kepala, lebih senang menyibukkan diri dengan tomat di depanku yang kupotong secara kasar layaknya pembunuh berdarah dingin.
"Itu demi pekerjaanmu."
"Thank you, Mandy."
"You're welcome." Aku memutar bola mata ke atas.
Ingat apa yang pernah kau baca, Mandy... Batinku menenangkan diriku sendiri. Kami sama-sama dewasa, jadi apapun yang dilakukannya, pasti sudah direncanakan baik-baik tanpa menyinggung perasaanku. Kecuali jika kerja sama itu pintu masuk untuk Alison. Bayangkan saja dia jadi istri kedua Justin dan menggeser perananku di rumah ini...
Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Kutekan sisi kepalaku dengan tangan, memukulnya berkali-kali berharap otakku tidak terbalik. Daripada memikirkan hal-hal bodoh, lebih baik aku berpikir positif dengan membayangkan hal-hal yang baik pula. Atau yang konyol. Seperti membayangkan warna celana dalam Grandma Mag... oke, itu keterlaluan. Uhm, mungkin membayangkan Ian dan Stefan yang bercumbu... gah, Mandy, berpikir positif! Itu sama saja berpikir negatif.
Tapi tetap saja. Aku gagal menemukan pikiran positif.
***
Meja makan sudah dipenuhi dengan masakan-masakan Perancis. Sejujurnya, aku tidak terlalu suka masakan seperti ini. Coba saja Justin memintaku membuat masakan Bulgaria, aku yang lebih menguasainya. Segala jenis resep makanan Bulgaria sudah tertanam dalam otakku. Mau makanan kecil, dessert, makanan besar, bahkan makanan yang paling tradisional sekali pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)
Fiksi Penggemarthis story is NOT mine.