Justin's Diary Today
Dokter Sarah melambaikan tangan padaku sebelum masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi. Beberapa waktu yang lalu aku memanggilnya kemari untuk memeriksa Mandy. Dia bilang, Mandy butuh waktu untuk melupakan sejenak kejadian yang dialaminya. Mungkin lebih tepatnya adalah, dia butuh waktu memulihkan kondisinya yang mengalami guncangan.
Kepalaku rasanya pening. Ini sudah larut malam. Untunglah, dokter pribadi keluargaku bersedia datang kemari di luar jam praktek kerja. Keadaan di rumah sudah sepi. Hanya ada beberapa penjaga di luar yang berkeliling, sementara para pelayan terlelap di kamar masing-masing. Aku bukan orang yang suka memaksa kehendak, jadi kubiarkan mereka istirahat setelah bekerja seharian.
Memasuki kamar, aku memandangi Mandy yang terlelap di ranjang. Dokter Sarah memberinya Xanax. Sedikit membantunya tidur dan tenang. Namun dia juga mengatakan efek kerja obatnya tidak lama.
Aku berbaring di sebelahnya, memandangi dari samping. Sepertinya aku tidak akan tidur malam ini demi menjaganya. Kutarik selimutnya lebih ke atas. Merebahkan tubuhku, kupandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Semalaman ini aku berpikir, siapakah dalang di balik kecelakaan ini. Perasaanku mengatakan itu bukan kecelakaan biasa. Melainkan ulah seseorang. Lantas, ulah siapa?
Sepanjang malam ini aku memutuskan tidak tidur, alih-alih memikirkan pelaku di balik kecelakaan yang dialami Mandy. Jika aku tahu siapa pelaku di balik semua ini, aku bersumpah akan membalas dengan hal yang lebih mengerikan.
-oOo-
Mandy's Diary Today
"PR? Kotak makan? Jangan lupakan semua itu." Kusunggingkan senyuman lebar dan menepuk kedua pipi Nathan sebelum membiarkannya mengangkat tas sekolah dan berlari keluar menuju bus sekolah yang sudah menjemputnya di luar.
"Cek dan cek." Dia mengernyitkan hidungnya.
"Oke, have a nice day, Honey." Aku memeluknya sebentar, lantas mengecup kedua pipinya dan mengantarkannya ke luar.
Dia berlarian kecil dengan riang menuju bus sekolah di depan rumah. Tangannya melambai ke arahku ketika sudah berada di dalam bus, di balik kaca jendela, dan tak pernah menghilangkan senyum lebar yang mengingatkanku pada Justin.
"Bye, Mommy!"
Aku balik melambaikan tangan padanya. Bus sekolah melaju perlahan menjauhi jalanan rumahku. Di depan pagar, aku masih berdiri memandang kepergiannya. Selalu seperti ini tiap hari, mengantarnya keluar ketika dijemput oleh bus sekolah sampai keberadaan bus tersebut menghilang di balik tikungan.
Namun sebelum berbelok ke tikungan, mendadak dari arah lainnya sebuah truk besar melesat dalam kecepatan tinggi dan menghantam bus sekolah yang ditumpanginya. Kedua telapak tanganku terkatup di depan bibir diikuti teriakan lantangku.
"Mandy."
Mataku terbuka tiba-tiba. Aku mengangkat tubuhku ke depan dengan gerakan gusar dan merasakan napasku yang memburu. Seperti orang linglung, aku menoleh ke seantero tempat. Pikiran warasku menegur bahwa aku sedang berada di dalam kamar, Di sebelah Justin, lebih tepatnya. Menyadari mimpi buruk seperti baru saja, aku membenamkan wajahku pada telapak tangan. Bahuku bergetar samar, selain karena paru-paruku yang berusaha mengatur pernapasan, juga karena menahan suara isak tangisku.
"Mandy." Sekali lagi, Justin memanggil di sampingku. Tangannya dilingkarkan di sekitar pundakku dan membawaku pada pelukannya. Aku menyingkirkan tanganku dari wajah dan memeluk lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)
Fiksi Penggemarthis story is NOT mine.