Mandy's Diary Today
Aku menunggu waktu yang tepat dulu untuk memberitahu Justin bahwa aku dan George memiliki kegiatan yang sama. Well, bagaimana tanggapannya? Hell, dia adalah Justin, Mandy. Dan Justin tidak akan mau menunjukkan kecemburuannya. Lagipula, dia sendiri yang bilang kalau dia tidak akan pernah mencemburuiku bersama pria lain. Apalagi George. Yang sejak dulu dianggap sebagai anak cupu yang kaku dan canggung.
Kelihatannya pagi ini adalah waktu yang tepat untuk memberitahunya. Justin tengah menyeruput kopinya sambil membaca halaman koran. Tidak biasanya dia melakukan hal itu. Mungkin ada halaman yang menarik perhatiannya, atau jangan-jangan dia sudah terjangkit virus "Masalah Ayah"? Dulu ayahku suka sekali membaca koran di pagi hari. Mom bilang dia melakukan kebiasaannya itu semenjak Mom mengandung diriku. Jangan-jangan virus itu memang ada.
"Eh, Justin." Aku menoleh ke belakang, melihat dia melirik padaku dan meletakkan koran di tangannya ke atas meja. Sekali lagi, dia menyeruput kopinya. "Aku ingin memberitahumu sesuatu. Hari ini aku punya jadwal sampai malam bersama George. Kebetulan Ian memerintahkan aku menyusun acaranya."
Mendengar barisan kalimat yang baru saja keluar dari mulutku itu, Justin tersedak minumannya. Dia lantas meletakkan cangkir di genggamannya ke atas leper sedangkan aku buru-buru berlari menghampirinya.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku panik, memijit tengkuknya.
"Tidak apa." Dia mendesah pelan setelah mengelap mulutnya menggunakan serbet di depan piring salad sayur. "Untuk apa kau menerimanya?"
Aku mengernyitkan dahiku. "Ian menjanjikanku posisi kepala editor. Aku tidak mungkin melewatkannya..." Dan aku teringat lagi keinginan Candice. Seribu sial.
"Tidak usah jadi kepala editor," dia menengadah ke arahku, menampilkan wajah horornya. Nah, sekarang aku yang mulai khawatir melihat ekspresinya seperti itu. "Untuk apa kau mengejar posisi kepala editor?"
"Justin, kau sudah tahu kalau cita-citaku adalah menjadi kepala editor, kan?" aku sedikit memberikan penekanan pada kata terakhirku.
Tampak tidak sependapat denganku, Justin menggelengkan kepalanya. Wajahnya direngutkan, semakin membuat perutku bergolak aneh. "Aku bisa membawamu ke kantorku dan menjadikanmu General Manager kalau kau mau."
"Tapi aku maunya kepala editor, bukan seorang General Manager!"
Lagi-lagi Justin mendesah. "Kau keras kepala, Mandy. Masih saja sama seperti dulu."
Kini giliran aku yang merengutkan wajahku. Tidak biasanya Justin tak mendukung keinginanku. Dulu, dia tidak pernah mempermasalahkan keinginanku menjadi kepala editor. Sekarang setelah aku memberitahunya bahwa Ian memberiku jabatan itu jika aku bekerja sama dengan George, mengapa dia menarik kata-katanya?
Atau jangan-jangan, dia tidak mau aku berhubungan lagi dengan George?
"Kau cemburu?" aku bertanya langsung tepat sasaran.
Justin berjengit mendengar kalimat bernada mengintimidasi seperti itu. Wajahnya menampakkan ekspresi monoton, yang semakin membuat isi perutku seperti dikocok jadi satu.
"Pada George? Kau bercanda?" Dia tertawa sarkastis. Mengusap tengkuknya menggunakan telapak tangan, Justin menghela napas panjang. "Yang menjadi pertanyaanku saat ini adalah, apakah kau melakukan itu demi posisi kepala editor atau justru ingin berdekatan dengan George Duncan?"