Justin's Diary Today
Dari balik tembok kamar anak-anak, aku mengamati Mandy yang mondar-mandir sibuk menidurkan mereka. Melihat dia yang dibuat pusing seperti itu, entah mengapa aku ingin tertawa. Tapi di sisi lain, aku merasa kasihan melihat wajahnya yang tampak begitu lelah. Seharian penuh ini dia sibuk menemani anak-anak asuh bibi Mary. Menyuapkan makanan untuk Theola, memandikan Mickey yang rewel, dan mengejar mereka yang tidak mau tidur.
Mandy menghela napas lega begitu anak-anak bibi Mary diam di atas ranjang mereka, meringkuk di balik selimut. Telapak tangannya menyeka keringat di pelipisnya sementara tangannya yang lain bertolak pinggang. Melangkah masuk, aku melingkarkan tanganku di sekitar pinggangnya membuat dia terpekik kaget dan langsung menoleh ke belakang menyambutku dengan senyuman lebar di bibirnya.
"Busy night, Ma'am?" aku berbisik di samping telinganya.
"I'm so tired."
"Sorry for that, Ma'am." Aku mengecup pipinya dalam. "It's our time."
Dia tertawa pelan menanggapinya. Kurentangkan tanganku di sekitar pundaknya, membawanya ke dalam dekapanku untuk meninggalkan kamar ini. Saat aku melintas ranjang Jack, kulihat selimutnya bergerak-gerak. Anak itu mengintip di balik selimut wolnya; matanya mengerjap beberapa kali memandangku pergi. Kudaratkan tatapan lekat memperingatkan ke arahnya. Telunjukku teracung padanya, membuat dia langsung bersembunyi lagi di balik selimutnya tanpa banyak tingkah lagi. Aku mematikan tombol lampu, mengubah kamar yang tadinya terang benderang menjadi gelap dengan pendaran cahaya berputar-putar dari standlamp yang diletakkan di ujung kamar. Setelah itu, pintu kamar kututup kembali.
"Apa yang membuat anak-anak terdiam?" Mandy bertanya tiba-tiba di tengah jalan ketika kami beranjak pergi menuju kamar.
"Ngg... permainan yang mengasikkan," jawabku, membawanya lebih erat ke tubuhku. Aku ingin membuatnya nyaman dan memanjakannya. Apapun, yang membuat dia senang, sebab aku tidak ingin melihat George membuat istriku nyaman berada di dekatnya. Hanya ada satu pria yang boleh menyentuh dan membuat Mandy nyaman. Dan pria itu adalah aku.
"Aku tidak pernah menjadi guru TK." Bibir Mandy mencebik muram. Kepalanya ditengadahkan memandang mataku.
Aku menekan jari-jemariku pada bibirnya dan mengusapnya lembut. "Kau terlalu galak. Berikan sikap lembutmu. Jangan sekali-kali menegur dengan berteriak atau menggunakan nada tinggi." Aku menambahkan ucapanku dengan senyum manis madu yang ditanggapinya dengan tersenyum balik.
Tinggal beberapa petak lantai keramik lagi sampai di kamar kami, aku mengangkat tubuhnya dan menggendongnya ke dalam dekapanku, membuat dia tertawa kecil tanpa mengalihkan tatapannya untukku. Kudorong pintu kamar kami dengan bahuku sampai terbuka, lantas menghambur masuk ke dalam diiringi suara tawa kecilnya yang sangat kusuka.
"You're monster. Kau yang lebih galak daripada aku," Mandy mengelak begitu kami sampai di dalam.
"Oh, begitu? I'm a monster? Really?" Aku menjatuhkanya di atas ranjang diikuti oleh tubuhku. "I'm a monster and I'll eat you. Rawr, rawr..." Kedua tanganku menekan bahunya sehingga membuatnya tidak bergerak ketika badanku membungkuk di atasnya dan mulai menggigit bahu serta lehernya.
"Ini geli!" dia tertawa lagi, mencoba melepaskan tanganku yang menekan bahunya sambil bergidik geli mendapatkan serangan dariku.
"This monster wants to eat you." Sekali lagi aku menggeram bagaikan monster, menelusupkan wajahku di lehernya sampai membuat dia terbahak pelan menahan geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)
Hayran Kurguthis story is NOT mine.