4. Si Pecundang Zidan

262 48 22
                                    

4. Si Pecundang Zidan

Tak bosan-bosannya Erikus dan kawan-kawannya masuk ke dalam sekolah dengan memanjat tembok yang sama seperti hari lalu. Padahal, kan ada gerbang sekolah? Mengapa harus susah-susah memanjat? Ini salah satu perilaku yang tak pantas dicontoh. Jangan ditiru!

Setelah mereka semua berhasil masuk ke dalam area sekolah, mereka semua berjalan mengendap-endap berharap tidak ada yang tahu bahwa mereka masuk melewati tembok belakang. Ya, seperti hari-hari biasanya, mereka selalu berhasil masuk maupun bolos melalui tembok belakang. Dan mungkin yang kemarin, menjadi kegagalan pertama bagi mereka.

Saat hampir sampai di kelasnya, Erikus melihat poster milik Zidan yang tertempel di tembok putih yang kosong. Dia berhenti sejenak melihat poster itu dengan wajah penuh ketidaksenangan. Sangat serius, alisnya pun mengerut tak biasa. Lalu ia menyobek poster itu dan membiarkannya tergeletak di lantai koridor. Erikus segera berjalan kembali dan masuk ke dalam kelasnya.

Di dalam kelasnya, Erikus merasa cukup geram atas poster-poster yang tertempel di tembok-tembok sekolah itu. Oke, kalau satu atau dua itu tak apa, tapi ini? Sangat banyak dan terpajang di berbagai tiang pondasi sekolah, bahkan sampai ke koridor atas. Lantas Erikus menghubungi teman-temannya lewat chat. Pasti akan terjadi sesuatu sepertinya.

"Erikus!" Pak Guru menegur ketika dirinya mendapati Erikus bermain ponsel di jam pelajarannya.

"Iya, Pak!?" Cepat-cepat Erikus mematikan ponselnya.

"Jangan main HP di pelajaran saya! matiin cepet!"

"Iya, Pak, udah!"

Pak Guru berkaca mata itu pun lantas kembali berbalik badan, kembali pula melanjutkan penjelasannya yang sempat terpotong.

* * *

Setibanya jam istirahat, seperti biasa seluruh siswa keluar dari kelasnya yang membosankan dan memusingkan. Namun baru saja Zidan akan melangkah keluar dari kelasnya, ia keburu dicegat oleh Erikus dan kawan-kawannya yang menghalangi pintu keluar. Mereka semakin mendekat kepada Zidan yang membuat Zidan berjalan mundur hingga berujung tembok.

"Ada apa sih!?" tanya Zidan sewot.

"Pakai nanya si anjing," ucap Rama lembut.

Lalu Erikus mendekatkan wajahnya ke wajah Zidan yang telah terbalut takut. Sangat dekat! Erikus bicara dengan suara yang lemah. "Jangan, ganggu, Alena lagi. Paham?" bisik Erikus di depan wajah Zidan.

Setelah itu Erikus membiarkannya pergi melarikan diri. Zidan pergi berjalan cepat meninggalkan mereka di dalam kelas. Mereka tertawa terbahak-bahak dengan puasnya. Ekspresi takut Zidan yang membuat mereka tertawa dengan leluasa semacam ini.

Maka setelah itu mereka pergi, dan lagi-lagi mereka memanjat tembok sekolah untuk nongkrong di warung Bi Muti. Padahal mereka telah terkena hukuman sebelumnya, namun mereka masih belum jera dengan hukuman yang diberikan Pak Harie. Mereka memang ngeyel dan begitu angkuh. Itulah sebabnya mereka dicap sulit diatur kata Nisca.

Warung Bi Muti tidak jauh dari sekolah. Jarak antara sekolah dan Warung Bi Muti hanya terhalang dua rumah saja. Dan keduanya sama-sama berada di pinggir jalan dan menghadap ke arah jalan. Tetapi entah mengapa siswa-siswa nakal lebih memilih pergi ke Warung Bi Muti dibandingkan pergi ke kantin yang dekat? Jawabannya tentu karena rokok. Di kantin mereka tidak bebas merokok.

Warung Bi Muti sudah menjadi ciri khas bagi mereka. Tempat nongkrong mereka, sekaligus markas mereka. Begitu juga dengan Bi Muti. Ibu-ibu yang menjaga di warung itu, sebab itulah nama warungnya.

ERIKUS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang