19. Serangan Sokata

129 31 10
                                    

19. Serangan Sokata

Dua minggu setelah kepergian ayahanda, hidup Alena kembali berjalan normal. Meski kini berjalan tanpa hadirnya sosok seorang ayah. Tapi setelah itu Alena menjadi lebih dekat lagi dengan Erikus dan teman-temannnya. Walaupun kehilangan sosok ayah, Alena masih memiliki teman-temannya yang amat baik. Begitu pun dengan Erikus yang kini bergabung kembali pada teman-temannya.

Plok! Plok! Plok!

"Bagus ya! Ke Warung Bi Muti, nggak ngajak gue?" Sambil tepuk tangan Erikus datang dari belakang teman-temannya yang berkumpul di satu meja di Warung Bi Muti.

"Eee ... gue kira lo nggak mau ikut, Kus," jawab Sandi membela diri.

"Kata siapa?" Erikus mengambil kursi di dekatnya lalu duduk bersama mereka.

"Kemarin-kemarin kita ngajak lo, elo nolak." Rama menjawab.

"Ya, kan itu kemarin, sekarang?"

"Ya udah nggak usah banyak bacot. Nih rokok!" Baras melempar satu kotak rokok itu kepada Erikus yang kemudian ditangkapnya dengan satu tangan secara mulus.

"Tau aja lo, gue lagi butuh apa. Asem banget nih mulut nggak ngerokok dua bulan!"

"Gak papa, hitung-hitung puasa rokok!" timpal Afre kemudian gelak tawa mengelilingi mereka.

Tawa mereka kini kembali menyempurnakan Sevendret yang dulu. Ya meskipun mereka kekurangan satu anggota, yakni Fariz. Tetapi mereka tetap merasakan kehangatan antar saudara tak sedarah ini.

"Eh, gimana oleh-oleh dari gue, udah bermanfaat belum?" tanya Erikus pada Afre di seberang hadapannya.

"Bagus! Lumayan bermanfaat!" jawabnya.

"Emang apa oleh-olehnya?" Rama bertanya lagi pada Afre.

"Senjata Double Stick!"

"Hah?!" kaget yang lainnya saat mendengarnya itu secara bersamaan.

"Alasan gue milih itu sebagai oleh-oleh, biar Afre bisa jaga-jaga," jelas Erikus.

"Kenapa nggak sekalian pistol aja, Kus?" timpal Baras.

"Susah! Enggak dibolehin sama undang-undang!" jawab Erikus diikuti suara tawa mereka.

Tak lama setelah itu terdengar bunyi bel sekolah yang berbunyi mengecil karena jauh. Mereka pun menghabiskan semua makanannya sesegera mungkin lalu pergi masuk ke dalam sekolah seperti biasa. Ya, lagi-lagi mereka memanjat tembok yang sama setiap kali mereka akan bolos ke Warung Bi Muti. Kini mereka masuk ke dalam sekolah pula dengan memanjat tembok itu lagi untuk yang keratusan kalinya.

Saat mereka telah masuk di area sekolah, mereka berjalan sedikit ke depan dan dikejutkan dengan hadirnya tiga wanita yang menunggu mereka dengan kedua lengan yang menyilang. Salah satu di antara tiga wanita itu adalah Alena.

"Bolos lagi?" Alena dengan wajahnya yang jutek.

"Untung aja! Yuk kita mah pergi yuk! Jangan ikut campur!" Afre merangkul Rama dan Baras pergi meninggalkan Sandi, Ayuza, dan Erikus di sana. Tetapi baru saja mereka hendak pergi, mereka ditahan pula oleh Alena.

"Lo bertiga juga kena!" kata Alena menahan.

Sontak mereka bertiga berhenti melangkah dan menoleh dengan kebingungan.

"Sandi yang ngajak!" tuduh Erikus menunjuk Sandi, lalu mendorongnya ke depan.

"Fitnah!" sergah Sandi, "lo datang sendiri!"

"Enggak kok, tanya Uza. Ya, kan Za?" Liciknya Erikus mengajak Ayuza untuk bekerja sama menyalahkan Sandi atas apa yang terjadi.

"Iya! Sandi yang ngajak!" Ayuza semakin memojokkan Sandi.

ERIKUS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang