24. Kedatangan Tamu

112 25 12
                                    

24. Kedatangan Tamu

Masih di malam itu, ketika Alena melangkahkan kakinya ke dalam rumah, terdapat keluarga besar dari ibunya yang datang untuk membicarakan sesuatu. Alena masuk dengan wajah yang terkejut bingung.

"Tuh, Alena!" ucap ibunya menunjuk ke arah Alena. Sontak nenek, kakek, dan pamannya, beserta anak dan istri pamannya itu, menoleh ke arah Alena secara bersamaan.

"Eh, Alena! Udah besar aja," ujar nenek tak menyangka, duduk di sofa ruang tengah. "Sini, Nak."

"Nenek?" jawab Alena senang saat melihat neneknya di sini. Ia mendekat kepada neneknya lalu duduk tepat di samping ibunya.

"Dari mana kamu malam-malam begini baru datang?" tanya neneknya.

"Biasa, Bu, anak muda," sahut ibunya membantu Alena menjawab pertanyaan nenek.

"Pasti udah pacar-pacaran nih ya!" celetuk pamannya.

"Iya dong! Ganteng tau pacarnya," tanggap ibunya lagi.

"Ah, masa? Mana pacar kamu? Suruh ke sini," pinta pamannya.

"Tadi barusan pergi, Mang Iyan." Alena mencoba menjawab, supaya lebih dekat dengan pamannya yang ia sebut Mang Iyan itu.

"Kenapa nggak disuruh mampir?"

"Lena, lagi marahan sama dia."

"Emang kamu diapain sama dia?—"

"Hushh! Ikut campur masalah anak muda aja kamu!" lerai nenek kepada Mang Iyan.

"Tau nih Mang Iyan! Kayak nggak pernah ngerasain muda aja!" tambah Alena. Sontak seisi rumah tertawa mendengarnya, termasuk bibi yang baru saja datang dari dapur. Datangnya bibi membuat suasana rumah semakin ramai akan tawa.

"Tapi kalau diliat-liat ya, Kakak ini udah siap nikah kayaknya!" kata bibi meletakkan dua kopi untuk kakek dan Mang Iyan, lalu duduk di bawah lantai.

"Kok gitu, Bi?" tanya Mang Iyan penasaran. Mang Iyan langsung turun dari sofa dan duduk di lantai menemani bibi.

"Iya. Soalnya kemarin-kemarin tuh, Kakak nyoba belajar jalan kayak ala-ala pengantin!"

"Whahahaha!!!" Terbahak-bahak seisi ruangan itu.

"Iiih! Bibiii!! Itu aku lagi latihan drama!" Alena menyela bibi.

"Denger-denger juga, katanya Bibi mau nikah lagi ya, Bi?" tambah Mang Iyan menoleh ke arah bibi. Hal itu membuat yang lainnya tertawa lagi.

"Enggak heh! Bisa aja kamu!" Bibi menyenggol Mang Iyan sedikit dengan sikutnya.

"Oh, kamu ngode pengen nikah lagi?!" Istri Mang Iyan mencubit pedas lengan Mang Iyan, hingga merengek Mang Iyan.

"Rasain!" Alena meledek Mang Iyan.

Lalu ketika tawa-tawa itu hampir memudar, Alena bertanya maksud mereka datang ke sini.

"Nenek, datang ke sini ada apa?" tanyanya.

"Atuh kangen sama kamu Len. Emangnya, Nenek nggak boleh ketemu sama kamu?" balas nenek.

"Ya nggak papa sih, cuma kaget aja aku. Soalnya nggak ada kabar kalau Nenek mau datang ke sini."

"Kalau Nenek mau ketemu kamu, emang harus ngabar-ngabarin dulu? Padahal sebenarnya tuh, Kakekmu ini yang kepingin ketemu sama kamu."

"Ah, bisa aja! Bohong ini Nenek kamu," kata kakek berusaha menghindar—tak mau mengakui.

"Duh, pura-pura tuh Kakek kamu mah." Neneknya sambil menunjuk ke arah kakek di sebelahnya.

ERIKUS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang