27. Kita Putus!

108 21 4
                                    

27. Kita Putus!

Di ketika siang berakhir menjadi malam yang gelap, di kala itu pula seseorang yang kini menjadi buronan polisi itu sedang dikejar-kejar beberapa mobil polisi di belakangnya. Zaka Renutra, ia menunggangi motor kuningnya melesat lari dari kejaran polisi yang semakin mendekat.

Lalu ia berbelok ke jalan sempit yang mustahil mobil polisi itu ikut masuk mengejarnya. Dia, Zaka, telah lebih dulu tersenyum tertawa terbahak-bahak di jalan sempit itu, menertawai mobil-mobil polisi yang rak bisa masuk mengejarnya. Lalu ketika ia hampir meraih ujung jalan itu, ia dikejutkan dengan datangnya mobil polisi dari ujung jalan itu. Terlihat mobil itu menghalangi jalan Zaka yang membuat dirinya harus menjatuhkan diri dan membiarkan motornya itu menabrak mobil polisi yang menghalangi tadi.

Dan saat dia berdiri, ia langsung mengangkat tangannya tinggi ke udara. Tidak ada pilihan lagi untuk Zaka selain menyerahkan diri untuk ditangkap polisi. Maka polisi menangkap dan membawa Zaka Renutra ke kantor polisi untuk diamankan.

* * *

Paginya Erikus termenung di dalam kelasnya. Ia mendengar desas-desus bahwa Ayuza akan dipindahkan oleh ayahnya ke Surabaya, lantaran tak mau anaknya bergaul dengan Erikus. Itu membuat Erikus semakin patah hati. Lalu ia berpikir kembali, apakah ini saatnya ia membubarkan Sevendret? Dan kalau memang itu terjadi, sebaiknya ia juga membubarkan Delvaret.

Belakangan ini Erikus benar-benar ditimpa oleh berbagai macam masalah hidup. Kalau boleh jujur sebenarnya ia muak. Dia muak dengan segala masalah hidup yang terus menghancurkannya perlahan. Erikus hanya ingin memiliki kebahagiaan, karena dia tak pernah menemukan itu pada keluarganya, bahkan dia pun tak merasakan masa kecil yang indah layaknya orang-orang. Apakah dunia memang setega itu padanya? Atau akan ada gaya pegas setelah ini? Bukankah roda kehidupan itu berputar?—kadang berada di atas, dan kadang berada di bawah. Tapi sepertinya roda kehidupan Erikus berbentuk segitiga sehingga ia tak pernah berada di atas.

Kini Sandi telah tiada, Fariz sudah pindah sekolah, dan Ayuza pun akan segera pergi ke kota lain. Hanya tersisa Afre, Baras, dan Rama.

Kemudian perlahan Erikus mengistirahatkan pikirannya dengan tidur pulas di atas meja paling depan dekat dengan papan tulis.

"Ikus? Erikus? Erikus?! ... ERIKUS RANTARIKSA!!" teriak Bu Maelani membangunkan Erikus yang terlanjur tidur nyenyak di jam pelajarannya.

Erikus terbangun dengan mata yang berat untuk dibuka. Dia memaksa diri membuka matanya demi menghargai Bu Maelani yang telah membangunkannya. Bu Maelani terkejut saat melihat banyak bekas luka di wajah Erikus.

"Muka kamu kenapa?" tanya Bu Maelani spontan.

"Bekas kemarin, Bu," jawab Erikus dengan nada suara yang lemas.

"Berantem lagi?!"

"Dipatok ayam." Sontak seisi kelas tertawa saat mendengar jawaban dari Erikus yang memang ahli mengendalikan suasana kelas menjadi ramai.

"Yang bener kamu?" tanya Bu Maelani lagi tak percaya.

"Ya berantemlah, Bu," jawab Erikus lagi membalas dengan santun.

"Udah nggak aneh! Okelah anak-anak! Hari ini kita akan belajar ...." Panjang Bu Maelani bicara di depan kelas. Kini Erikus berusaha memfokuskan pandangannya ke arah Bu Maelani untuk mendengarkan penjelasannya itu.

Hari pun semakin berlalu, setelah sekian lamanya Erikus belajar di dalam gedung sekolah ini. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kelas yang kemudian disambut dengan kekosongan. Seharusnya ada 6 orang yang secara tiba-tiba mengejutkan Erikus dengan tawanya ketika keluar kelas. Tapi kini sudah berbeda. Tidak ada mereka di sini.

ERIKUS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang