26. Perkelahian Di Kantin

112 22 6
                                    

26. Perkelahian Di Kantin

Sesosok pria berjanggut tipis itu masuk ke dalam ruangan yang masih histeris dengan tangisan. Pria itu masuk menyeret matanya yang kini berkaca-kaca. Pria itu adalah ayahnya Sandi, dia sangat memeluk erat jasad Sandi dengan penuh rasa perih di dada.


Kemudian pria itu berbalik arah ke Erikus yang duduk terpojok. Dia menarik kerah seragam Erikus dan membenturkan tubuh Erikus ke tembok.

"KAMU!!! GARA-GARA KAMU ANAK SAYA BEGINI!!!" teriak pria itu dengan penuh air mata.

"Ini bukan salah Erikus!!" Alena mencoba melerai ketika kawan-kawannya yang lain tak sanggup untuk melakukan sesuatu.

"TAU APA KAMU!!!" balas pria itu membentak Alena, lalu pria ini mengembalikan pandangannya ke Erikus. "Kalau saja anak saya enggak ikut-ikutan geng motor kamu. ANAK SAYA NGGAK MUNGKIN KAYAK GINI!!!"

"Cukup Binar!! Ini bukan salah mereka!!" Sang ibunda Sandi meneriaki suaminya.

Lantas pria yang dipanggil Binar itu melepas cengkeramannya dan kembali pada jasad anaknya.

Dari berdiri, Erikus lama-lama turun terduduk di lantai. Dia masih mendekap kencang nestapa itu bak memeluk kaktus yang berduri. Alena pun mendekat dan mengelus-elus kepala Erikus yang terlanjur meringis tangis.

Pria itu kembali menatap wajah Erikus. "SEKARANG KAMU TANGGUNG JAWAB!!!" katanya menggema keras di dalam ruangan itu.

"Saya tau pelakunya!!" timpal Afre masih memeluk erat ibunda Sandi dalam dekapannya.

"Kamu cari dia sekarang juga! CARI!!!"

Tidak ada satu pun di antara mereka yang pergi mencari. Mereka tetap di dalam ruangan ini. Lagi pula bisa apa mereka di keadaan yang amat sedih ini?

Lalu seorang pria berpakaian serba putih itu masuk dan menenangkan ayah Sandi yang terlanjur hancur emosinya.

"Pak! Sebaiknya Bapak keluar dulu. Ini bukan tempat untuk Bapak berteriak-teriak tidak jelas. Maaf ya, Pak." Perlahan ayah Sandi keluar dari sana seraya menatap tajam ke arah mereka semua.

* * *

Setelah sekian panjang proses penguburan Sandi itu berjalan, Erikus pun kini telah pulang ke rumahnya bersama Alena. Lalu Erikus duduk di teras depan rumahnya dengan Alena yang menemaninya di samping.

Alena mentap Erikus kasihan lantaran sedih yang dideritanya cukup mendalam—persis seperti dirinya dulu saat kehilangan sosok ayahnya.

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang dari dalam rumah Erikus. Dia adalah ibunya Erikus yang datang dengan segala makinya. Namun ketika ia melihat Alena berada di sana, dia membungkam makinya itu.

"Siapa ini!?" tanya ibunya menurun nada suaranya dari sebelumnya.

"Ini siapa Erikus!!" Ibunya berteriak lagi lantaran kesal karena pertanyaannya tak di jawab oleh Erikus.

Erikus yang tak mau mendengarnya langsung menarik lengan Alena pergi kembali ke motornya yang terparkir di depan pagar. Dia langsung menaiki motornya bersama Alena, lalu pergi tanpa bilang apa-apa pada ibunya.

Di jalan Erikus hanya diam tak ingin bicara apa pun. Benar, kalau orang-orang mengatakan bahwa nangisnya laki-laki adalah diam. Karena itu yang terjadi pada Erikus, dan pasti bukan cuma pada Erikus, bukan?

Ia melajukan motornya berjalan hingga sampai ke sebuah tempat yang lumayan sepi di dekat rumah Alena. Di sanalah Erikus menumpahkan segala sedihnya dengan melamun. Alena kini duduk di sebelahnya, masih menatap Erikus kasihan. Alena turut bersedih ketika melihat pacarnya yang seperti orang mati perasaan. Lalu perlahan Alena memeluk lembut Erikus hingga dibuatnya nyaman. Erikus melihat wajah Alena murung di dalam pelukannya sendiri. Alena kini tak tahu harus berbuat apa lagi selain melakukan ini. Namun sepertinya caranya dengan memeluk Erikus, itu berhasil mengurangi sedihnya.

ERIKUS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang